Project Child: Mengajar Toleransi di Tengah Pandemi

Anak-anak di Sekolah Sungai Winongo mempelajari nyanyian toleransi beserta gerakan yang dibuat oleh relawan pengajar (29/9)

Oleh: Sitta Zahra Maulida

Di tengah pandemi Covid-19, Project Child Indonesia tetap aktif memberikan pengajaran nilai-nilai toleransi melalui proyek Duta Toleransi dalam program Sekolah Sungai. Sekolah Sungai merupakan salah satu Program Project Child Indonesia yang bertempat di tiga lokasi sungai di Kawasan Yogyakarta, yaitu Sungai Winongo, Sungai Gajahwong, dan Sungai Code.

Project Child Indonesia merupakan organisasi non-profit yang aktif berkontribusi pada komunitas lokal Yogyakarta. Sejak 2011, Project Child melalui program-programnya seperti Sekolah Sungai, Sekolah Pantai, Drinking Water Program, dan Internet Literacy Program memberikan kesempatan anak Indonesia untuk belajar, merasa didukung dan aman hidup di lingkungannya. Pada masa new normal ini, Project Child menjalankan kegiatan berdasarkan proyek dan Duta Toleransi merupakan salah satunya.

Anjani (27), Program Manager Project Child mengatakan bahwa proyek ini merupakan hasil kerja sama dengan Williams-Sonoma Indonesia (WSI) untuk memberikan perhatian pada isu toleransi yang masih rendah di Indonesia. “Proyek ini bermula dari concern WSI terhadap isu #Blacklivesmatter dan background anak-anak Sekolah Sungai yang terkadang beberapa dari mereka masih ada yang kurang toleran. Jadi kita rasa cocok untuk mengadakan kegiatan seperti ini,” kata Anjani.

Proyek Duta Toleransi berjalan di tiga Sekolah Sungai dengan tiga relawan pengajar di setiap Sungai. Metode pembelajaran menggunakan pendekatan yang kreatif dan interaktif. Setiap minggunya, jadwal kelas disusun oleh masing-masing relawan di setiap sungai. Perubahan pada sistem pengajaran juga dilakukan dengan pengurangan peserta di setiap Sekolah Sungai. Project Child memilih lima anak sebagai perwakilan anak-anak lingkungannya. Pengurangan ini dilakukan guna memastikan kegiatan tetap patuh pada protokol kesehatan.

Teti (20), salah satu relawan di Sekolah Sungai Winongo mengatakan metode mengajar yang menarik perhatian dan pematuhan protokol kesehatan masih menjadi tantangan bagi para relawan pengajar. “Sesekali kita beri peringatan untuk memakai kembali masker dan face shield-nya, untungnya mereka cepat mengerti dan patuh. Dalam pembelajaran nilai-nilai toleransi, Kita juga harus berinovasi mencari cara menarik biar mereka gak bingung sama materi yang dibawa,” kata Teti.

Pembicara berasal dari Timur Indonesia yang hadir di Sekolah Sungai Winongo menjelaskan asal daerah dan sukunya (22/9)

Menurut Anjani, toleransi sendiri masih menjadi konsep yang sulit untuk dipahami anak-anak. “Anak-anak terbiasa tinggal di lingkungan yang kurang variatif ya, maksudnya mereka dengan mayoritas agamanya apa disana, sukunya apa. Jadi ketika memahami perbedaan itu anak-anak butuh pengalaman gitu bukan sekedar dikte,” kata Anjani.

Melihat hal ini, Project Child Indonesia mengundang tiga pembicara yang berasal dari Timur Indonesia untuk setiap Sekolah Sungai pada satu sesi pertemuan. Pembicara ini hadir dengan tujuan memperkenalkan keragaman yang ada di luar lingkungan bermain anak-anak Sekolah Sungai. Anak-anak bisa mengetahui adanya perbedaan suku, agama, ras dan wilayah melalui cerita dari pembicara.

Fadhil (20), relawan pengajar di Sekolah Sungai Code memiliki harapan besar bagi keberlanjutan proyek Duta Toleransi. “Mau dengan PCI atau NGO lainnya bisa lebih berkembang, bisa lebih peka terhadap isu apa aja yang mungkin tidak diperhatikan di lingkungan formal. Nah dengan begini ada yang perlu diketahui, harapanku program seperti Duta Toleransi ini bisa terus sustain juga berkembang di berbagai tempat,” pungkas Fadhil.

Duta Toleransi ini menjadi pilot project bagi Project Child dengan harapan bisa berimplikasi secara luas bagi masyarakat. Anjani mengungkapkan harapannya agar proyek ini bisa diadakan di tempat-tempat selanjutnya. Project Child juga akan terus bisa berkontribusi bagi anak-anak dan komunitas binaan maupun secara lebih luas. Proyek maupun program yang diadakan juga dapat menjadi ruang bagi anak muda untuk berkreasi dan berkontribusi untuk masyarakat.