FKN 2017, Ruang Apresiasi bagi Komik Anak Negeri

Beberapa pengunjung sedang mengamati karya yang dipajang dalam pameran (17/9). Selain dari nama-nama kondang seperti Wid NS, ditampilkan pula mahakarya dari berbagai komikus baru, webtoonist, penerbit, hingga dari mahasiswa DKV ISI sendiri.

Oleh: Annisa Ega Kurniare

Desain Komunikasi Visual ISI Yogyakarta kembali menggelar Festival Komik Nasional pada 16–19 September 2017, dengan tema “Komik Kampus”, sebagai perayaan 20 tahun mata kuliah komik diselenggarakan di DKV ISI.

Perkembangan komik Indonesia beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan, terutama dalam ranah estetika dan industri. Minat pembaca terhadap komik asli Indonesia pun kian meningkat.

Hal ini tidak lepas dari peran aktif komikus, baik indie maupun di bawah penerbit, yang ikut didukung oleh peneliti, pemerhati kebudayaan, dan kemajuan teknologi. Lika-liku yang menyertai pasang surut komik Indonesia mendorong dibentuknya Festival Komik Nasional (FKN), sebagai sebuah wujud apresiasi bagi para komikus dan kontributornya.

“Tema besar FKN tahun ini dipilih untuk memperingati 20 tahun mata kuliah komik diadakan di DKV ISI, sekaligus memamerkan karya-karya kampus kami sebagai bentuk kontribusi terhadap dunia komik dari ranah akademis. Kami juga mengundang komikus-komikus pro untuk berbagi ilmunya kepada masyarakat. Komik adalah bacaan yang sangat menggugah, bentuknya bermacam-macam, bisa digunakan dalam banyak hal termasuk memberi pengetahuan,” kata Ketua Panitia FKN 2017 Terra Bajraghosa (17/9).

Sebagai seni kontemporer, komik tidak hanya ditampilkan dalam bentuk lembaran kertas, contohnya dalam karya mahasiswa DKV ISI Yogyakarta di atas (16/9). Beberapa hasil penelitian berupa tugas akhir mahasiswa mengenai komik juga turut dipamerkan.

Salah satu sesi diskusi menampilkan Sweta Kartika dan Iwan Nazif dalam tema “Kontribusi Kampus dalam Industri Komik.” Sweta merupakan ikon baru komik Indonesia yang sering memasukkan unsur nusantara dalam karyanya, seperti Pusaka Dewa, dan Iwan merupakan comic artist di Dreamworks Studio. Sweta mengatakan, institusi akademis memiliki peran penting dalam proses pembuatan karya, salah satunya pengadaan riset.

“Dengan riset secara bertahap, kita akan mempunyai pola pikir yang terstruktur sebelum berkarya. Riset menciptakan lebih banyak referensi dan inspirasi, sehingga komik yang dibuat tidak akan asal-asalan,” kata Sweta (17/9). Ia juga memberikan tip-tip membuat komik, misalnya selain harus pandai berkarya, kreator juga harus pandai berbisnis untuk memaksimalkan peluang yang ada di zaman sekarang.

“Acara seperti ini sangat bagus untuk menumbuhkan gairah semangat bagi anak-anak bangsa dalam berkarya. Inilah saat terbaik bagi kita untuk sama-sama belajar,” lanjut komikus lulusan FSRD Institut Teknologi Bandung tersebut.

Festival yang bertempat di Jogja National Museum ini dibuka dengan penyerahan penghargaan berupa anugerah Cilvasastra bidang komik kepada dua komikus berbeda generasi, yaitu almarhum Wid NS dan Sweta Kartika. Wid NS adalah komikus dengan ratusan karya yang memiliki sumbangsih tinggi terhadap perkembangan komik Indonesia, terutama komik superhero seperti Godam dan Aquanus.

Salah satu karya komikus Sweta Kartika berjudul Grey & Jingga, yang diposting dalam akun instagramnya @swetakartika.

Selain acara itu, terdapat juga pameran, bazar, pemutaran film, workshop, dan sesi diskusi bersama komikus atau penerbit yang berbeda tiap harinya.

Dari sisi industri, deretan nama penerbit komik yang hadir juga tak ketinggalan membawakan cerita, salah satunya Bumi Langit. Perusahaan yang menaungi puluhan komikus profesional ini telah menghasilkan berbagai karya terkenal Indonesia berikut konsep ulang cerita barunya, di antaranya Gundala, Sri Asih, dan Si Buta dari Gua Hantu.

“Potensi budaya di Indonesia sangat beragam. Kami berharap agar masyarakat luas bisa mengenal komik-komik superhero asli Indonesia, tidak hanya superhero dari luar. Apalagi, pasar komik sekarang makin pesat dan canggih, pembaca dapat mengakses komik dari mana saja. Jadi, kami juga bergerak secara multimedia, tidak hanya menerbitkan komik cetak,” kata direktur Komik Bumi Langit Andy Wijaya (17/9).

Bazar dalam FKN 2017 diisi oleh banyak industri komik, mulai dari indie hingga penerbit besar yang datang dari berbagai daerah (17/9). Selain komik, mereka juga menjual merchandise dalam bermacam-macam bentuk.

Selain nama-nama terkemuka, hadir pula pendatang baru dari berbagai daerah yang turut mengisi bazar. Salah satunya adalah Kharisma Jati, komikus indie dari Yogyakarta.

“Adanya festival ini memudahkan kami untuk promosi secara lebih aktif kepada masyarakat, apalagi antusiasme terhadap komik indie meningkat sejak lima tahun terakhir. Mengenai persaingan antar industri, menurut saya justru industri-industri besar ditopang oleh keberadaan gerakan indie. Kami lebih leluasa dalam hal pengelolaan, karena bisa berkarya sesuai idealisme, tidak hanya mengikuti arus pasar,” kata Kharisma Jati (17/9).

Dalam pelaksanaannya, FKN 2017 selalu memberikan update info terbaru seputar agenda acara melalui media sosial instagram (@festivalkomiknasional) dan halaman facebooknya (Festival Komik Nasional).