Komunitas Suling Bambu Nusantara: Mendekatkan Suling kepada Warga Yogya

Anggota komunitas mengajari warga bermain Suling secara gratis, di Sendan Bagusan Senuko, Godean, (22/2/17),  sebagai salah satu agenda bulanan KSBN.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Oleh: Swita Memorita Sitanggang

Berawal dari mengamen dengan suling bambu di jalanan, Agus Budi Nugroho atau akrab dipanggil Agus Patub BN, membentuk Komunitas Suling Bambu Nusantara pada 20 Mei 2004 di Yogyakarta.

Dengan semangat mengangkat kembali keberadaan suling bambu, sebagai salah satu alat musik asli Indonesia, komunitas yang awalnya hanya terdiri dari 7 orang ini, kini telah berkembang memuat 38 anggota aktif, dan berjejaring dengan banyak komunitas di DIY.

“Salah satu misi KSBN adalah melestarikan permainan suling bambu yang mulai punah di Indonesia, serta semakin tergeser oleh suling plastik atau alat musik tiup bernama recorder yang pada dasarnya berasal dari Jepang. Suling non-bambu ini yang justru dipakai di berbagai sekolah, bukan suling bambu untuk menghidupkan para pengrajin bambu kita,” kata Frida, anggota aktif KSBN sejak 2014.

Kegiatan rutin KSBN adalah blusukan ke berbagai tempat di DIY untuk mengajarkan bermain suling dan membagikan suling secara gratis kepada anak muda hingga lansia.

 

Anggota KSBN berlatih bersama di Pendopo Ambarukmo (9/4/18).

Selain itu, KSBN juga kadang mengadakan konser atau festival, antara lain, festival Purnama Seruling Panataran, Festival musik bambu Nusantara IV (Sabuga Bandung), Finalis “30 detik jadi bintang” (Global TV), Stasiun Tugu “Mengenang Chairil Anwar”, dan konser tunggal KSBN.

Rizka Norvadillah, Ketua KSBN, sekaligus penanggungjawab kegiatan blusukan ini menuturkan, bahwa dalam gerakannya, KSBN telah menjangkau ribuan orang di desa, dengan melakukan konser warga yang sudah dilakukan minimal di 10 desa pada tahun ini.

KSBN juga sering mengadakan “konser rumah” yang biasanya disaksikan oleh anggota KSBN sendiri, yaitu dengan memainkan karya-karya asli yang dibuat para anggota, dan tidak jarang menciptakan alunan bersama-sama.

Setelah itu, KSBN juga berkumpul dan berlatih setiap Senin sore, pukul 16.00 di Pendopo Ambarukmo untuk kemudian dapat meng-agendakan kegiatan konser, undangan acara, dan sebagainya.

Frida, anggota aktif KSBN, juga mengungkapkan bahwa target orang-orang yang ingin dijangkau dalam komunitas ini adalah warga awam yang memang masih buta tentang seruling, agar alat musik tradisional dan hasil alam negeri ini tetap lestari.

“Suling bambu juga memiliki beragam fungsi, yaitu fungsi olah rasa, olah pernapasan, sebagai alat terapi, dan ada juga suling bambu di Lombok untuk memanggil dewa, serta di adat suku Batak, biasanya digunakan untuk mengiringi prosesi pemakaman, ” kata Ayun, Divisi Humas KSBN.

Saat ini, banyak komunitas dari berbagai desa di Yogyakarta yang kerap terlibat berlatih dan berkegiatan bersama KSBN, antara lain, Bahana Desa (Godean), Rumpun Gita Musika (Ngaglik), Gita Bambu Asri (Turi), Nada Suara Pring Kadirojo (Kalasan), dan Komamutu (Mungaran).