Ketjilbergerak: Upaya Anak Muda Membawa Perubahan Sosial

Momen dalam agenda Sekolah Kota Sumber: akun @ketjilbergerak (9/9/19)

Oleh: I Dewa Ayu Diah Purwaningrum

Tuai penghargaan “Best Community Movement”, Ketjilbergerak dengan konsisten memanfaatkan seni sebagai media kolaborasi untuk suarakan kritik sosial berbasis pemuda. KPK dan Kementerian Desa menjadi lembaga negara yang pernah bekerja sama dengan Ketjilbergerak untuk mewujudkan jaringan Angkatan Perubahan.

Idealis, konkret, dan autentik menjadi tiga kata untuk menggambarkan Komunitas Ketjilbergerak. Berdiri di tahun 2006, sekumpulan purna mahasiswa ISI dan Sanata Dharma merasa jenuh akan kritik sosial yang dituangkan melalui tulisan. Mereka kemudian bereksplorasi dengan penyampaian pesan yang lebih asyik, yakni seni.

“Dengan kesenian, diskusi menjadi cair ketika ngomongin yang sensitif,” kata Greg, Pelopor Ketjilbergerak.

Salah satu contohnya adalah kasus intoleransi yang membuat Yogyakarta berkabung sepanjang tahun 2016-2017. Di tahun yang sama, Ketjilbergerak memilih untuk merespons dengan gerakan sosial baru bernama “Jogja Mbhinneka”. Alih-alih demonstrasi turun ke jalan, Ketjilbergerak menggunakan media seni pameran, mural, lagu, dan kegiatan kesenian kolektif.

“Jogja Mbhinneka” menekankan pada vitalnya peran generasi milenial dalam memaknai permasalahan sosial yang sedang berkembang di masyarakat. Mereka diajak untuk memahami makna keberagaman yang lebih luas.

Salah satu kompetisi dalam “Jogja Mbhinneka” Sumber: akun @ketjilbergerak (9/9/19)

Penggunaan pendekatan tak biasa membuat Kompasiana dan Tribun Jogja menganugerahi Ketjilbergerak dengan penghargaan “Best Community Movement” atas kampanye kebhinekaan pada tahun 2017.

Kerja sama dengan Lembaga Negara

“Youth Camp 2015: Energi Mudamu, Senjatamu!” merupakan program pertama kolaborasi Ketjilbergerak bersama dengan KPK. Tujuannya untuk membentuk Angkatan Perubahan melalui platform jaringan. Youth Camp lantas menjadi program tahunan. Cara ini memungkinkan setiap anggota dan komunitas untuk memperluas relasi nasional.

Foto Bersama kegiatan Youth Camp 2016 Sumber: akun @ketjilbergerak (9/9/19)

Ketjilbergerak juga bekerja sama dengan Kementerian Desa untuk menyelenggarakan Sekolah Pemuda Desa yang dimulai pada tahun 2017. Tujuannya mengajak pemuda untuk berpartisipasi aktif dalam gerakan sosial berbasis desa. Pemuda juga diajarkan untuk terlibat dalam monitoring dana desa.

Perjalanan Ketjilbergerak

Ketjilbergerak terinspirasi dari majalah Zine lama yang memiliki judul serupa. Pelopor utama Ketjilbergerak, Greg dan Vanie, merasa jarak antara mahasiswa dan masyarakat di Yogyakarta pada saat itu masih sangat jauh. Momentum itu dirasa tepat untuk membentuk sebuah komunitas yang bertujuan untuk mengisi kesenjangan.

Seiring waktu, Ketjilbergerak masih belum puas dengan kegiatannya yang bersifat pasif (searah). Hingga tahun 2012, mulai terpikir untuk membuat aksi sosial kolektif dengan berdiskusi ke desa-desa. Melalui musyawarah dan gotong royong, pemuda desa diajak untuk turut berperan dalam pemecahan masalah pada saat itu.

Sejak saat itu, puluhan kegiatan non-profit seperti pameran, workshop, diskusi, kompetisi, festival, berhasil diselenggarakan. Anggota turut berkembang meliputi pemuda lintas kampung, desa, serta kampus di sekitar.

Meski jauh berkembang, Ketjilbergerak tetap mengakarkan dirinya sebagai komunitas yang masih kecil (baca: sederhana), dan terus bergerak.

Dalam menopang biaya kegiatannya, Ketjilbergerak menjual ragam merchandise sebagai kas. Sehingga tiap anggaran kegiatan dibuat seminim mungkin. Salah satu contohnya adalah kelas workshop pemanfaatan teknologi informasi sebagai upaya pemajuan promosi produk desa oleh pemuda Desa Gari.

“Pemateri yang hadir seperti Arif Budiman justru mengisi kelas secara sukarela,” kata Greg.

Sekilas mengenal Ketjilbergerak (10/09/19)

Keanggotaan yang Fleksibel

Predikat komunitas nasional tidak membuat Ketjilbergerak menjadi kaku untuk urusan keanggotaan. Mereka tetap konsisten dengan suasana komunitas yang informal, cenderung santai, dan fleksibel. Jika ingin menjadi anggota, cukup datang dan langsung terlibat sehingga banyak anggota terdahulu yang masih berpartisipasi.

“Menariknya, tak hanya menjadi komunitas Ketjilbergerak juga menjadi jaringan,” Kata Bram, anggota Ketjilbergerak sejak tahun 2014.

Ketjilbergerak Kini dan Nanti

Pada tahun 2019, Ketjilbergerak memiliki program baru bersifat non-profit bernama Dapoer Bergerak. Suatu gerakan memasak setiap sebulan sekali untuk dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Tim Dapoer Bergerak membagikan hasil masakan
Sumber: akun @ketjilbergerak (9/9/19)

Selain kegiatan non-profit, Greg mengatakan bahwa Ketjilbergerak ingin mengembangkan basis ekonomi melalui koperasi. Mereka kemudian membuat koperasi bernama “Panganan” yang menjual makanan olahan rempah via daring melalui akun Instagram @p.a.n.g.a.n.a.n. Selain untuk dana usaha, pemilihan rempah juga dipandang sebagai upaya pelestarian warisan budaya Indonesia.

Rangkaian program Ketjilbergerak dibalut dengan tujuan sosial dan kebudayaan. Dengan sekian program dan prestasi yang didapat, tak membuat Ketjilbergerak merasa telah berhasil, khususnya solusi masalah ekonomi.

“Kami memang belum bisa memberikan solusi ekonomi. Sedikit yang berhasil tapi banyak yang masih kurang,” kata Greg.