Kendala dan Solusi PJJ di Masa Pandemi, Sekolah Membagikan Modul

Devi (15) menerima modul pembelajaran dari guru piket (23/11). (WargaJogja/Brilliantine Yusfa)

Oleh: Brilliantine Yusfa Tri Ananda

Pandemi membuat setiap pihak di dunia pendidikan memutar otak mencari alternatif pembelajaran selain tatap muka. Salah satu pilihannya adalah pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring, namun kendala infrastruktur sering menyulitkan guru dan peserta didik.

Konsekuensinya, banyak sekolah yang melakukan pembelajaran hibrida, yaitu campuran antara daring dan luring, termasuk sejumlah sekolah di Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

SMPN 1 Gandusari di Blitar memberikan fasilitas PJJ luring untuk peserta didik yang mengalami kendala infrastruktur dalam mengakses PJJ daring. Fasilitas PJJ luring tersebut adalah pembagian modul yang berisi bahan ajar dan penugasan kepada peserta didik, dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan.

Modul tersebut dapat diambil di sekolah setiap hari Senin, sekaligus mengumpulkan hasil belajar minggu sebelumnya. PJJ luring dengan membagikan modul ini telah sesuai dengan instruksi Kemendikbud dalam Pedoman Pelaksanaan Belajar dari Rumah Selama Darurat Bencana COVID-19 di Indonesia.

Fasilitas ini disambut baik oleh salah satu peserta didik SMPN 1 Gandusari yaitu Devi Natalia (15), siswa kelas IX. Ia adalah salah satu dari 35 siswa di sekolahnya yang memanfaatkan fasilitas modul belajar tersebut.

Devi menyatakan bahwa PJJ luring dengan pembagian modul ini sangat meringankan pengeluaran karena bisa menghemat biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli kuota. Selain itu, Devi hanya memiliki satu ponsel pintar yang harus dia gunakan bergantian dengan adiknya yang berada di kelas I SD.

Meskipun telah difasilitasi oleh sekolah melalui modul, Devi berharap bahwa pandemi cepat berakhir sehingga bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka. Devi mengeluhkan bahwa dia tidak dapat fokus belajar dan merasa kesulitan karena bimbingan belajar dari guru saat PJJ luring kurang maksimal.

Salah satu guru SMPN 1 Gandusari, Heni Purwaningsih (55), menjelaskan bahwa pembagian modul ini disebabkan beberapa kendala PJJ yang muncul dari sisi infrastruktur. Salah satunya, banyak peserta didik yang tidak mampu untuk membeli ponsel pintar.

Selain itu, meskipun siswa memiliki ponsel pintar dan telah mendapat kuota pendidikan dari pemerintah, sinyal seringkali susah didapat karena lokasi mereka yang kurang strategis. Kesenjangan ekonomi di antara peserta didik juga semakin terlihat jelas dengan adanya pandemi, karena pemerintah sejauh ini hanya memberikan bantuan kuota pendidikan, sementara belum mengatasi masalah infrastruktur lainnya.

“PJJ luring dengan pembagian modul ini adalah alternatif terakhir mengatasi berbagai kendala PJJ daring untuk siswa,” sebut Heni.

Hal berbeda terjadi di SMAN 1 Talun. SMAN 1 Talun telah memulai pembelajaran tatap muka sejak bulan September. Pembelajaran tatap muka di sekolah ini mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Selain SMA ini, ada beberapa sekolah lain yang telah menerapkan pembelajaran tatap muka, namun sebagian besar masih PJJ.

SMAN 1 Talun telah memulai kegiatan tatap muka kembali di tengah pandemi COVID-19 (Sumber: Instagram OSIS SMAN 1 Talun)

Binti Mukaromah (56) sebagai salah satu guru SMAN 1 Talun menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran tatap muka di SMAN 1 Talun masih merupakan uji coba.

“Periode tiap mata pelajaran hanya berlangsung selama 30 menit dalam dua shift setiap harinya, dengan kuota siswa dalam satu shift sebesar setengah dari jumlah siswa dalam satu kelas,” sebut Binti.

Salah satu siswa SMAN 1 Talun yaitu Ayuda Febriantika (17) menyambut baik diadakannya kembali pembelajaran tatap muka. Ayuda, siswa kelas XII ini merasa PJJ daring yang telah dilaksanakan sebelumnya kurang efektif, karena ada beberapa mata pelajaran yang hanya diberi tugas tanpa diterangkan oleh guru sama sekali.

Dengan dimulainya pembelajaran tatap muka kembali, orang tua Ayuda sempat melarang untuk masuk karena khawatir dengan munculnya klaster COVID-19 di sekolah. Namun, karena sekolah memfasilitasi diterapkannya protokol kesehatan dengan ketat, orang tua Ayuda mengizinkannya untuk mengikuti pembelajaran tatap muka.

“Harapan saya ya bisa masuk sepenuhnya agar bisa bertemu teman-teman lagi, dan tetap diadakan pendalaman materi khususnya untuk kelas XII,” sebut Ayuda.

Sementara itu, pada Jumat (20/11/2020) Menteri Pendidikan dan Kebudayan RI Nadiem Makarim telah mencabut larangan pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021. Hal ini berarti sekolah diperbolehkan untuk memulai kembali pembelajaran tatap muka, namun tidak diwajibkan.

Catatan redaksi: Pada masa pandemi, banyak mahasiswa Dikom UGM yang menjadi jurnalis Warga Jogja tidak berada di Yogyakarta. Ini adalah salah satu liputan yang mengangkat cerita dari kota tempat mereka tinggal saat ini, daerah asal mereka.