Hanbok Batik: Perjodohan Fesyen Tradisional Indonesia dan Korea

Koleksi Djadi Batik (12/5/19)

Oleh: I Dewa Ayu Diah Purwaningrum

Fenomena demam Korea memberikan inspirasi bagi pelaku bisnis untuk mengembangkan usaha. Siapa sangka batik bisa dipadupadankan dengan hanbok? Melalui hanbok batik, rasa suka terhadap budaya Korea tersalurkan tanpa meninggalkan identitas Indonesia.

Remaja Indonesia sudah tidak asing lagi dengan budaya Korea. Mulai dari musik, film, serial drama, hingga fesyen tengah digandrungi oleh generasi milenial (Y) dan (Z). Fenomena yang sering disebut demam Korea ini, secara tidak langsung mendorong terciptanya peluang bisnis. Begitu pula pada online shop Djadi Batik.

Djadi Batik merupakan pionir penyedia produk fesyen wanita bertemakan hanbok batik. Di tangan Usnul Djadi (28), hanbok sebagai pakaian tradisional Korea dipadupadankan dengan kain khas Nusantara, yakni batik. Ide tersebut tidak terlepas dari ketertarikan wanita kelahiran Tulungagung ini terhadap budaya Korea.

Hanbok dikenal sebagai pakaian tradisional Korea pada Dinasti Joseon. Penggunaan hanbok biasanya ditujukan untuk upacara maupun festival tradisional.

“Saya senang melihat perempuan memakai hanbok, karena terlihat sangat anggun dan cantik. Potongannya pun sangat sopan apalagi warna hanbok yang terkadang tabrak warna membuat semakin cantik,” kata Usnul.

Komponen Hanbok Korea. Sumber: @djadibatik (2/10/19)

Awalnya Usnul membuat hanbok batik untuk pemakaian pribadi. Namun, dirinya lebih menginginkan hanbok khas Indonesia.

“Meskipun saya menyukai Korea, saya tidak ingin budaya kita digeser begitu saja dengan budaya Korea yang semakin gencar masuk Indonesia,” kata Usnul.

Tak sembarang batik, Usnul menggunakan jenis batik khusus sebagai bahan hanboknya, seperti batik tulis, tulis kombinasi (tulis dan cap), dan batik cap yang semuanya handmade bukan batik pabrik (printing) sehingga ramah lingkungan. Itulah yang membuat batik yang dihasilkan menjadi unik sehingga konsumen akan mendapatkan produk yang tidak pasaran.

Selain unik, Djadi Batik memberikan filosofi melalui nama seri hanbok batik, salah satunya Hanbok Batik HoeHoe. HoeHoe (dibaca: HuiHui) merupakan panggilan orang Tionghoa untuk orang Islam Arab. Panggilan tersebut juga banyak digunakan oleh masyarakat Korea untuk memanggil orang Islam yang pada era Goryeo melakukan perdagangan di Korea.

Hanbok Batik HoeHoe
Sumber: @djadibatik (2/10/19)

Harga produk yang ditawarkan Djadi Batik berkisar antara Rp 300.000 – Rp 500.000, tergantung model dan motif yang diinginkan. Setiap pembelian produk turut mendukung keberlangsungan pembatik muda dan tua, khususnya di daerah Bantul, Yogyakarta.

Dessy (20) seorang penggemar serial Drama Korea mengatakan bahwa dirinya tertarik dengan konsep yang dibuat Djadi Batik. Selain membawa nilai sosial, ia merasa keunikan dari hanbok batik adalah tersalurnya rasa suka dengan kebudayaan Korea tanpa melupakan batik sebagai identitas kebanggaan Indonesia.

Meski baru dua tahun berdiri, omzet Djadi Batik mencapai Rp 100 juta lebih per tahunnya. Sebagian besar pembeli berasal dari Jakarta hingga menembus pasar internasional seperti Korea, Singapura, Hongkong, Taiwan, Saudi Arabia, dan Malaysia.

Dokumentasi dari konsumen Djadi Batik
Sumber: @djadibatik (2/10/19)

Terkait prestasi, pada April 2019, Djadi Batik berhasil menjadi salah satu pemenang dalam Innovating Jogja 2019 yang diselenggarakan oleh Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Kementerian Perindustrian RI. Penghargaan tersebut diraih atas inovasinya membuat Korean Batik.

Kini, fokus Djadi Batik tengah diarahkan pada pembinaan pengembangan bisnis dari Balai Batik di bawah Biodahikesuma Consulting.

“Harapan kami adalah bisa membersamai para pembatik dan anak muda terhadap batik serta kami berjanji akan terus berusaha untuk mengurangi beban bumi kita dengan menghadirkan sustainable product,” kata Usnul.