Pertunjukan Wayang Kulit: Kesenian yang Mulai Ditinggalkan

Pertunjukan wayang kulit di pendopo timur Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Kamis (14/9)

oleh Nabila Hanum

Pertunjukan wayang kulit Museum Sonobudoyo yang diadakan setiap hari kecuali hari Minggu ini sepi oleh pengunjung lokal. Minimnya minat dari generasi muda terhadap kesenian tradisional menjadi salah satu penyebabnya.

Pertunjukan wayang kulit di pendopo timur Museum Sonobudoyo Yogyakarta sepi oleh pengunjung lokal. Pertunjukan yang rutin diadakan setiap hari kecuali hari Minggu ini dimulai pukul 20.00 – 22.00 WIB, dengan mengangkat kisah Ramayana. Waktu yang cukup singkat jika dibandingkan dengan pertunjukan wayang pada umumnya yaitu sekitar lima hingga sepuluh jam.

“Waktu yang singkat adalah strategi kami untuk menarik minat pengunjung, terutama pengunjung lokal agar tidak mudah bosan” kata Kepala Seksi Bimbingan, Informasi, dan Preparasi Dwi Agung Hernanto, (14/9).

Namun, strategi tersebut dinilai belum cukup untuk menarik minat pengunjung lokal.

“Walaupun sudah begitu, tetap saja minat pengunjung lokal untuk menyaksikan wayang kulit masih minim. Minat masyarakat khususnya generasi muda terhadap seni pertunjukan wayang semakin rendah,” kata Dwi Agung Hernanto, (14/9).

Pengunjung yang datang kebanyakan dari mancanegara. “Lebih banyak dari mancanegara terutama bulan Juli, Agustus, September, dan Desember. Pengunjung yang datang dalam sehari bisa mencapai tujuh puluh orang, dan rata-rata hanya 5 orang yang dari domestik,” kata karyawan Museum Sonobudoyo Yogyakarta Muji Taryono, (15/9).

Setiap penampilan wayang kulit diiringi oleh lebih kurang tiga belas dalang dan sinden yang rata-rata berusia empat puluh lima tahun keatas. “Selama dua puluh lima tahun saya menjadi dalang, hanya sedikit anak muda yang ingin belajar untuk menjadi seorang dalang,” kata Sumpono, (15/9).

Sumpono menambahkan, anak muda sekarang tidak tertarik lagi dengan wayang. Minimnya pendidikan kebudayaan Jawa dan tenaga pengajar menjadi salah satu alasannya.

“Untuk melestarikan suatu karya seni termasuk wayang kulit, jelas peran apresiasi sangatlah penting. Namun yang terjadi pada pertunjukan wayang kulit adalah kurangnya apresiasi yang menyebabkan kurangnya minat masyarakat untuk menikmati hiburan ini” kata Dwi Agung Hernanto, (14/9).

“Seluruh pihak memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah ini. Kita semua tentu tidak ingin jika daftar kebudayaan Indonesia yang diambil oleh negara asing semakin banyak,” kata Sinta Rahma salah satu pengunjung asal Makassar.