Kekerasan Seksual di Yogyakarta Meningkat Selama Pandemi

Nurul Kurniati, konselor hukum Rifka Annisa, dalam sebuah penyuluhan. Sumber: Foto pribadi Nurul Kurniati

Oleh: Afifatul Millah

Maret 2020 hingga kini, kasus kekerasan seksual di DIY meningkat.  Langkah  mitigasi yang dapat dilakukan korban adalah dengan merekam percakapan telepon dan tangkapan layar.

Berdasarkan laporan yang dihimpun oleh LBH Yogyakarta, ada 42 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan. Laporan yang dihimpun sejak Maret 2020 hingga April 2021 tersebut terdiri atas 30 laporan dari kasus pelecehan seksual  UII, lima kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO), tiga kasus perkosaan, dua kasus pelecehan, dan dua kasus pengancaman ekonomi berbasis gender.

Sedangkan LSM berbasis perlindungan terhadap perempuan Rifka Annisa WCC di Yogyakarta telah menerima 940 laporan dari seluruh Indonesia sepanjang tahun 2020.

“Dari 940 laporan, kami menangani 350 kasus yang berbasis di DIY. Sisanya kami rujuk ke lembaga ramah korban kekerasan seksual tempat asal korban,” ungkap konselor hukum Rifka Annisa Nurul Kurniati, Sabtu (8/5).

Data terbaru Rifka Annisa per Januari-April 2021 menunjukkan kasus tertinggi masih ditempati oleh Kekerasan Terhadap Istri (KTI), yakni 40 kasus. Kasus terbanyak kedua adalah 19 kasus pelecehan seksual kemudian diikuti kasus Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) sebanyak 14 kasus. Dalam rentang waktu 4 bulan saja, Rifka Annisa telah menerima aduan sebanyak 349, 12 di antaranya merupakan kasus KBGO.

Di level nasional, data CATAHU Komnas Perempuan 2021, dari 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan, ada 590 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan. 1.984 laporan lainnya berasal dari berbagai mitra lembaga layanan. Kasus kekerasan seksual masih mendominasi kasus kekerasan terhadap perempuan. Kasus KBGS (Kekerasan Berbasis Gender Siber) di era pandemi meningkat dari 126  di tahun 2019 menjadi 510  kasus sepanjang tahun 2020.

Serupa dengan situasi di nasional, KBGO/KBGS turut meningkat. “Kasus kekerasan sudah ada sejak sebelum pandemi, tapi kasus KBGO selama pandemi meningkat,” ujar Kharisma, Asisten Pengacara Publik LBH Yogyakarta, Kamis (5/5). Ia mengungkapkan kenaikan kasus KBGO di Yogyakarta disebabkan oleh peningkatan aktivitas daring selama pandemi.

Di samping itu, korban KBGO dinilai lebih berani untuk melaporkan kasusnya. “Biasanya pelaku KBGO bukan orang terdekat atau tidak dikenali korban sebelumnya,” lanjutnya.

Selain KBGO, pandemi juga berdampak pada terhambatnya kinerja pendampingan psikologis dan bantuan hukum. Di awal Maret – Juli 2020, Rifka Annisa dan LBH Yogyakarta sempat menutup kantornya. Rifka Annisa juga menonaktifkan layanan shelter atau rumah aman bagi korban.

“Sebagai ganti shelter ini kami menjadi titik transit bagi klien yang kemudian kami antar ke panti-panti yang dikelola oleh Dinas Sosial,” lanjut Nurul.

Pengantaran klien bukanlah tanpa syarat. Baik pendamping maupun pelapor wajib melakukan rapid test. Ini dilakukan sebagai wujud pelaksanaan protokol kesehatan COVID-19. Tes ini dianggap cukup menyedot banyak anggaran. Meskipun begitu, klien tidak dibebankan biaya apapun.

Di sisi lain, proses hukum kasus kekerasan seksual juga mengalami penundaan.

“Sidang saksi bisa sampai tiga kali yang biasanya cukup sekali sidang. Lalu, biasanya dilakukan seminggu sekali menjadi dua minggu sekal,” kata Nurul.

Ia mengakui bahwa proses sidang pun turut dilakukan secara daring. Proses sidang online dirasa lebih lama karena pendakwa, saksi, atau pun terdakwa perlu memahami dan beradaptasi dengan teknologi komunikasi yang digunakan.

Bagi korban yang baru saja mengalami kasus KBGO, Nurul menyarankan langkah-langkah mitigasi yang bisa dilakukan korban. Pertama, korban dapat menceritakan atau menghubungi orang terdekat, misalnya anggota keluarga, teman yang dipercaya, atau tetangga.

Kemudian, korban diharapkan tanggap mengumpulkan bukti berupa rekaman suara dan rekaman telepon serta bukti tangkapan layar/screenshot. Jika korban ingin mendapatkan pendampingan psikologis dan bantuan hukum, korban dapat melakukan konsultasi dengan LSM terkait. Korban dapat mengakses LBH Yogyakarta maupun Rifka Annisa WCC melalui layanan telepon dan email.

Keempat, sadari hak-hak korban. Menyadari hak-hak korban dapat memaksimalkan pemenuhan hak-haknya saat dan setelah persidangan.

Sementara itu, langkah pencegahan dan edukasi terus dilakukan oleh Rifka Annisa WCC melalui live instagram di @rifkaannisa_wcc dan diskusi online. Kampanye daring juga dilakukan melalui akun media sosial dan laman web www.rifka-annisa.org.