YPBSM: Sanggar Tari Klasik Pengolah Rasa dan Karakter

Kini, terdapat sekitar 350 peminat YBPSM yang berasal dari berbagai umur, daerah, serta lintas negara.

Oleh: Putri Laksmi Nurul Suci

Perubahan zaman tidak menghentikan sanggar tari YPBSM dari upaya melanjutkan budaya klasik Yogyakarta. Kini, terdapat sekitar 350 peminat YBPSM yang berasal dari berbagai umur, daerah, serta lintas negara.

YPBSM (Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa) yang merupakan sanggar tari klasik Yogyakarta awalnya adalah gabungan antara Mardawa Budaya yang didirikan pada 1962 dan Pamulangan Beksa Ngayogyakarta yang didirikan pada 1976. Sepeninggal pendirinya, Rama Sas, pada tahun 1996, segelintir orang-orang yang berdedikasi memutuskan untuk menggabungkan kedua organisasi tersebut menjadi YPBSM. Hingga pada akhirnya, ditetapkanlah tanggal 14 Juli 1998 menjadi tanggal berdirinya YPBSM.

Terdapat enam acara internal yang selalu dilakukan oleh YPBSM setiap tahun. Pertama yaitu ujian kenaikan tingkat yang dilakukan setiap enam bulan sekali. Kedua yaitu pentas untuk memperingati hari ulang tahun yayasan. Ketiga, pentas tutup tahun. Dan keempat yaitu pentas memperingati hari ulang tahun pendiri YPBSM, Rama Sas, atau biasa disebut dengan ‘Selasa Legen’ dan yang terakhir yaitu berpartner dengan pihak Taman Budaya untuk merevitalisasi tarian yang sudah lama.

Akun Instagram yang dimiliki oleh Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa yang berisi informasi terkait kegiatan yang mereka laksanakan.

Sampai saat ini, YPBSM semakin eksis di mata masyarakat baik nasional hingga internasional. Dengan mengikuti perkembangan zaman, YPBSM juga memiliki website, serta akun Instagram sebagai tempat penyampaian kegiatan dan promosi. YPBSM menyediakan dua jenis kelas, yaitu kelas anak-anak dan kelas dewasa. Muridnya pun berasal dari berbagai macam kota dan negara.

Menurut Iin, salah satu orang tua yang mengikutsertakan anaknya di YPBSM, seni tari sangat berguna untuk melatih kesabaran yang tertuang dari gerakan-gerakan tarian ini. “Tarian yang diajarkan sangat lembut dan gemulai. Aku senang bergabung di sini karena aku suka nari,” ujar Annisa, murid kelas 2 SMP yang mengikuti sanggar YPBSM.

“Sejak diberlakukannya UU Keistimewaan DIY yang mewajibkan adanya mata pelajaran seni budaya pada tahun 2013, yayasan semakin ramai. Tidak hanya tuntutan dari sekolah, tetapi orang-orang yang ingin belajar juga banyak. Saat ini, siswa yang aktif ada sekitar 350-an” ujar Ali, ketua koordinator YPBSM sekaligus putra tunggal Rama Sas.

Ali mengatakan bahwa YPBSM selalu konsisten untuk menjalani kegiatan. “Yang membuat kita yakin untuk terus berjalan adalah dukungan dari pemerintah yang sudah memberikan slogan ‘Pusat Pelatihan Tari Klasik Yogyakarta’,” ujarnya.

“Tari bukan hanya sekedar gerakan,” ujar Tanto (3/9).

Menurut Tanto, kepala koordinator pendidikan sekaligus salah satu pelatih tari di YPBSM, semangat dari Rama Sas merupakan hal yang sangat penting untuk membuat YPBM bertahan.

“Rama Sas bisa melihat orang-orang yang berdedikasi bagus. Ia bisa mengetahui mana orang yang menyepelekan dan mana orang yang ingin maju. Dan dari semangat yang diberikannya, kami pun memiliki tanggung jawab untuk melanjutkannya,” ujar Tanto.

Tanto juga mengatakan bahwa tari yang diajarkan oleh Rama Sas bukan hanya sekedar gerakan, tetapi juga terdapat pembelajaran olah rasa dan karakter di dalamnya. “Saya berlaku, berkegiatan, dan bersosialisasi berdasarkan rasa tari yang telah diajarkan selama ini rasa dari tari bisa kita terapkan asal kita bisa mengungkapkannya dengan benar,” ungkapnya.

Tarian Rengga Martaya yang sedang ditarikan oleh murid di kelas dewasa.

Dengan adanya YPBSM ini, diharapkan masyarakat tetap membuka mata untuk selalu mengingat budaya-budaya yang sudah ada. “Harapanku semoga tetap bisa eksis dan menjadi penyangga budaya. Karena kita tidak bisa menutup mata bahwa tari merupakan bagian dari seni dan seni merupakan bagian dari kebudayaan. Jadi tari sangat erat hubungannya dengan banyak aspek seperti unggah-ungguh atau tata krama,” kata Ali