Hip Hop Dangdut bagi Pemuda Menengah ke Bawah

(Sumber: Reverbnation.com)

Oleh: M. Ramdayanu Muzakki

 

Beberapa tahun terakhir ini, musik NDX A.K.A banyak didengarkan oleh pencinta musik tanah air. Lewat lirik-liriknya yang sederhana dan penuh makna, kelompok musik ini menyuarakan keresahan anak muda yang terpinggirkan secara ekonomi, sosial, dan asmara.

NDX A.K.A digawangi oleh dua pemuda asal pinggiran Yogyakarta. Mereka adalah Yonanda Frisa Damara, alias Nanda, dan Fajar Ari alias PJR. Keduanya berasal dari Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, DIY.

Nanda dan PJR sendiri bukanlah pemuda dari kalangan yang terbilang mampu. Selepas lulus SMK, mereka berdua sempat bekerja sebagai buruh bangunan dan juru parkir. Kecintaan terhadap musik dan modal nekat yang membawa NDX A.K.A sampai setenar sekarang.

Nanda dan PJR merupakan dua personil NDX A.K.A (Sumber: Warningmagz.com)

Kelompok musik ini memperkenalkan hip hop dangdut sebagai aliran musik mereka. Lagu-lagu NDX A.K.A kebanyakan menggunakan bahasa Jawa dan membicarakan tentang putus cinta. Lirik-lirik yang mereka bawa sangat dekat dengan kehidupan pemuda kelas menengah kebawah.

Berkat itu, NDX A.K.A menjadi populer di kalangan anak muda pinggiran kota, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. “Selain itu, lagu tentang sakit hati  bisa dinikmati semua kalangan, terutama masyarakat bawah,” ujar Nanda, dilansir dari Kompas.com.

Sejak awal 2014, NDX A.K.A sudah diundang pentas ke beberapa kota, seperti Solo, Semarang, Sragen, Boyolali, Kebumen, jepara, Surabaya, Jember, Tulungangung, Blitar, dan lainnya. Hingga kini, kelompok penggemar NDX A.K.A yang dijuluki Familia sudah tersebar di berbagai wilayah di Jawa hingga Sumatra.

Perjalanan NDX A.K.A dalam membawa hip hop dangdut sempat mengalami rintangan. Mereka sempat dipandang rendah oleh komunitas hip hop karena dianggap merusak citra hip hop. Sementara itu, di kalangan dangdut sendiri, NDX A.K.A cukup diterima.

Ketenaran mereka pun menjadi salah satu fenomena yang menarik. NDX A.K.A tidak menginduk kepada label musik yang sudah mapan, melainkan label musik indie. Mereka mendistribusikan karya mereka melalui Reverbnation dan Youtube.

Di awal kemunculannya, NDX A.K.A sama sekali tidak diliput media mana pun. Tarif pentas mereka pun masih sangat rendah. Mereka pernah mendapat honor Rp75.000,00 untuk sekali tampil.

Kini, sekali pentas NDX A.K.A bisa dihadiri sampai ribuan penonton. Saat tampil di Jepara pada tanggal 17 Agustus 2016, misalnya, penonton yang hadir diperkirakan mencapai 20.000 orang. Biaya untuk penampilan mereka yang berdurasi satu jam bisa mencapai Rp30.000.000,00.

“Sebenarnya ada label yang nawari kontrak. Tapi saya menolak, karena lebih enak secara indie. Lagu juga ada yang mau dibeli, tapi masih belum. Yang penting saya bisa bantu keluarga,” kata Nanda, dilansir dari KRJogja.com.

Uniknya lagi, NDX A.K.A tidak menempatkan diri mereka sebagai idola di hadapan para penggemarnya. NDX A.K.A menganggap Familia sebagai keluarga, sehingga mereka harus saling merangkul. Di sela-sela kesibukan pentas, penggemar mereka bisa dengan mudah menemui mereka di toko merchandise resmi NDX A.K.A.

Secara tidak langsung, kehadiran NDX A.K.A bisa dibilang sebagai perlawanan atas kemapanan musik pop yang menginduk kepada label musik besar. NDX A.K.A membawa suasana baru dalam jagat musik Indonesia. Mereka mengawali ketenaran di kalangan luas dari segmen ceruk yang potensial, yakni kalangan pemuda pinggiran.

Salah satu penampilan NDX A.K.A di Stadion Maguwo Harjo, Yogyakarta (sumber: Youtube.com)