Usaha Konveksi di Denpasar Terdampak Pandemi

Kondisi gudang penyimpanan bahan baku dan hasil produksi Starlight Uniform yang masih menumpuk (30/9).

Oleh: A.A. Gede Ananda Murti

Pandemi Covid-19 turut memengaruhi berbagai aspek ekonomi, terutama pada UMKM, termasuk usaha konveksi di Denpasar. Kurangnya pesanan dan adanya pembatalan produksi menjadi salah satu faktor yang membuat omset usaha konveksi. Krisna (32) merupakan pemilik usaha konveksi Starlight Uniform, memaparkan bahwa usaha konveksi sangat terdampak, apalagi dengan turunnya pariwisata dan dibatalkannya berbagai event yang digelar di Bali.

Krisna menyebutkan bahwa klien usahanya lebih condong di bidang pariwisata dan event. Namun, pembatalan sosial menghilangkan pesanan di bidang perhotelan karena menurunnya wisatawan “Event yang harus di-stop pelaksanaanya sehingga pesanan dari sana (event) pun menghilang,” kata Krisna.

Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) merupakan salah satu subsektor pariwisata yang sangat memengaruhi perekonomian Bali. Pandemi Covid-19 memberi dampak negatif dalam sektor ini. Dikutip dari Venuamegz.com, menurut laporan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) subsektor MICE berpotensi kehilangan RP4,96 Trilliun selama Februari hingga Oktober 2020.

Pelaksanaan event menjadi sumber pendapatan yang besar dalam usaha konveksi. Namun di tengah masa pandemi ini, banyak event yang dibatalkan atau dialihkan menjadi versi daring. Ari (20) Kepala Departemen Humas Infokom Senat Mahasiswa Institusi Pariwisata dan Bisnis International 2019/2020 mengakui bahwa banyak event beralih format. Event yang biasanya menggunakan jasa konveksi untuk membuat seragam panitia dialihkan dalam bentuk daring, sehingga panitia tidak membuat seragam, dan hanya memakai identitas kampus.

Ari mengatakan bahwa kegiatan mahasiswa seperti seminar yang biasanya membutuhkan baju panitia kini hanya menggunakan seragam kampus atau dress-code “Ini juga karena tidak adanya dana yang dialokasikan untuk baju panitia,” ujar Ari.

Melihat kondisi seperti ini, Krisna menyadari bahwa tantangan terbesar pada masa pandemi ini menentukan target pasar. Berkurangnya target pasar memang mengharuskan untuk beradaptasi dalam bentuk pemetaan pasar dan barang yang akan diproduksi. Pemetaan barang ini dilakukan untuk mengetahui produk apa yang cocok untuk diproduksi dalam fase New Normal ini.

Darmini (45) sedang menjahit masker sembari menggunakan masker sebagai bentuk adaptasi di New-normal (30/9).

Meski begitu, tidak semuanya terkena dampak buruk. Krisna menambahkan bahwa faktor lain seperti pada kegiatan produksi seperti bahan baku atau jasa penjahit justru lebih mudah dicari pada kondisi pandemi. Ini karena banyak penjahit yang kehilangan pekerjaannya. Darmini (45) yang merupakan salah satu penjahit Starlight Uniform, mengakui bahwa Corona sangat memengaruhi kuantitas dari produksi, serta berkurangnya jumlah produksi turut memengaruhi pendapatannya sebagai penjahit.

“Kalau sekarang, permintaan sering mendadak datang dengan skala yang banyak, tapi sering juga tidak ada sama sekali. Apalagi komunikasi yang terhambat karena tidak bisa bertemu menjadi hambatan dalam produksi,” kata Darmini.

Kondisi pasar dan pesanan yang tidak stabil memang mengharuskan Krisna untuk mengubah kembali target yang akan dicapai Starlight Uniform tahun ini. Krisna mengatakan bahwa target tahun ini berbeda dengan sebelumnya, di mana dahulu mengharapkan target yang bertumbuh, namun saat ini lebih berfokus pada target yang lebih ‘bertahan’.

“Saya sih berharap bahwa ada stimulus pemerintah dalam hal proyek pengadaan seragam atau merchandise yang diproduksi oleh UMKM lokal. Mungkin dari ini dapat sedikit membantu UMKM lokal dalam segi produksi walaupun tidak banyak,” ujar Krisna.

Catatan redaksi: Pada masa pandemi, banyak mahasiswa Dikom UGM yang menjadi jurnalis Warga Jogja tidak berada di Yogyakarta. Ini adalah salah satu liputan yang mengangkat cerita dari kota tempat mereka tinggal saat ini, daerah asal mereka.