Book for Mountain: Perpustakaan di Kaki Gunung Rinjani

Suasana Sekolah Berjalan di SDN 03 Gari, Gunung Kidul, (25/10/15) sebagai agenda bulanan Book for Mountain

Oleh: Muhammad Alzaki Tristi

Yogyakarta, (19/09). Berawal dari Kuliah Kerja Nyata UGM pada 2010 di Lombok Timur, Niniek Febriany, Lambang Wicaksono, dan Khofif mendirikan perpustakaan di kaki Gunung Rinjani bernama Book for Mountain (BfM). Kini BfM telah melaksanakan 17 proyek pendidikan dan membangun 37 perpustakaan di berbagai pelosok negeri.

“Salah satu misi BFM adalah mendekatkan anak-anak melalui buku, volunteer, materi kreatif, dan juga bersinergi dengan warga lokal, membantu generasi muda bisa mengeksplorasi ilmu pengetahuan dan juga tetap cinta kepada desanya,” kata Atin (23), divisi humas BFM. Dalam prosesnya, BFM melakukan proyek besar pembangunan perpustakaan yang idealnya setiap empat bulan sekali. Dalam tahun ini, mereka sudah melaksanakan dua proyek besar, yang pertama di Papua dan kedua di bawah kaki Sumbing.

Sebelum melakukan proyek besar, BFM mengadakan kegiatan sekolah berjalan (Sekber) ke berbagai sekolah dasar di pelosok D.I Yogyakarta. Sekber setiap satu bulan sekali, ditujukan untuk menguji materi edukasi yang nantinya akan diterapkan di proyek besar. Hari Kumpul Buku (HKB) menjadi kegiatan bulanan BFM, “Tujuan besarnya adalah, untuk mengumpulkan donasi buku untuk dikirim ke proyek besar,” kata Atin.

Layaknya sebuah komunitas pada umumnya, BFM berkembang melalui kerjasama setiap anggota dan keinginan untuk bergerak bersama dalam satu tujuan.  BFM memiliki kerja tim yang terlefreksikan dalam pembagian lima divisi; Divisi edukasi, divisi kreasi, divisi perpustakaan, divisi humas, dan divisi SDM. Sebagai divisi edukasi, pemilihan materi untuk sekolah berjalan dan proyek besar harus dipertimbangkan.

“Terkadang tidak semua materi bisa diterapkan ke anak-anak di berbagai daerah, anak yang tinggal dekat dengan perkotaan akan berbeda memahami sebuah materi dibandingkan dengan anak yang tinggal jauh dari kota,” kata Ranisa (22), mantan ketua divisi edukasi BFM. Penyesuaian materi edukasi dalam sekber akan terus dievaluasi sebagai bentuk pematangan sebelum proyek besar.

Persiapan BFM tidak hanya terfokus pada pengembangan materi edukasi saja, namun juga pada persiapan individu setiap anggota BFM. Divisi SDM, memiliki program workshop, seperti  membuat buku untuk anak-anak, bekerja sama dan belajar dari komunitas lain untuk mematangkan persiapan.

Bermain bersama di Sekolah Berjalan BFM di SDN 03 Gari, Gunung Kidul, (25/10/15)

Terbukti sejauh ini, persiapan yang dilakukan BFM selalu menuntut kematangan, seperti proyek besar BFM yang pada akhir bulan Maret lalu mengirimkan empat sukarelawan ke Agandugume, Papua. Kendala seperti sulitnya akses yang hanya bisa dilakukan dengan berjalan kaki selama dua hari dari Sinak, dan dihadapkan pada kondisi cuaca yang buruk, empat sukarelawan BFM pada akhirnya kembali ke Yogyakarta pada 11 April 2017.

Hal lain yang menjadi kendala adalah keterbatasan komunikasi dengan pihak guru Agandugume yang seharusnya bertemu di Sinak. “Buku, dan alat pendukung proses belajar sudah sampai dan dimanfaatkan oleh siswa dan guru Agandugume. Hanya saja kami yang berangkat tidak bisa langsung ke lokasi dan menjalankan proyek seperti biasanya, karena ada beberapa kendala,” kata Soleh, salah satu sukarelawan yang berangkat ke proyek Agandugume.

Batalnya tujuan keempat volunteer BFM mencapai Agan tidak membuat semua rencana materi edukasi menjadi terhenti. “Walaupun gagal menuju Agandugume,  semua barang dan alat hanya bisa sampai di Sinak, yang kemudian anak-anak dan guru-guru di Agan mengambil di Sinak. Kami siapkan video dan catatan untuk memandu guru-guru di Agan untuk menjalankan kegiatan yang seharusnya kami lakukan di Agandagume,” kata Soleh.

Hadirnya komunitas BFM dapat menjadi awal bagi munculnya semangat-semangat untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dunia pendidikan anak di Indonesia. Semboyan “We love kids, we love books, we adore Indonesia” akan terus diperjuangkan BFM oleh setiap anggotanya.