Danijab, Rancangan dengan Kain Lurik dan Filosofi Kehidupan

Dani Wilastri salah satu desainer di Yogyakarta, memiliki workshop di Jalan Menur Nomor 3 Baciro, Yogyakarta (8/9).

Oleh: Azifa Millatina Fasya

Dani Wilastri (31) adalah lulusan Psikologi yang merambah ke bisnis fesyen dengan pengalaman dasarnya dalam make up dan penataan rambut. Melalui Danijab, ia mengangkat kain lurik dan rancangan terkini dengan menyelipkan filosofi hidupnya.

Latar belakang pendidikan Psikologi tidak lantas mengurungkan niatnya untuk terjun ke dunia fesyen. Baju rancangan Dani juga disesuaikan dengan karakter orang atau target yang dituju, menyelipkan filosofi, dan juga kulturnya, hal ini menjadi penerapan dari pendidikan Psikologi yang ia pelajari. “Menjadi lulusan Psikologi tidak lantas mengharuskan saya untuk menjadi seorang psikolog, tidak sesempit itu. Di mana ada manusia di situ kajiannya,” kata Dani saat ditemui pada Jumat (8/9) di workshopnya.

Dani telah memiliki butik dengan brand-nya sendiri yaitu Danijab. Pengalamannya belajar make-up dan penataan rambut di Rudi Hadisuwarno melalui jalur beasiswa menjadi poin plus untuk menjadi seorang desainer. Dani memadukan ilmu-ilmu yang dia miliki untuk mengkombinasi dan mencocokkan antara baju, penataan rambut, dan make up dalam setiap pertunjukan fesyen dan pemotretan modelnya.

Rachel Dalmara (20) seorang model dari Danijab mengakui bahwa ketika ia menjadi model, Dani tidak asal dalam mengkombinasi dan mencocokkan. “Karena waktu itu saya sebagai representasi bagi anak muda maka make up dan penataan rambut yang diberikan sangat natural, hal ini menciptakan suasana yang santai dan ringan. Baju yang dirancang juga cukup merepresentasikan anak muda,” kata Rachel.

Dani yang lahir di Surakarta ini kini juga dikenal sebagai salah satu desainer di Yogyakarta. Ia tidak asal dalam merancang desainnya, namun selalu menyelipkan filosofi. Nilai-nilai tersebut dianggap sebagai doa dan sekaligus menjadi nilai tambah, melalui filosofi tersebut diharapkan konsumen dapat lebih menghargai karya seni.

Misalnya, rancangannya dalam pertunjukan fesyen di Jogja Fashion Week 2017 mengangkat tema #AbangIreng. Tema ini diakuinya adalah pengalaman hidup yang memiliki filosofi bahwa setiap kehidupan pasti ada jatuh dan bangkit. Maka dari itu dibutuhkan Abang (merah) sebagai representasi berani dan Ireng (hitam) adalah kelam. “Kelam bukan berarti membuat semua tidak ada baiknya, namun dari kelam kita harus berani untuk bangkit maka dibutuhkan Abang (merah),” kata Dani.

Akun pribadi Dani, @daniwilastri juga selalu update. Bersama model-modelnya tema #AbangIreng dibawakan dalam pegalaran pertunjukan fesyen di Jogja Fashion Week pada 24 Agustus 2017.

Danijab yang berlokasi di Yogyakarta dan Jakarta ini berdiri sejak tahun 2012, dengan jumlah karyawan 4-5 orang dan biasanya ditambah dengan mahasiswa yang magang. Dani mengangkat kain daerah yaitu lurik, sebagai wujud melestarikan kain daerah dengan rancangan desain yang ia buat sendiri dengan desain terkini. Hal ini bertujuan untuk menyetarakan kain lurik agar dapat digunakan oleh semua kalangan.

Baju rancangannya dibandrol dengan harga Rp 500 ribu ke atas, untuk itu diakuinya bahwa target yang disasar adalah kalangan menengah ke atas. Kebanyakan konsumennya adalah mereka yang memang sudah langganan dan pecinta lurik. Pertunjukan esyen, endorsement, dan media sosial Instagram menjadi sarana promosi yang digunakan.

Akun Instagram @danijabbydaniwilastri memberikan informasi terbaru mengenai pertunjukan fesyen dan rancangan terbarunya.

Stripes, strips, dan straps menjadi garis rancangannya dan dapat dilihat dari potongan desainnya, seperti waistline, seam line, hemline dan A-line. Hal tersebut diakui oleh Dani sebagai ciri khas dari Danijab yang memberikan sentuhan dinamis, elegan, terlihat “clean”, dan bersahaja.

Hadirnya lurik dalam kemasan modern tentunya memunculkan pemikiran baru bagi masyarakat. Lurik bukan hanya milik sebagian kalangan saja, lurik dapat digunakan oleh semua kalangan masyarakat baik orang tua, anak-anak, maupun anak muda. “Inovasi lurik yang dikemas dalam fesyen kekinian merupakan langkah yang tepat untuk mempertahankan warisan estetika busana agar tidak tergerus zaman, terkesan kuno, dan tidak kalah modis,” kata Susi seorang mahasiswa sekaligus konsumen (19/9).