Indie Book Corner: Wujud Semangat Penerbit Indie

Kantor Indie Book Corner berada di lantai dua Dongeng Coffee, Jalan Wahid Hasyim No. 3, Caturtunggal, Sleman (22/2).

Oleh: Diatami Muftiarini

YOGYAKARTA, WARGAJOGJA.NET – Indie Book Corner (IBC)penerbit indie yang lahir dari komunitas penggiat buku di Yogyakarta, menyemarakkan aktivitas perbukuan sejak tahun 2009. IBC membantu para penulis pemula maupun senior untuk menerbitkan buku secara mandiri, yakni dengan biaya cetak dari penulis sendiri.

IBC kerap giat berkontribusi dalam helatan perbukuan, seperti Pasar Buku Indie, Pekan Buku Indie #1, Kampung Buku Jogja #1 dan #2 yang diadakan di Foodpark UGM, dan beragam acara apresiasi karya bagi para pembaca dan penulis.

Februari lalu IBC bersama dengan Kampung Buku Jogja (KBJ) dan CEO Rajawali Indonesia Communication, Anas Syahrul Alimi, menggelar festival bertajuk MocoSik yang bertempat di Jogja Expo Center. Ini sebuah festival dengan konsep buku dan musik berskala nasional pertama di Indonesia.

Atmosfer perbukuan di Yogyakarta yang kental, terlebih banyak terlahir komunitas maupun penerbit mandiri, menjadi alasan mengapa MocoSik diadakan pertama kali di Yogyakarta.

Mereka bergabung dan bergerak bersama dalam Kampung Buku Jogja. Irwan Bajang selaku Pemimpin Redaksi Indie Book Corner, ketika ditemui di kantor IBC jalan Wahid Hasyim No. 3, Caturtunggal, Kabupaten Sleman (22/2) menjelaskan antusiasme pengunjung lebih 2000 pengunjung per harinya menggambarkan minat besar masyarakat untuk membaca, terlebih pada generasi milenial yang jadi singgungan MocoSik.

Ini helatan perbukuan yang tidak biasa, menggabungkannya dengan kultur musik yang tengah populer saat ini. Pendorongnya adalah kejenuhan pada helatan perbukuan nasional yang melulu tentang buku berdiskon saja. Helatan yang seperti itu tidak lagi dapat menarik pengunjung untuk datang dan membaca, terlebih jika targetnya adalah generasi milenial yang cenderung mudah bosan dan menginginkan sesuatu yang baru.

Keterlibatan IBC pada banyak acara perbukuan sebelumnya juga menjadi landasan IBC dipercayai memegang acara berskala nasional seperti MocoSik. “Banyak tawaran yang datang kepada kami, sebagai pembicara dan membuka stand buku. Kami selalu berusaha untuk menerima setiap tawaran tersebut, meskipun tidak dapat hadir kami akan menawarkan diri sebagai media partner atau memberikan produk buku IBC. Dengan cara tersebut, nama IBC semakin dikenal oleh berbagai organisasi, komunitas, kelompok, dan individu yang tertarik dengan perbukuan,” kata Irwan Bajang (22/2).

Situasi kerja di kantor Indie Book Corner (22/2).

Peningkatan signifikan dari tahun sebelumnya menggiring IBC pada tahapan yang lebih menantang, bagaimana ia sebagai penerbit indie dapat terus eksis di tengah carut-marut perbukuan Indonesia. “IBC ingin selalu menjadi lebih baik setiap harinya. Karena kami adalah penerbit, maka tantangannya berupa peningkatan dalam melayani penulis dan pembaca,” kata Irwan Bajang. “Untuk para pembaca kami berusaha mengirimkan buku lebih cepat, solusinya kami menambah mesin cetak. Dan untuk penulis kami berusaha untuk mendampingi mereka lebih baik.”

Salah satu penulis itu adalah Kezia Alaia menerbitkan buku kumpulan puisinya Bicara Besar, menceritakan awal perkenalannya dengan IBC. “Pertama kali mengetahui IBC dari buku terbitannya yang ada di toko buku POST, Pasar Santa, Jakarta,” kata Kezia Alaia (7/3). Ia sebelumnya juga mengontak penerbit lainnya. Kezia mengaku pihak IBC sangat responsif, tidak seperti penerbit lainnya yang ia hubungi. “Komunikasi dengan IBC lancar. Kami berbalasan e-mail dan tidak pernah bertemu, karena posisi saya di Jakarta,” kata Kezia Alaia.

Usaha-usaha tersebut ialah wujud loyalitas dan spirit IBC bergerak dalam lini perbukuan indie. Loyalitas untuk memuaskan penulis dan pembacanya, sekaligus spirit branding penerbit indie untuk melahirkan diversifikasi tema yang tidak biasa ada di pasaran buku. Hal ini diperkuat dengan keterangan Pringadi Abdi Surya, chief editor Penerbit Exchange pada Selasa (14/3). “Semangat perbaikan terus-menerus dilakukan oleh IBC. Mereka menyiapkan ilustrator sampul buku yang siap mendengarkan keinginan penulis. Kualitas kertas dan ukuran buku makin bagus. Mungkin karena sekarang sudah punya mesin cetak sendiri.”