Jumlah Kasus Perdagangan Anak Tetap Tinggi, Sebagian Melalui Media Sosial

Oleh: Agnes Retno Larasati

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) RI menyatakan Indonesia menjadi salah satu negara transit dalam perdagangan manusia. Anak-anak merupakan korban yang rentan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah anak Indonesia saat ini ada 83,9 juta jiwa. Mereka semua rentan pada tindak trafficking dan eksploitasi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sejak 2014 hingga September 2018, telah ada 1436 laporan mengenai perdagangan anak.

Sebagaimana yang tampak pada infografis, tak kurang dari 260 kasus perdagangan anak per-tahunnya sejak 2014. Pada 2018 saja, Bareskrim Polri mencatat 30% korban perdangan manusia adalah anak-anak, sisanya adalah dewasa baik perempuan maupun laki-laki.

Menurut KPAI dalam situsnya, ada dua faktor penting yang mendorong terjadinya perdagangan manusia, khususnya terhadap anak. Pertama, faktor-faktor dalam negeri. K  kemiskinan, lapangan kerja terbatas, rendahnya pendidikan, dan pertambahan pengangguran masih terjadi di dalam negeri. Ditambah lagi, pengawasan terhadap peny  jasa TKI lemah, jumlah aparat keamanan terbatas, serta koordinasi antar instansi terkait juga tidak efektif.

Kedua, faktor eksternal. Semakin berkembanganya teknologi, informasi dan transportasi memperlancar aktivitas perdagangan manusia.  Modus baru perdagangan anak yang dilakukan kini terjadi melalui media sosial berkedok sebagai yayasan peduli anak.  Melalui media sosial, mengajak orang-orang agar tidak menggugurkan kandungan atau anak di luar nikah. Bahkan, anak-anak terlantar, bisa diserahkan ke pelaku untuk dicarikan orang tua asuh. Proses adopsi yang dilakukan masuk dalam tindak pidana lantaran prosesnya tak melalui jalur hukum, transaksi ini juga melibatkan uang.

Selain itu, modus berpura-pura sebagai panti asuhan terjadi di Timor Tengah Selatan. Modus baru ini yakni para korban sengaja dimasukkan ke panti asuhan. Setelah anak-anak dibawa, mereka diselundupkan ke Malaysia sebagai TKI.  (Editor: Nadia Utama/ *)