Vert Terre, Menjual Produk Lokal dengan Konsep Ramah Lingkungan

Toko Vert Terre yang menjual berbagai produk kebutuhan sehari-hari yang ramah lingkungan. (Sumber: dokumentasi Vert Terre)

Oleh: Lanny Rahma Kusumawati

Berdiri sejak 2018, Vert Terre memperkenalkan konsep ramah lingkungan dan less waste lewat berbagai produk lokal yang dijualnya. Vert Tere yang semula hanya menjual barang-barang yang dipakai sehari-hari kini juga menjual makanan sehat dan alami.

Ide mendirikan Vert Terre ini bermula dari keresahan pribadi Tiffani Rizki Putri Baihaqi (22) dan temannya, Ratri Sekar Wening (22) akan banyaknya sampah plastik. Pada 2018, keduanya berjualan produk ramah lingkungan, seperti sedotan stainless steel dan mempelajari hidup zero waste. Kemudian pada akhir 2019, mereka memutuskan membuka toko di Sinduadi, Mlati, Sleman agar orang-orang dapat melihat langsung produk mereka sambil teredukasi mengenai konsep zero waste.

Menghadirkan beragam jenis produk ramah lingkungan, Vert Terre menjual jenis produk makanan dan produk non makanan, seperti alat makan, alat mandi, berbagai produk perawatan tubuh, dan barang-barang yang biasa dibawa pergi seperti kantong dan tas. Produk yang dijual pun cukup terjangkau berkisar dari harga Rp 5.000 hingga 85.000.

Seperti namanya, Vert Terre yang dalam bahasa Perancis berarti bumi hijau, mencoba menunjukkannya lewat produk yang dijual. Produk Vert Terre lebih natural, tidak menggunakan bahan kimia, package free, dan menghasilkan jumlah sampah yang relatif sedikit karena berasal dari produsen kecil, bukan produksi massal. Para pembeli juga dapat membawa wadah sendiri untuk mengurangi jumlah sampah kemasan.

Pengisian sampo menggunakan kemasan yang dibawa sendiri oleh pembeli untuk mengurangi sampah kemasan. (Sumber: dokumentasi Vert Terre)

Dalam menjalankan bisnis ini, Tiffani (22) sempat mengalami tantangan mengenai penggunaan bubble wrap untuk pengiriman produk. Hal ini dirasa tidak sejalan dengan konsep ramah lingkungan. Namun, saat ini permasalahan tersebut sudah berhasil diatasi dengan menggunakan kardus yang biasa dipakai untuk penyimpanan telur sebagai pengganti bubble wrap.

Produk yang dijual Vert Terre bukan hasil produksi mereka sendiri, melainkan menggunakan sistem beli putus dimana semua produk sudah dibayar lunas, jadi tidak ada barang titipan. Di luar alasan bisnis, pemilik juga tetap menjaga hubungan dengan para mitra bisnisnya.

“Kami tetap coba stay in touch dengan pemasok, agar ketika ada produk baru kami bisa tetap beli sehingga variasinya lebih beragam,” kata Tiffani saat diwawancarai pada Kamis (19/12). Banyak produk dari Vert Terre berasal dari produsen kenalan mereka, seperti sabun dari Bentala dan keripik pisang dari Indonako.

Puspita Sukma (23) dan Chalista Hana (22), pemilik produk Bentala, mengaku mengenal Vert Terre saat peluncuran Bentala, saat itu stan mereka bersebelahan. Kebetulan, waktu itu Vert Terre sedang mencari vendor sabun natural dan akhirnya berujung kerja sama.

Produk sabun mandi natural milik Bentala yang dijual di Vert Terre (Sumber: dokumentasi Vert Terre)

Kerja sama antara Vert Terre dan mitra bisnisnya terjalin lantaran adanya kesamaan nilai ramah lingkungan. Puspita (23) mengaku adanya keinginan untuk sama-sama belajar tentang produk natural yang membuat kerja sama ini akhirnya terjalin.

“Jika konsumen membeli sabun kami di Vert Terre bisa tanpa kemasan, jadi buat teman-teman yang sedang belajar mengurangi sampah bisa sangat membantu,” kata Puspita.

Vert Terre benar-benar memilih produk-produk yang akan dijualnya secara teliti agar tidak berlawanan dengan nilai yang diusungnya. Hal ini dibenarkan oleh Yono (42), manajer pemasaran Indonako, pemasok keripik pisang dan manisan rosela di Vert Terre.

“Walaupun tokonya kecil tapi punya konsep yang jelas dan produk yang dijual selected item, sehingga kami membuka diri untuk berkolabrasi,” jelas Yono saat diwawancarai secara terpisah pada Jumat (27/12).

Konsep dan pesan ramah lingkungan yang dibawa oleh Vert Terre juga sangat diapresiasi para pembeli.

“Vert Terre mendukung program mencintai bumi dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah didaur ulang, menghindari penggunaan plastik sekali pakai, dan minim penggunaan bahan kimia,” kata salah seorang pengunjung toko, Siti Muflikhah (22).

Untuk menjangkau target pasar anak muda, pemanfaatan media sosial dan Shopee dirasa efektif untuk meningkatkan brand awareness dan penjualan produk. Tiffani (22) mengaku kontennya di TikTok yang viral membuat lebih banyak orang mengetahui dan membeli produk di tokonya.

Selain itu, tampilan dan penataan produk-produk di toko dibuat dengan memperhatikan unsur estetika. Harapannya banyak anak muda yang datang lalu memotret visual tokonya dan membagikannya di media sosial. Salah satu pembeli, Hidayatul Nafiah (21), mengatakan ia tertarik datang langsung ke tokonya karena tempatnya bagus dan instagramable.

Sayangnya, kondisi tempat yang terbatas membuat pengelola Vert Terre tidak dapat menerapkan protokol jaga jarak secara maksimal. Namun, pemilik berupaya tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti kewajiban menggunakan masker dan menyediakan penyanitasi tangan.

Dengan berfokus pada penjualan produk-produk ramah lingkungan yang memiliki nilai pakai, Tiffani (22) mengaku tidak menjumpai kesulitan yang berarti dalam bersaing dengan kompetitor. “Konsep ramah lingkungan itu kan luas dan dengan target anak muda kami ingin menjual produk yang memang bisa dipakai sehari-hari. Sementara, kompetitor kami lebih banyak fokus pada makanan,” pungkasnya.

Vert Terre memiliki keinginan untuk berkontribusi pada lingkungan secara langsung. Berkolaborasi bersama Lindungi Hutan, mereka membentuk kampanye A Tale of Trees untuk penanaman bakau di Kampung Laut, Cilacap. Untuk rencana jangka panjang, Tiffani (22) mengungkapkan ingin memperluas toko fisiknya dan membuka restoran dengan konsep zero waste.