1000 Guru Jogja: Berbagi, Menginspirasi, dan Rekreasi

Relawan 1000 Guru Jogja berfoto bersama dengan guru-guru dan murid-murid di salah satu SD di Gunung Kidul (21/09/2019).

Oleh: Shaffa Tasyani Renaningtyas

Komunitas 1000 Guru lahir karena keresahan pendirinya terhadap pendidikan di Indonesia yang belum sepenuhnya memadai. Diiringi dengan hobi berekreasi, muncullah gagasan untuk menciptakan komunitas yang kegiatannya mengajar dan berekreasi.

Didirikan pada tahun 2012 oleh Jemi Ngadiono, kini Komunitas 1000 Guru telah tersebar ke 38 kota di Indonesia. “1000 Guru sekarang sudah tersebar di 38 kota, yang pertama itu di Jakarta, kami sebutnya pusat ya, dan yang kedua itu di Yogyakarta,” ucap Adam, wakil ketua Komunitas 1000 Guru Jogja.

Adam menambahkan bahwa Komunitas 1000 Guru memiliki tim internal yang terbagi ke dalam lima divisi. Baik dalam ranah pusat maupun daerah, tim internal selalu dibentuk dan dikhususkan untuk merancang konsep program, seperti survei sekolah dasar, menyusun kurikulum sederhana untuk menjadi acuan relawan yang akan mengajar, survei lokasi pariwisata yang akan dikunjungi, memastikan fasilitas lokasi mengajar dan pariwisata, hingga mempertimbangkan relawan-relawan yang ingin bergabung.

“Di sini (Yogyakarta) tim inti ada sekitar 20 orang, tapi relawan itu biasanya kami hanya terima sedikit, karena menyesuaikan dengan murid-murid sekolahnya,” ujar Adam.

Komunitas 1000 Guru memiliki program TNT (Teaching & Travelling) dan Smart Center yang selalu diselenggarakan tiap tahun. Adam mengatakan bahwa program TNT selalu mendapatkan antusiasme tinggi dari relawan yang ingin bergabung.

Program TNT memberikan kesempatan bagi relawan untuk mengajar ke sekolah dasar, dan menyisakan satu hari untuk berekreasi. Di Komunitas 1000 Guru Jogja, dari ratusan relawan yang mengajukan diri, Adam mengatakan bahwa hanya sekitar 15-20 orang yang bisa diterima, dengan proses pendaftaran dan seleksi online.

Di Yogyakarta sendiri, TNT ke 18 kemarin diadakan di Gunung Kidul. Pelaksanaan diadakan selama 3 hari 2 malam (20-22 September 2019). Panitia dan relawan terpilih menghabiskan waktu sehari untuk mengajar, dan sehari untuk berekreasi.

Salah satunya Hasna, yang merupakan seorang relawan 1000 Guru Jogja tahun ini. Hasna mengaku tertarik untuk mengikuti kegiatan TNT karena memiliki keinginan besar untuk berbagi kepada orang lain. “Aku merasa ingin berbagi dengan yang lain, tapi belum punya cukup materi. Di sisi lain aku bisa ngajar, jadi aku ingin berbagi dengan sesuatu yang aku rasa aku mampu,” kata Hasna.

Hasna (tengah), bersama dengan relawan mengajar 1000 Guru Jogja lainnya (21/09/2019).

Hasna merasa bahwa program mengajar dan rekreasi dari 1000 Guru Jogja akan menjadi daya tarik bagi relawan yang berada di luar Yogyakarta. Hal ini dikarenakan tujuan program ini tidak hanya mengajar, namun juga jalan-jalan ke objek wisata yang telah ditentukan.

Bagi Hasna, mengajar ke sekolah dasar memberikan nilai yang bermanfaat bagi dirinya. Salah satunya menyadari bahwa masih banyak sekolah di luar sana yang kurang memadai baik itu dari segi fasilitas, tenaga kerja, akses, atau bahkan tenaga kerja sekolah itu sendiri.

Pendapat serupa ditekankan oleh Surya, yang juga seorang anggota komunitas peduli edukasi anak-anak bernama Hompimpa. Surya menjabat sebagai ketua Hompimpa periode tahun 2017-2018. Selama berada dalam komunitas, Surya merasa bahwa pendidikan yang belum memadai secara merata ini memang harus dibantu dengan tenaga luar.

“Pendidikan itu tanggung jawab bersama. Bukan hanya tugas pemerintah, tapi kita sebagai masyarakat, yang juga berperan dalam bidang akademis, seharusnya berbagi ilmu dengan mereka yang membutuhkan. Karena pendidikan itu hak semua masyarakat,” ucap Surya.

Pendaftaran relawan 1000 Guru Jogja melalui akun Instagram @1000_gurujogja (11/09/2019).

Adanya kegiatan mengajar seperti yang diadakan oleh 1000 Guru Jogja juga akan membuka kesadaran dan kepedulian khususnya anak-anak muda. Menurut Surya, dengan mengikuti kegiatan mengajar, pengalaman tersebut akan sangat berkesan bagi anak-anak muda. Sehingga untuk kedepannya, semakin kepedulian itu meningkat, semakin tinggi juga kesempatan pendidikan di Indonesia membaik.