Kirab Karib: Upaya Meningkatkan Solidaritas Warga lewat Atraksi Budaya

Defile Bregada Wiragending menjadi atraksi pembuka dalam Pawai Budaya Karnaval Wiragending #7. Tampak arak-arakan sedang membelah padatnya arus lalu lintas di Jl. K.H. Ahmad Dahlan. Jl. K.H. Ahmad Dahlan merupakan salah satu rute yang harus dilewati oleh peserta Pawai Budaya Karnaval Wiragending #7 (27/10). (Foto oleh Abyzan Syahadin B.D.)

Oleh: Abyzan Syahadin Bagja Dahana (17/413152/SP/27869)

Meski telah diadakan sebanyak enam kali, Pawai Budaya Karnaval Wiragending tidak surut dalam menyuguhkan kebaruan di setiap pengadaannya. Dalam pengadaannya yang ke-7 ini, Karnaval Wiragending mampu menyuguhkan terobosan baru lewat tema “Kirab Karib”, yang turut melibatkan kontingen seni dari rukun warga lain.

Selama ini, Karnaval Wiragending adalah agenda seni dan budaya tahunan milik RW 03 Kampung Gendingan, Ngampilan, Kota Yogyakarta. Namun pada karnaval ke-7 (27/10), mereka juga melibatkan warga RW 04 dari Kampung Tejokusuman dan RW 06 dari Kampung Notoprajan, Ngampilan, Yogyakarta.

“Besar harapan saya, kesempatan ini dapat menjadi langkah awal di mana Karnaval Wiragending lebih mampu melibatkan partisipasi aktif dari kawan dekat kami, yaitu RW lain di wilayah Kelurahan Notoprajan,” kata Syafaruddin Murbawono (43), Ketua RW 03.

Pada kesempatan ini, partisipasi kontingen RW 04 diwujudkan dengan tampilan kreasi kostum kontemporer. Kemudian mengekor di belakangnya, adalah iring-iringan pemuda dan pemudi dalam balutan busana adat jawa yang masing-masing darinya memegang poster bertuliskan kampanye kesehatan mental. Tak kalah menarik dari kontingen RW 04, kontingen RW 06 turut menyuguhkan penampilan marching band anak-anak yang di belakangnya mengekor arak-arakan bocah usia TK dan SD dengan balutan busana adat Indonesia.

Keikutsertaan RW lain dalam Karnaval Wiragending ke-7 ini sejatinya merupakan hal baru. Pasalnya, Pawai Budaya Karnaval Wiragending merupakan program tahunan mandiri yang selama enam tahun terakhir hanya disemarakkan oleh warga sendiri.

“Khusus tahun ini, kami diberi sokongan dana oleh Karang Taruna Notoprajan. Efeknya, kami selaku panitia inti karnaval berkewajiban menjadikan pawai ini sebagai agenda bersama yang melibatkan RW lain,” kata Ahmad Yasin alias Ais (26), Ketua Paguyuban Wiragending.

Pendanaan yang dilakukan Karang Taruna Notoprajan terhadap Karnaval Wiragending menjadi yang pertama kalinya dalam sejarah pengadaan karnaval ini. Ais mengatakan bahwa pendanaan ini terjadi karena Karang Taruna Notoprajan ingin membuat pawai budaya dalam rangka peringatan Sumpah Pemuda dan HUT ke-263 Kota Yogyakarta. Akan tetapi, pihak Karang Taruna Notoprajan merasa membutuhkan pihak lain untuk diajak kolaborasi.

Pada akhirnya, Karang Taruna Notoprajan memutuskan untuk berkolaborasi dengan Paguyuban Wiragending. Ini karena Karang Taruna Notoprajan menganggap Paguyuban Wiragending memiliki portofolio yang bagus dalam pengadaan karnaval budaya.

Potret Defile Bregada Wiragending pada penyelenggaraan Pawai Budaya Karnaval Wiragending #6. Tampak arak-arakan sedang berjalan di salah satu ruas jalan Kampung Gendingan (28/10/2018). (Sumber: akun Instagram @mr._sudawa)

Sebagai gambaran, Karnaval Wiragending ke-6 mengangkat tema “Dho Gandengan Sak Gendingan” yang berarti bergandengan tangan se-Gendingan. Tentu, tema yang diangkat pada karnaval ke-6 ini sangat menyiratkan kesan bahwa Karnaval Wiragending pada saat itu merupakan program mandiri yang hanya diperuntukkan bagi warga RW 03, Kampung Gendingan saja. Oleh karena itu, dalam pengadaan karnaval yang ke-7 ini, panitia inti karnaval juga dituntut untuk merumuskan tema acara yang lebih universal.

