Pengelolaan Jalur Masuk Alternatif Keraton Ratu Boko

Jalan warga yang merupakan jalur belakang untuk masuk ke kawasan wisata Keraton Ratu Boko (8/2)

Oleh: Azifa Millatina Fasya

Selain pintu masuk resmi dengan retribusi Rp 25 ribu, kawasan wisata Ratu Boko juga memiliki pintu masuk lewat belakang, dengan “pungutan” hanya Rp 2 ribu yang dikelola warga.

Di satu sisi, ini merugikan pendapatan daerah. Namun, ini menjadi sumber penghasilan warga sekitar dan menguntungkan wisatawan domestik yang “keberatan” membayar Rp 25 ribu untuk menikmati Candi Boko.

Keraton Ratu Boko merupakan salah satu objek wisata di kompleks Candi Prambanan, yang berada di Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Kawasan ini memiliki dua jalur masuk, yaitu jalur masuk depan (resmi) dengan biaya masuk Rp 25.000. Yang kedua jalur belakang, yang tidak diketahui banyak pengunjung karena melewati pemukiman warga.

Jalur belakang menjadi pilihan sejumlah pengunjung, karena mereka hanya perlu membayar Rp 2.000,- untuk ongkos parkir kendaraan di beberapa rumah warga. Jalur ini merupakan jalur pemukiman warga sehingga pihak pengelola tidak dapat memungut biaya masuk.

Ketika ditemui di bagian informasi, Rabu (8/2), Rustamto selaku pihak pengelola kawasan wisata Keraton Ratu Boko, mengatakan bahwa pihak pengelola juga mengetahui adanya jalur belakang tersebut, bahkan mereka juga turut memantau perkembangan jumlah pengunjung dari jalur masuk belakang.

Melihat antusiasme yang cukup besar ketika musim libur sekolah, pihak pengelola tidak tinggal diam. “Ketika masa liburan pengunjung lewat belakang lebih banyak daripada biasanya. Pernah waktu itu kami mencoba membuka loket tiket di belakang, tapi gagal karena adanya protes dari warga,” kata Rustamto. Menurutnya kendala dan protes tersebut dikarenakan sebagian kawasan ini merupakan lahan warga.

Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu warga sekaligus penyedia jasa parkir, Ami. Protes dilakukan dengan cara menutup jalan menggunakan pagar sederhana dari bambu. “Kami sebagai warga tentunya protes, ini jalan warga kok mau dikenakan retribusi. Mereka juga tidak membenahi akses jalan, kami sendiri yang selalu memperbaiki jalan dengan dana dari desa dan uang parkir,” kata Ami.

Sebelumnya, konflik lain juga sempat muncul, yakni pagar pembatas kawasan wisata yang berada di lahan warga. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Rustamto, bahwa dalam konflik ini warga tidak setuju dengan adanya pagar tersebut. Namun perundingan akan konflik ini berjalan secara damai, protes yang dilakukan masih wajar. Selang beberapa lama setelah protes dari warga, pihak pengelola pun akhirnya memindah pagar tersebut.

Pagar yang sebelumnya berada di bagian kanan pembatas jalan, yang merupakan jalan desa, kini sudah digeser masuk ke lahan wisata Candi Boko.

Rapat tersebut membicarakan kesejahteraan warga sekitar, yaitu mengenai pendapatan warga serta desa jika jalur tersebut ditutup. Namun, mereka bersepakat untuk membiarkan pengunjung masuk dari jalur belakang. Selain itu, pihak pengelola maupun BPCB tidak boleh melanggar lahan jalan desa. Namun, pihak pengelola bersama petugas keamanan BPCB akan menjaga seluruh area kawasan wisata, termasuk pada jalur belakang tersebut.

Menurut keterangan Ami, pemungutan biaya Rp 2.000 bukan hanya diperuntukkan bagi dirinya saja namun dibagi sama rata dengan desa. Ini artinya Rp 1.000,- untuknya dan sisanya untuk kas desa. Hal merupakan kesepakatan yang dihasilkan oleh desa dan warga. Dengan begitu kas desa dapat digunakan untuk jalan menuju kawasan wisata.

Pemasukan dari ongkos parkir ini dapat dikatakan lumayan. Apalagi jika melihat pengunjung yang datang, Ami menceritakan bahwa pengunjung setiap harinya tidak pasti. Di hari biasa pengunjung hanya 10 sampai 15 motor, sedangkan di musim liburan pengunjung bisa sampai 15 sampai 25 motor. Sedangkan pengunjung yang menggunakan mobil terbilang jarang. Sehingga kurang lebih pemasukan per bulan adalah sekitar Rp 600.000 sampai Rp 1.500.000.

Adanya jalur alternatif ini tentunya menguntungkan bagi wisatawan domestik. Mereka dengan mudah mencari jalur ini melalui internet, sudah ada beberapa blog pribadi yang membicarakan adanya jalur ini. “Saya mengetahui jalur ini lewat internet dan teman. Menguntungkan sekali lewat jalur ini, karena yang didapat sama saja dengan lewat depan. Lebih murah, dan bisa bantu warga,” kata Amallia, seorang pengunjung (8/2).