oleh: Dhania Anindyaswari P

Sebagai salah satu pemain lama dalam bisnis kuliner di Yogyakarta, Teguh Cipto Utomo sebagai pendiri dan pemilik Warung Bakso Pak Teguh punya banyak cerita. Mulai dari sejarah pendirian, tantangan yang pernah dihadapi, hingga caranya bertahan di masa pandemi.

Warung baksonya ini terletak di Jl. Gerilya No.826, RT.39/RW.10 MG 3, Karangkajen, Yogyakarta. Warung ini juga buka dari pukul 16.00 hingga 20.00 WIB. Untuk menikmati semangkuk bakso lengkap diperlukan Rp12.000,-.

Teguh (67) mengungkapkan bahwa ia mulai berkecimpung dalam bisnis bakso sejak 1969. Selama tiga tahun ia fokus membantu kenalannya berjualan bakso. Mulai dari menjadi pencuci piring hingga pelayan. “Dulu ketika tahun ’72, Gunung Merapi sedang aktif jadi cuaca Yogyakarta panas sekali. Saya lalu punya ide jualan es ronde,” ungkapnya. Tetapi berjualan es ronde ini hanya ia jadikan pekerjaan sampingan karena ia masih fokus bekerja untuk orang lain.

Namun ternyata jualannya cukup laris hingga idenya malah dicuri oleh juragan bakso tempatnya bekerja dan ia diberhentikan dari sana. “Tahun ’79 saya ‘dibuang’ sama juragan saya. Tempat jualan yang awalnya di depan Pasar Prawirotaman pindah ke ujung utara pasar,” tambahnya.

Berbekal pengalamannya bekerja di warung bakso selama sepuluh tahun, ia akhirnya memutuskan untuk membuka warung baksonya sendiri pada 1980 di Jl. Parangtritis, tepatnya di depan Pasar Prawirotaman bagian pojok selatan. Waktu ini ia memberi harga Rp350 untuk semangkuk bakso.

“Ikut orang lebih tertekan karena waktu kerjanya tidak bebas, hasilnya dikit. Tapi dulu ya dijalani karena setelah G30S di desa saya, saya mau bekerja susah,” ungkapnya. Teguh sendiri berasal dari Desa Grogol, Bejiharjo Kecamatan Karangmojo, Wonosari, Gunungkidul.

Warung bakso miliknya ini mulai ramai pada 1992. Hal ini karena terdapat Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) yang hanya berjarak 400 meter dari warungnya sehingga banyak siswa SPK yang memilih warungnya sebagai tempat makan siang. “Biasanya ramai sekali itu di hari Rabu dan Sabtu,” kenangnya.

Namun per 2001, SPK bergabung dengan lima sekolah kesehatan lainnya menjadi Poltekkes Yogyakarta. SPK bergabung ke Poltekkes Yogyakarta di Gamping.  Akibatnya penjualan sempat menurun namun tetap bisa menutup biaya produksi.

Salah satu pelanggan warung bakso sejak 2008, Diah (47) mengungkapkan daya tarik bakso di warung ini dibanding warung lainnya,”Kuahnya itu gurih kaldu, baksonya juga bukan kenyal karena banyak tepung. Dagingnya terasa. Suami saya yang pecinta bakso juga suka, favoritnya bakso urat karena rasanya renyah dan uratnya terasa.” Ia juga menambahkan bahwa es ronde merupakan minuman favoritnya dan tidak bisa dijumpai di tempat lain.

Meskipun demikian, warung ini sempat tutup pada September 2019. Pasalnya Teguh sebagai pemilik sekaligus juru masak utama harus diopname di rumah sakit.

Selepas dari rumah sakit, ia mulai mengajari Suharyanto, anaknya, tentang cara membuat bakso. “Bakso ini kan penghasilan utama bapak dan saya sebagai anak hanya berusaha supaya warung ini dapat terus berjalan,” ungkap Suharyanto (45). “Sebenarnya sudah mulai membantu jualan sejak 2018, tapi baru diajarkan resepnya akhir-akhir ini,” tambahnya.

Setelah dirasa mampu, anaknya pun membuka warung kembali pada Desember 2019 dengan pengawasan Pak Teguh.

Pada Maret 2020, Indonesia mulai mengalami pandemi Covid-19. Pemerintah pun menyarankan masyarakat untuk tidak berkegiatan di luar ruangan. Dampaknya warung bakso tutup. Warung baru buka kembali pada Mei 2020.

Sejak Mei itu lokasi warung pindah ke Jl. Gerilya No. 826 yaitu di depan rumah Pak Teguh hingga sekarang. Lokasi ini dipilih supaya tak perlu repot memindahkan dagangan ke tempat berjualan. Saat ini warung buka hingga pukul 20.00 WIB. Dengan dibantu cucunya, warung bakso Pak Teguh telah memiliki akun instagram @bakso_pak_teguh.