Pawai Budaya Karnaval Wiragending sendiri telah melalui proses perkembangan yang cukup signifikan sebelum akhirnya mendapat pengakuan seperti sekarang ini. Mulanya, karnaval ini hanyalah sebuah arak-arakan pasukan bregada pria yang difungsikan sebagai defile dalam upacara peringatan Sumpah Pemuda. Upacara ini sendiri merupakan program rutin tahunan dari organisasi pemuda Kampung Gendingan yang diselenggarakan di pelataran Balai RW 03.

Seiring waktu, keberadaan pasukan bregada tersebut dimaknai oleh warga sebagai peluang untuk membentuk atraksi budaya Kampung Gendingan. Dengan demikian, dibentuklah Paguyuban Wiragending dan Bregada Wiragending yang menjadi satu-satunya ikon atraksi budaya milik RW 03, Kampung Gendingan.

Seperti halnya pengadaan karnaval di tahun-tahun sebelumnya, Pawai Budaya Karnaval Wiragending ke-7 mengharuskan seluruh pihak terlibat untuk melakukan persiapan sejak jauh hari. Kali ini, persiapan dilakukan sejak empat minggu sebelum hari H yang jatuh pada Minggu, 27 Oktober 2019.

“Dalam bregada, peran yang tersedia adalah prajurit, pemusik, srikandi, dan pemanggul gunungan. Karena saya jarang bisa ikut latihan, maka oleh koordinator saya ditempatkan sebagai prajurit yang persiapannya hanya latihan gerak jalan. Untuk latihan sendiri, kami semua memulainya di minggu kedua sampai selesai di minggu keempat,” kata Buyung Edi (28), salah seorang pemuda Kampung Gendingan yang menjadi peserta pawai.

Buyung menjelaskan lebih lanjut bahwa persiapan di minggu pertama adalah rekrutmen bapak-bapak atau pemuda untuk mengisi barisan prajurit dan rekrutmen ibu-ibu atau pemudi untuk mengisi pasukan srikandi yang berada di belakang prajurit pria. Kemudian, persiapan di minggu keempat adalah pembuatan atribut pawai seperti gunungan dan tombak prajurit.

Tegasnya bentuk bayangan mengisyaratkan betapa teriknya cuaca siang itu. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat dari pasukan srikandi untuk tetap berjalan dengan gagah (27/10). (Foto oleh Abyzan Syahadin B.D.)

Selain partisipasi dari RW lain, perbedaan cukup mencolok dalam pengadaan Karnaval Wiragending ke-7 ini adalah pemilihan rute. Bila enam karnaval sebelumnya selalu menempuh rute yang hanya berputar di sekitar Kampung Gendingan dan Jl. K.H. Wahid Hasyim, maka untuk karnaval ke-7 ini, panitia menentukan rute yang lebih jauh. Kali ini, arak-arakan harus melewati Jl. Agus Salim, Jl. Nyai Ahmad Dahlan, dan Jl. K.H. Ahmad Dahlan kemudian menuju titik kumpul terakhir, yaitu pelataran Kantor Kecamatan Ngampilan yang berada di wilayah Kampung Gendingan.

“Jalan-jalan tersebut sengaja kami pilih karena melalui permukiman warga RW lain di Kampung Notoprajan. Selain itu, jalan seperti Jl. K.H. Ahmad Dahlan sendiri merupakan ruas jalan utama di Kota Yogyakarta. Harapannya dengan pemilihan rute yang ada, pawai kali ini benar-benar dapat disaksikan oleh kelompok masyarakat yang lebih banyak dari biasanya,” kata Ais.

Seorang warga Kampung Gendingan tampak asyik berswafoto dengan latar gunungan yang sedang diperebutkan. Tampak di belakangnya, warga dari seluruh usia sedang asyik mengambil barang-barang yang terpasang di rangka gunungan (27/10). (Foto oleh Abyzan Syahadin B.D.)