Mengenal Angkringan Jembatan Kewek Pak Tomi

Pengunjung yang baru saja tiba di Angkringan Pak Tomi (19/5/21)

Oleh: Afifah Ananda Putri

Seniman Joko Pinurbo pernah berkata bahwa Yogya terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan. Salah satu angkringan yang tidak pernah sepi pengunjung, bahkan di kala pandemi, adalah angkringan Jembatan Kewek Pak Tomi.

Berada di bawah Jembatan Kewek, angkringan ini menawarkan pemandangan yang dapat dinikmati di malam hari, yaitu lalu lalang kendaraan bermotor di jalanan kota, aliran air Kali Code, dan rel kereta api.

Tomi (60), pemilik angkringan, mengaku bahwa sebelumnya ia tidak memikirkan konsep angkringan dengan pemandangan yang unik tersebut. Awalnya, sisi selatan kali Code merupakan tempat pembuangan sampah. Namun, erupsi Merapi pada tahun 2010 membuat warga, termasuk Tomi, meminta pemerintah setempat melebarkan jalan di pinggir kali Code sebagai tempat evakuasi dan tanggap bencana.

Kemudian, pada tahun 2012 ketika diadakan Festival Kesenian Yogyakarta, Tomi diminta untuk terlibat sebagai seksi konsumsi. Pada kesempatan itu, ia memutuskan untuk membuka angkringan yang justru terus eksis hingga saat ini.

Daya tarik utama dari angkringan yang buka mulai pukul 16:00 hingga 22:00 ini adalah pemandangan dan suasananya.

Pemandangan kali Code dilihat dari Angkringan Jembatan Kewek (19/5/21)

“Tempat ini memiliki suasana yang berbeda. Pengunjung dapat menikmati suasana malam kota Yogya sambil mendengarkan gemericik air,” ungkap Tomi.

Angkringan Jembatan Kewek juga menyuguhkan makanan dan minuman yang beraneka macam. Makanan tersebut tidak disiapkan sendiri oleh pak Tomi, melainkan berasal dari titipan para tetangganya. Sedangkan Tomi hanya menyiapkan minumannya. Hal itu ia lakukan agar bisa membantu perekonomian orang-orang di sekitarnya.

“Kurang lebih ada 40 kepala keluarga yang menitipkan makanannya di sini,” kata Tomi.

 Hidangan yang tersedia di gerobak Angkringan Pak Tomi (19/5/21)

Salah seorang pelanggan angkringan, Hanif Mu’tashim (19), berkata, “Saya sudah tiga atau empat kali mengunjungi tempat ini. Yang membuat saya senang dengan angkringan ini adalah view-nya bagus, pilihan makanannya banyak, dan harganya yang murah.”

Pengunjung Angkringan Jembatan Kewek didominasi oleh anak muda. Biasanya mereka berkunjung untuk menikmati waktu bersama teman, pacar, atau keluarganya. Angkringan tersebut memberikan suasana yang nyaman untuk saling mengobrol bersama orang-orang terdekat. Rata-rata waktu yang dihabiskan orang-orang ketika berada di angkringan Jembatan Kewek adalah satu hingga tiga jam.

Sebelum pandemi Covid-19, Angkringan Jembatan Kewek begitu ramai didatangi pelanggan, terutama pada sore menjelang malam hari. Mereka duduk lesehan menggunakan tikar yang membentang di sepanjang jalan kecil di pinggir Kali Code.

Ketika pandemi terjadi, angkringan tersebut juga mengalami penurunan pelanggan yang cukup drastis. Dari pengakuan Tomi, pada awal pandemi penurunan pemasukan mencapai 70 persen. Setelah tutup sebentar, Tomi memutuskan untuk membuka kembali angkringan pada September 2020 karena itu merupakan satu-satunya sumber pendapatannnya. Meskipun masih terbilang ramai, dengan rata-rata pengunjung sebanyak 100 hingga 150 orang setiap harinya, Angkringan Jembatan Kewek tidak seramai sebelum adanya pandemi.

Mengacu pada Surat Edaran Menteri No. 12 Tahun 2020 tentang Pemulihan Aktivitas Perdagangan pada masa pandemi, terdapat sembilan poin protokol kesehatan yang wajib diterapkan oleh restoran atau warung makan.

Guna mencegah penyebaran virus corona, Tomi menerapkan standar protokol kesehatan di angkringannya, dengan menyediakan tempat cuci tangan dan hand-sanitizer. Sebelum membuka angkringan, Tomi juga menyemprot disinfektan di sekitar tempatnya berjualan. Karyawan juga diwajibkan untuk secara disiplin memakai masker.

Tikar yang disiapkan juga digelar dengan jarak tertentu. Selain itu, angkringannya juga membatasi jam buka hingga pukul 22:00. Sebelum pandemi terjadi, angkringan tersebut buka hingga pukul 24:00.

Menanggapi pernyataan dari Tomi yang mengatakan bahwa angkringannya yang berada di ruang terbuka akan mengurangi risiko penularan Covid-19, seorang dokter umum di Puskesmas Seyegan, dr. Restu Matra Pratiwi (27) memberikan tanggapannya.

“Virus corona menyebar dalam bentuk aerosol–droplet berukuran kecil yang bisa bertahan beberapa jam di udara. Namun, penularan ini umumnya terjadi di ruang tertutup. Kalau di ruang terbuka, partikel virus langsung menyebar partikel menjadi semakin kecil dan dapat mati karena sinar matahari. Kemungkinan tertular di ruang terbuka pun sangat kecil. Meskipun penyebaran menjadi semakin kecil, protokol kesehatan tetap harus diterapkan,” katanya.