11 Fakta tentang Erupsi Gunung Agung

Gunung Agung saat mengeluarkan abu dan asap pada 21 November 2017 (foto: Tirto.id).

Oleh: Kurnia Putri Utomo

Setelah letusan mengerikan pada 1963, Gunung Agung kembali meletus pada 21 November 2017 pukul 17.05 WITA. Erupsi tersebut terhitung sebagai rangkaian letusan pertama dan memungkinkan adanya letusan selanjutnya. Letusan Gunung Agung berdampak besar pada sejumlah hal, mulai lingkungan, transportasi, hingga ekonomi. Berikut 11 fakta tentang dampak erupsi Gunung Agung.

 

  1. Karakteristik erupsi
Abu Gunung Agung memiliki dua warna. (foto: Twitter @Sutopo_BNPB)

Rangkaian letusan pertama Gunung Agung terjadi pada 21 November 2017. Letusan tersebut berlanjut pada aktivitas Gunung Agung lainnya. Kepala Bidang Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), I Gede Suantika membenarkan Gunung Agung melontarkan bebatuan dari kawahnya pada 28 November 2017. Selain itu ada ada dua warna abu dalam letusan kali ini. Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan munculnya dua warna di kawah karena ada dua lubang kawah. Warna putih muncul karena adanya kandungan zat solfatara.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan, letusan Gunung Agung pada 21 November 2017 terlihat mengeluarkan asap tebal yang membumbung tinggi karena jenis erupsinya adalah freatik. Letusan freatik tidak terlalu bahaya dibanding letusan magmatik. Namun Kepala PVMBG Kasbani di Pos Pantau Gunung Agung Desa Rendang, Karangasem menjelaskan bahwa pada 30 November 2017 Gunung Agung mengalami tremor terus menerus selama 24 menit. Hal ini menandakan Gunung Agung memasuk fase  erupsi magmatik.

Aktivitas vulkanik Gunung Agung mulai terpantau sejak pertengahan September 2017. Aktivitas magma selalu diukur untuk memperkirakan waktu erupsi. Berikut data perkembangan aktivitas Gunung Agung.

Data aktivitas magma sejak pertengahan September 2017. (foto:Reuters)

Pemerintah menyediakan layanan siaran langsung aktivitas Gunung Agung dengan dukungan perusahaan operator telekomunikasi seluler, Telkomsel.

  1. Dampak bagi lingkungan sekitar
Sejumlah warga menonton aliran lahar dingin di kawasan rawan bencana Sungai Yeh Sah, Karangasem, Bali. (foto:Antara)

Jumlah pengungsi hingga 29 November 2017 mencapai 43.358 jiwa. Pengungsi tersebut berasal dari 22 desa dari 9 kabupaten yang terdampak letusan Gunung Agung. Desa tersebut harus ditinggalkan warga karena berada dalam zona rawan bencana. Kepala Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan potensi kerugian akibat terbengkalainya ternak dan lahan pertanan capai Rp 100 miliar. Sedangkan potensi kerugian akibat warga kehilangan pekerjaan capai Rp 204,5 miliar.

Lahar dingin Gunung Agung juga merusak lahan persawahan warga yang berada di dekat sungai Yeh Sah, Desa Batusesa, Kecamatan Rendang, Karangasem. Lahar dingin tersebut berasal dari lereng sebelas selatan Gunung Agung yang mengalir ke aliran sungai. Mengenai fenomena lahar dingin, Kepala Bidang Mitigasi PVBMG, I Gede Suantika mengimbau warga agar tidak mendekati lahar dan berhati-hati ketika beraktivitas di dekat sungai.

Dampak negatif letusan Gunung Agung untuk lingkungan sekitar adalah merusak tanaman, penyebab kematian hewan ternak, dan gangguan kesehatan (pencernaan, pernafasan, dan penglihatan). Namun letusan Gunung Agung juga berdampak positif yakni menurunkan tingkat keasaman tanah, mengurangi hama & gulma, menjernihkan air dan meningkatkan ketersediaan bahan material bangunan.

 

3. Dampak bagi lingkungan global

Persebaran CO2 Gunung Agung. (foto: Twitter @NOOA_satellites)

Letusan Gunung Agung berdampak pada pendinginan global.  Letusan Gunung Agung kali ini dipredikisi mengurangi temperatur permukaan bumi sebanyak 0,1 hingga 0,2 derajat selsius antara tahun 2018 hingga 2023.

Chris Colose, ilmuwan NASA melalui akun twitternya menjelaskan besarnya pengaruh letusan gunung terhadap pendinginan global sangat bergantung pada banyaknya material (abu & gas) yang dikeluarkan. Perlu cukup material menyentuh stratosfer dan erupsi sulfur yang banyak untuk menimbulkan pendinginan global. Jika syarat tersebut terpenuhi akan terjadi pendinginan di troposfer dan penghangatan di stratosfer.

 

  1. Pengaruh bagi wisatawan
Layanan turis di Bandara Ngurah Rai, Bali  (foto: Antara).

Setelah bandara internasional Ngurah Rai ditutup selama dua hari, pada 29 November 2017 kegiatan penerbangan sudah kembali beroperasi.  Pemerintah setempat memberikan opsi bagi wisatawan yang ingin meninggalkan Bali. Mereka bisa menggunakan kapal fery menuju Banyuwangi lalu ke bandara terdekat. Bisa juga menggunakan kapal fery ke Lombok, namun beberapa kali bandara internasional Lombok juga menutup penerbangan. Para turis yang terdampak oleh peristiwa meletusnya Gunung Agung juga dapat menikmati fasilitas menginap gratis pada hotel yang tergabung dalam Asosiasi Hotel dan Restoran Indonesia.

