YukNonton! Ajak Warga Yogya Lebih Mengapresiasi Film

Reza, penggerak YukNonton! dalam Pemutaran Hari Film Nasional KDM #2 Marginalia (30/3) di Loop Station
Reza, penggerak YukNonton!, dalam Pemutaran Hari Film Nasional KDM #2 Marginalia (30/3) di Loop Station

oleh Nisa Nuraini Hastyanti

Meski baru berjalan satu tahun, komunitas YukNonton! telah konsisten melakukan pemutaran film gratis  dengan harapan makin banyak warga yang mengapresias karya sineas Yogyakarta. Meski hanya digerakkan oleh sembilan orang, YukNonton! memiliki cita-cita mengajak lebih banyak warga untuk menonton film, terutama mereka yang tak punya cukup akses menonton.

Yogyakarta merupakan sebuah lahan subur bagi industri perfilman di Indonesia.  Banyak sineas yang berasal dari Yogya, rumah produksi yang berkembang di sini, dan festival-festival akbar yang digelar di kota ini. Di awal 2015, Reza, mahasiswa Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia Yogyakarta sekaligus pembuat film independen merasa bahwa Yogyakarta perlu sebuah wadah yang menyediakan pemutaran secara reguler. Dengan mengajak tiga temannya, ia mendirikan komunitas YukNonton! dan menggelar pemutaran perdananya pada 10 Januari 2015.

“Di Yogyakarta, festival-festival besar seperti JAFF, FFD selalu ada tiap tahun. Tapi kenapa belum ada yang bikin pemutaran reguler secara rutin? Dari sini kami membentuk YukNonton! dengan kami setiap bulannya memutar film-film sineas Yogyakarta, baik itu dari komunitas kampus atau umum,” ujar Reza yang ditemui pada (30/3) Klub DIY Menonton #2.

YukNonton! awalnya bekerja sama dengan komunitas-komunitas film yang ada di kampus se-Yogyakarta dan memutarkan film-film mereka secara cuma-cuma. “Target audiens kami awalnya siapapun yang tertarik nonton film, tapi hingga sekarang mayoritas penonton masih dari teman-teman mahasiswa,” tambah Reza.

Pemutaran YukNonton! hingga kini tetap berlangsung dengan jadwal yang fleksibel, menyesuaikan dengan kesibukan anggotanya. Selain mengadakan pemutaran reguler bulanan, YukNonton! juga bekerjasama dengan SiMAMAT, Paguyuban Filmmaker Yogyakarta, dan SAAP dalam menyelenggarakan kegiatan Klub DIY Menonton (KDM).

Reza mengatakan, “2016 merupakan tahun kedua Klub DIY Menonton, tahun kemarin namanya masih Bioskop Rakyat. Di tahun ini rencananya akan ada dua belas sesi pemutaran mulai bulan ini sampai November. Karena acara ini kolaborasi antara empat komunitas, tiap komunitas wajib menyumbang tiga program pemutaran.”

Pada 2016 ini, program-program KDM memiliki tema besar “Peristiwa, Sinema, dan Wacana”. Tema ini dipilih karena dinamika sinema relatif fleksibel untuk dikelola dan dibaca melalui potensi peristiwa dan wacana yang melingkupi latar kehadirannya.

Program pemutaran kolaborasi antara YukNonton! dengan tiga komunitas film lain.
Program pemutaran kolaborasi YukNonton! dengan tiga komunitas film lain.

Pada program pemutaran untuk memperingati Hari Film Nasional kemarin, Marginalia dipilih menjadi tajuk utama program. Dengan menyuguhkan dua slot berisikan screening dan diskusi, Marginalia dapat dikatakan cukup sukses melihat antuasiasme audiens yang datang malam itu. Ada hampir 200 orang yang memadati Loop Station, Jl. Malioboro km 0 yang menjadi lokasi penyelenggaraan Marginalia.

“Saya sangat senang dengan kegiatan pemutaran alternatif seperti ini. Selain dekat dengan kami (mahasiswa), program ini hemat dan sangat insightful. Kami jadi bisa bertanya langsung kepada filmmaker tentang teknis atau sekedar jalan cerita film. Harapan saya, pemutaran alternatif di Yogyakarta makin berkembang lagi agar masyarakat juga semakin mengerti film,” ujar Ifa, salah satu pengunjung Marginalia.

Bowo Leksono, salah satu direktur Festival Film Purbalingga yang ditemui pada (27/3) di Temu Komunitas Film Indonesia, Purwokerto menuturkan, “Suatu komunitas itu dapat kuat bertahan bukan karena kuantitas namun pada kualitas yang bisa terbentuk dengan konsistensi komunitas menjalankan programnya,” ketika ditanya tentang perkembangan komunitas film sekarang ini.

Reza menambahkan bahwa geliat perfilman di Yogyakarta semakin menggebu tahun ini. “Industri film lebih mengarah ke Yogya sebagai pusat kedua setelah Jakarta,” katanya.

Tak ada alasan bagi Reza untuk berhenti mengajak orang-orang Yogyakarta menonton film. “Yogyakarta itu wadah yang pas untuk tumbuh  kembang film. Jadi masyarakatnya harus tahu dan syukur-syukur bisa ikut berpartisipasi mendukung perfilman, salah satunya dengan lebih apresiatif pada film lokal lewat menonton dan mendiskusikan film tersebut,” kata Reza.