Perpustakaan Jalanan DIY: Membangun Melalui Lapak Baca Gratis di Desa-Desa

Diskusi dan bedah buku “Gie dan Surat-Surat Yang Tersembunyi” di Pelataran Tugu Jogja (15/9).

Oleh: Revina Meika Najmah

Terbatasnya fasilitas baca bagi masyarakat Yogyakarta membuat Monica dan beberapa kawannya membentuk Perpustakaan Jalanan DIY pada  Mei 2017.

Perpustakaan Jalanan DIY merupakan komunitas yang bergerak di bidang literasi, dengan agenda utama menyediakan lapak baca gratis yang dibuka setiap hari Jumat di Pelataran Tugu Yogyakarta pukul 16.00-22.00 WIB.

Mereka juga mengadakan bedah buku setiap dua minggu sekali serta secara rutin membuka lapak baca gratis di desa-desa pada minggu terakhir setiap bulannya.

Berangkat dari kekhawatiran akan keterbatasan fasilitas baca bagi masyarakat Yogyakarta, Monica dan dua belas penggagas lainnnya yang sebelumnya sama-sama menggeluti bidang literasi kemudian tergerak untuk menginisiasi satu gerakan besar di bawah payung organisasi yang sama, yaitu Perpustakaan Jalanan DIY.

“Karena tujuan kami sama, bahwa melalui bacaan, pembaca dapat sadar akan realita yang terjadi di sekitar mereka yang kemudian dapat melakukan suatu aksi nyata,” kata Monica, salah satu inisiator Perpustakaan Jalanan DIY (15/9).

Perpustakaan dengan konsep lapak baca gratis memang sudah banyak ditemukan di beberapa kota di Indonesia, seperti Lampung, Tanjung Pinang, Bandung, Purbalingga, dan sebagainya. Bahkan di Yogyakarta, konsep serupa dapat ditemukan di beberapa tempat berbeda. Namun, dari sekian banyak komunitas yang sejenis, Perpustakaan Jalananan DIY menawarkan konsep berbeda melalui lapak baca gratis yang setiap bulan dihadirkan di desa-desa.

Sejak membuka lapak baca pertama pada 12 Mei 2017, Perpustakaan Jalanan DIY secara konsisten telah mengunjungi empat desa untuk membuka lapak baca gratis setiap bulannya. Desa-desa tersebut antara lain: desa Tegalmojo, Badran, Jetis, dan Demakan Baru. Pemilihan lokasi desa didasarkan pada tingkat kepadatan penduduk dan rendahnya fasilitas baca yang ada pada desa tersebut.

Beni Triyono selaku Ketua RT 51 Desa Badran yang wilayahnya sempat dikunjungi oleh Perpustakaan Jalanan DIY merasa sangat terbantu dengan keberadaan mereka. Terlebih wilayahnya yang banyak dihuni oleh anak jalanan dan masyarakat kurang mampu sangat minim fasilitas baca dari pemerintah.

“Keberadaan komunitas semacam ini sangat membantu. Terlebih untuk memotivasi anak agar tetap gemar membaca tanpa mempedulikan kondisi ekonomi mereka,” kata Beni, (19/9) saat ditemui di rumahnya di desa Badran. Beni berharap komunitas semacam ini dapat mengunjungi desa-desa lainnya dengan kondisi serupa agar tingkat literasi di Yogyakarta dapat terus meningkat.

Hingga saat ini, Perpustakaan Jalanan DIY telah memiliki tiga ratus buah buku hasil sumbangan dari para donatur. Buku-buku tersebut terdiri dari berbagai genre, mulai dari novel, biografi, hingga buku-buku pergerakan. Mereka dikelola oleh para anggota komunitas yang sampai saat ini berjumlah empat puluh orang. Jumlah tersebut terus meningkat seiring semakin dikenalnya Perpustakaan Jalanan DIY di tengah para pegiat literasi dan masyarakat Yogyakarta.

Aulia Zahra, salah seorang pembaca yang datang pada lapak baca Jumat lalu (15/9) menuturkan, ia sangat merasakan manfaat dari bacaan-bacaan yang disediakan oleh Perpustakaan Jalanan DIY. Meskipun Aulia baru pertama kali berkunjung, buku-buku yang disediakan berhasil memenuhi ekspektasinya.

“Buku-buku di Perpustakaan Jalanan DIY rata-rata bukan seperti buku-buku yang disediakan di perpustakaan biasa. Dengan datang ke lapak baca ini, bahan bacaan saya jadi bertambah dan hal itu membantu saya untuk membuka wawasan lebih luas. Terlebih lagi buku-buku di sini dapat dipinjam dengan prosedur yang tidak ribet,” kata Aulia, saat ditemui di sela-sela kegiatan membacanya (15/9).

Meskipun telah melaksanakan program kerja secara rutin, Perpustakaan Jalanan DIY baru akan melangsungkan launching pada tanggal 30 September 2017 bertepatan dengan diperingatinya G30SPKI. Dengan diperkenalkannya secara resmi, Perpustakaan Jalanan DIY berharap dapat lebih banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, seperti pemerintah, masyarakat, maupun pegiat literasi lainnya.