  1. Pengaruh bagi transportasi
Situasi di bandara internasional Lombok. (foto: Kumparan)

Letusan Gunung Agung awalnya belum berdampak pada transportasi udara di Bali dan sekitarnya. Pada 22 November 2017, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Agus Santoso mengatakan belum ada gangguan abu vulkanik di Area bandara Ngurah Rai. Seiring meningkatnya aktivitas Gunung Agung, bandara Ngurah Rai resmi ditutup pada 27 November 2017. Penutupan tersebut masih berlangsung hingga  tanggal 29 November 2017. Namun ada pengumuman dari pihak Bandara Ngurah Rai bahwa bandara beroperasi kembali pada 29 November 2017.

Tidak hanya bandara Ngurah Rai, bandara internasional Lombok juga ditutup pada 26 November 2017. Padahal bandara ini tidak terkena abu vulkanik. Salah satu alasan yang membuat bandara ini ditutup yakni antisipasi jalur penerbangan yang ditutupi abu vulkanik. Pada 27 November 2017, bandara internasional Lombok kembali dibuka setelah mempertimbangkan data metereologi dari Lombok International Airpot (LIA).

Mengenai penutupan beberapa penerbangan, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan memberikan alternatif bagi wisatawan yang ingin meninggalkan bali. Disedikan 100 bus untuk menjemput  wisatawan dari Bandara Ngurah Rai. Mereka dapat menggunakan kapal fery menuju Banyuwangi, lalu naik kereta api ke Surabaya.

  1. Nasib pengungsi
Kondisi pengungsi Gunung Agung. (foto: Antara)

Beberapa warga menolak diungsikan karena alasan spiritual dan pemahaman masyarakat atas erupsi. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan  sebagian masyarakat menganggap bahwa erupsi Gunung Agung adalah peristiwa spiritual sehingga mereka memasrahkan diri sepenuhnya pada kekuasaan Tuhan. Ada juga yang menolak diungsikan dengan alasan menjaga ternak, lahan pertanian, dan rumahnya.

Sekitar 2.000 orang dari Bali pergi ke Lombok melalui jalur laut di tengah meletusnya Gunung Agung. Belum dapat dipastikan apakah 2000 orang tersebut pengungsi atau warga yang ingin pulang ke kampung halaman. Denny Nurdiana Putra, Humas PT ASDP Indonesia mengakui arus kedatangan dari pelabuhan Padang Bai, Bali ke pelabuhan Lombok meningkat dari 300 orang per hari menjadi 500 hingga 600 orang per hari.

  1.  Pengaruh bagi momen adat Galungan
Pengungsi Gunung Agung merayakan Galungan. (foto: Rappler)

Warga Bali tetap merayakan Galungan pada 1 November meskipun status Gunung Agung saat itu siaga. Beberapa pengungsi merayakan di pengungsian dan sebagian lainnya memilih merayakan di kampung halaman.

  1. Pemanfaatan oleh orang tertentu untuk menyebarkan berita bohong
Berita hoaks seputar meletusnya Gunung Agung (foto: BBC).

Sebelum meletusnya Gunung Agung, sudah ada beberapa berita hoaks yang mengabarkan kondisi letusan Gunung Agung. Sebagai contoh sebuah video yang menggambarkan lelehan lahar Gunung Agung, padahal sebenarnya itu video letusan Gunung Sinabung di Sumatra Utara pada 2015. Ada juga berita bohong berupa manipulasi foto hujan abu dan letusan Gunung Soputan, Sulawesi Utara. Data mengenai jumlah pengungsi juga dimanipulasi. Ada juga informasi bohong yang mengangkat sentimen agama, seperti mengaitkan pengungsi Gunung Agung dengan isu Rohingya.

  1. Dampak kesehatan
Warga memakai masker ketika hujan abu Gunung Agung. (foto: Antara)

Menteri Kesehatan Nilai F Moloek menyatakan, banyak pengungsi letusan Gunung Agung yang terjangkit ISPA. Selain ISPA, penyakit lain akibat letusan Gunung Agung adalah ganguan saluran pencernaan dan penyakit kulit serta mata. Walau demikian, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sudah sejak 21 November 2011 mengimbau agar warga setempat menyiapkan masker dan pelindung mata agar terhindar dari gangguan kesehatan.

  1. Kerugian ekonomi
Kondisi lahan pertanian di sekitar Gunung Agung. (Foto: Reuters)

Akibat meletusnya Gunung Agung, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, mengatakan kerugian pendapatan devisa negara dari sektor pariwisata diperkirakan mencapai Rp 250 miliar. Hal ini dikarenakan menurunnya jumlah wisatawan asing. Okupansi pengusaha hotel juga menurun drastis. Bahkan mereka harus memberikan diskon besar-besaran untuk wisatawan yang tertahan di hotel karena terdampak meletusnya Gunung Agung. Ekspor ikan tuna yang menjadi andalan Bali juga terhambat.

  1. Kebijakan pemerintah untuk menanggapi peristiwa ini
Beberapa penerbangan dibatalkan akibat erupsi Gunung Agung. (foto: Antara)

Selama insiden meletusnya Gunung Agung, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengimbau maskapai penerbangan agar biaya pembatalan tiket tidak diberlakukan. Arief Yahya juga mengimbau agar perpanjangan visa bagi wisatawan asing dipermudah. Apabila visa habis, bisa diperpanjang satu bulan. Bagi wisatawan yang memiliki izin tinggal diberi kelonggaran untuk meninggalkan Bali melalui pintu selain jalur udara. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan melalui surat edaran Nomor 13 tahun 2017 mempermudah izin penerbangan, yakni dengan menyederhanakan birokrasi yang tidak harus ke pusat Jakarta.

(Artikel kurasi oleh Kurnia Putri Utomo)