Yuk, Kenali dan Kelola Kecemasan pada Remaja di Masa Pandemi

DP3AP2 DIY bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK), UGM untuk mengadakan webinar ini (15/4).

Oleh: Yogama Wisnu Oktyandito

Remaja Indonesia, yang pada masa normal sudah rentan mengalami gangguan kecemasan, berpotensi lebih besar mengalami gangguan mental pada masa pandemi Covid-19 ini. 

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018, prevalensi gangguan mental emosional pada usia 15 tahun ke atas sebesar 9,8%, meningkat dari 2013 yang hanya sebesar 6%. Adanya ancaman pandemi beserta beragam informasinya yang sering kali membingungkan, potensi gangguan mental bagi remaja tidak bisa disepelekan.

Webinar yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY ini mengundang dr. Ida Rohmawati, M.Sc., Sp.KJ, psikiater di RS PKU Muhammadiyah Wonosari, sebagai narasumber (15/4).

“Pada masa pandemi saat ini bisa dikatakan bahwa kita semua dilanda rasa cemas … informasi yang begitu gencar sampai kita kesulitan memilah dan memilih mana yang benar,” ujarnya. Ia mengatakan, cara sederhana untuk mengelola kecemasan adalah dengan mengenali tubuh dan kepribadian diri serta menghindari paparan yang memicu kecemasan.

Webinar ini disiarkan pada kanal Youtube Unit Publikasi. Topik yang diangkat tentang bagaimana mengelola kecemasan remaja pada masa pandemi Covid-19.

Riset yang dilakukan oleh Research Square saat masa pandemi Covid-19 terhadap 3.248 warga di China berusia 18 tahun ke atas, menunjukkan bahwa 38,7% warganya mengalami tekanan psikologi dan 37,9% mengalami kecemasan dan kepanikan.

Menurut riset lain oleh Pew Research Center pada 2018, tujuh dari sepuluh remaja usia 13-17 tahun di Amerika Serikat mengatakan bahwa kecemasan dan depresi menjadi masalah utama dalam hidupnya. Pada remaja, ekspresi kecemasan yang umumnya muncul adalah mudah marah, penurunan minat, mudah lelah, perilaku membahayakan diri dan perilaku obsesif.

Cara untuk mengelola kecemasan remaja bisa mulai dari dirinya sendiri, antara lain mengenal tubuh dan kepribadian, menghindari paparan informasi yang memicu kecemasan, menghindari diskusi dengan orang pencemas, melakukan aktivitas yang menyenangkan hingga berolahraga.

Selain itu, peran pihak lain seperti teman sebaya dan orang tua juga penting. Dengan menjadi pendengar yang baik, bersikap tenang dan tidak menghakimi, mengajak melakukan aktivitas bersama hingga mengarahkan untuk mendapatkan informasi yang benar.

Hal itu sangat penting dilakukan karena gangguan kecemasan dapat menurunkan kekebalan tubuh, memicu gejala fisik baru, memperberat gejala fisik yang sudah ada hingga menurunkan produktivitas.

Kondisi yang mengharuskan masyarakat untuk diam di rumah dengan paparan informasi yang datang secara masif semakin memungkinkan timbulnya kecemasan dan kepanikan pada setiap orang.