Budaya Bertutur Mulai Menurun, Rumah Dongeng Mentari Berusaha Meningkatkannya Kembali

Acara Pagelaran Dongeng Jogja (9/12/17) (sumber: instagram.com/rumahdongengmentari)

oleh: Putri Laksmi Nurul Suci

Saat ini, banyak pihak khawatir budaya bertutur atau budaya mendongeng untuk anak-anak mulai berkurang. Rumah Dongeng Mentari berupaya menguatkan kembali budaya mendongeng dengan memfasilitasi orang-orang yang tertarik akan dunia dongeng.

Rona, Ayu, dan Arum, tiga bersaudara dari Yogyakarta, sedang berusaha untuk terus meningkatkan minat masyarakat akan dunia dongeng. Dengan tujuan awal untuk membuat anak-anak di sekitar kampung mereka bahagia, mereka pun mendirikan Rumah Dongeng Mentari di Condongcatur pada 2 Agustus 2010.

Awalnya, Rumah Dongeng Mentari menjadi tempat singgah anak-anak untuk belajar sambil bermain. Pada saat itu, “Pasukan Rumah Dongeng Mentari”, sebutan bagi anak-anak yang berkunjung ke sana, melakukan kegiatan seperti menggambar, melukis, membuat puisi, bermain musik, dan lain-lain.

“Yang penting anak-anak senang, dan kami yang dikunjungi pun juga senang. Kita ingin belajar bersama, dan juga menyinari bersama,” kata Ayu Purbasari yang akrab disapa Ayu (30/3).

Dongeng atau story telling sangat berguna untuk penanaman moral bagi anak-anak di masa kanak-kanaknya, yaitu usia 5-12 tahun. “Dongeng dapat merangsang dan memberikan stimulasi bagi anak-anak. Yang distimulasi di sini adalah cara berpikir dan berimajinasi anak-anak sesuai dengan dongeng yang disampaikan,” ujar Dina Wahida (23/3), seorang psikolog anak.

Menurut Dina, dongeng juga sangat efektif untuk membentuk perilaku empati bagi anak. Dengan menambahkan gambaran emosi di dalam dongeng, bukan hanya memori kognitif saja yang bisa mengingat, tetapi juga memori perasaan dari seorang anak.

Sebagai psikolog anak, Dina menyayangkan adanya penurunan dalam budaya mendongeng pada masyarakat saat ini.

Balya, seorang remaja penyuka dongeng menyatakan bahwa ia sudah termasuk jarang melihat buku-buku dongeng diproduksi kembali. “Banyak orang menganggap fiksi itu tidak bisa memberikan ilmu yang beragam. Padahal banyak sekali pelajaran yang bisa kita dapatkan dari fiksi khususnya dongeng,” ujar Balya (3/4).

Untuk mempertahankan Rumah Dongeng Mentari, tak urung Ayu dan kedua saudaranya jatuh bangun mempertahankannya. “Rumah Dongeng Mentari sempat vakum selama 2 tahun. Hal ini dikarenakan belum adanya orang, belum adanya konsep secara matang, dan juga biaya yang belum kuat,” ujar Ayu.

Untuk meningkatkan kembali nama Rumah Dongeng Mentari, mereka bertiga mulai membuat acara yang bertujuan untuk mengundang massa yang banyak, sehingga Rumah Dongeng Mentari pun semakin dikenal.

Acara Pagelaran Dongeng Jogja (9/12/17) (sumber: instagram.com/rumahdongengmentari)

Acara yang baru saja digelar yaitu Pagelaran Dongeng Jogja, bagian dari Awicarita Festival 2017 yang dilaksanakan pada 9 Desember 2017 di Hutan Pinus Mangunan, Bantul. “Mencari orang untuk ikut awalnya sangat susah, tetapi Alhamdulillah peserta Pagelaran Dongeng Jogja lumayan banyak dan ramai massanya” ujar Ayu.

Bukan hanya mengadakan acara personal, Rumah Dongeng Mentari terkadang juga diundang untuk berkolaborasi dengan acara lain yang berhubungan dengan dunia mendongeng. Seperti acara Yogyakarta Kids Read Festival yang diadakan pada 6 Mei 2018.

Acara Yogyakarta Kids Read Festival di Benteng Vredeburg yang mengundang Rumah Dongeng Mentari (6/5)

Ayu menjelaskan bahwa Rumah Dongeng Mentari saat ini lebih berfokus untuk memfasilitasi orang-orang yang hobi mendongeng. Ia mengatakan bahwa sudah ada 100 orang lebih yang mengikuti komunitas dongeng ini.

Kegiatan yang kerap mereka lakukan yaitu Kelas Mendongeng yang dilakukan sesekali. “Saat ini, saya dan teman-teman sukarelawan sedang berfokus untuk acara di bulan April nanti, Jogja Story Telling Circle,” ujar Ayu.

Kini, tiga bersaudara ini optimistis untuk melestarikan dan mempopulerkan kembali budaya bertutur kepada masyarakat luas. “Kita bisa menjadikan dongeng sebagai media untuk mengajari tanpa menggurui,” tutup Ayu.