Mie Ayam Terbang Lempar Bertahan Kala Pandemi

 

Mie ayam pangsit, merupakan menu andalan yang diciptakan Cak Uji sejak memulai bisnisnya di Cianjur (19 April 2021).

Oleh: Muhammad Fathul Huda

Mie ayam Terbang Lempar, merupakan bisnis kuliner kaki lima yang berdiri sejak 1991 di Jl. Kol. Sugiyono No. 99, Yogyakarta. Mie ayam itu mencoba tetap buka dalam pandemi dengan cara tradisional meski masyarakat makin banyak menyukai membeli makanan  secara online.

Ali Fauzi atau yang biasa dipanggil Cak Uji selaku pemilik dari bisnis Mie Ayam Terbang Lempar (19/4) mengatakan bahwa di awal-awal pandemi dan saat panasnya pemberitaan pada Maret hingga April 2020 lalu, mereka tutup total meskipun belum ada peraturan larangan penjualan waktu itu. Kebijakan dari masyarakat Yogyakarta sendiri yang takut untuk keluar dan memberlakukan penutupan pada kampung-kampung membuatnya tidak bisa keluar untuk berjualan. Keadaan waktu itu sangat menjadi pukulan baginya.

“Omzet di awal pandemi jatuh sekali, untung sekali ketika bisa menjual separuh saja. Ini di bawah separuh, di mana sebelum pandemi kita bisa menghabiskan sampai 40 kilo. Setelah adanya pandemi kita buat 10 kilo saja tidak habis, sehingga kami memutuskan untuk tidak buka selama tiga bulan diawal tahun 2020 lalu,” terang Cak Uji.

Seminggu setelah lebaran 2020 lalu, Cak Uji menceritakan memberanikan membuka kembali bisnisnya. Ternyata memang sudah banyak pelanggan yang mencari mie ayamnya. Ia bisa menjual hampir separuh dagangan waktu itu. Meski ditunggu olehnya hingga bulan Desember, nyatanya corona tidak hilang juga.

Pelanggan dari Mie Ayam Terbang Lempar rata-rata adalah keluarga ataupun anak-anak remaja (6 Mei 2021).

“Ketika waktu mau pilkada tanggal 9 Desember 2020 lalu, tampak seperti adanya kebebasan  sebelum diterapkan adanya PSBB waktu itu. Padahal kebijakan tentang pentutupan kampung-kampung dan tidak menciptakan keramaian sudah ada sejak Maret.” terang Helmi yang merupakan anak pertama Cak Uji dan bagian dari bisnis Mie Ayam Terbang Lempar ini (21/4).

Helmi menceritakan bahwa pengetatan peraturan sebenarnya sempat tidak mempengaruhi karena nyatanya pelanggan tetap datang.

Mie Ayam Lempar Terbang memilki kapasitas tempat duduk untuk 40-an orang
(6 Mei 2021).

“Ketika awal pandemi,  omzet hanya mencapai separuh bahkan tidak sampai. Dua minggu di awal 2021 sudah lumayan dan sebulan kemudian mulai normal. Namun, ketika mulai ada penerapan dari PSBB turun lagi pendapatan karena pembeli banyak yang takut sehingga sepi dan keadaan yang terulang kembali,” cerita Irwan Yulianto tukang parkir di Mie Ayam Terbang Lempar ini (28/4).

“Awal mula kita mengikut orang lain, yaitu penjual senior tentang bagaimana membuat mie, resep, dan sebagainya. Saya masih menjadi pembant pada 1987. Saat itu masih berlatih dan diberi bayaran sebulan tiga puluh ribu rupiah,” kenang Cak Uji tentang bagaimana dirinya memulai bisnis ini.

Mie Ayam Terbang Lempar pernah muncul di Trans7 dalam acara Hitam Putih 2018 lalu
(21 April 2021).

Setelah dua tahun bekerja pada orang lain, dikumpulkan oleh Cak Uji modal untuk membuat gerobak dorongan dan satu tahun melakukan jualan secara keliling di Cianjur. Satu tahun kemudian ia berhasil mendapat tempat mangkal yang tidak begitu luas. Di tempat itulah ia mengawali bisnisnya sendiri pada 1989.

“Pada saat itu saya mulai melakukan kreasi dengan melempar mie. Tujuannya memang untuk meniriskan mie sebagai salah satu langkah dalam pembuatan mie ayam ini. Semakin lama mulai terbiasa dan mulai menjadi ciri khas sampai sekarang dengan lemparan yang semakin baik seperti sekarang,” tuturnya (6/5).

Pada 1991 dirinya pindah ke Yogyakarta agar lebih dekat dengan orang tua istrinya. Ia melihat adanya  peluang bisnis mie ayam di Yogyakarta. Pada waktu itu tren kuliner yang sendang naik adalah mie ayam pangsit yang jauh sebelumnya sudah terkenal di Jakarta dan Jawa Barat.

“Dengan mematok harga 350 rupiah per porsi, ketika di Cianjur karena sangat ramai pengunjung sehingga ciri melempar dan buka ketika malam hari sangat kami pertahankan sekali. Saat itu mie ayam biasanya buka ketika siang hari, sehingga ciri khas tersebut sangat kami pertahankan,” ungkap Cak Uji (6/5).