Ketaatan Pelaporan LHKPN 2018 Rendah, Legislatif Penyebabnya

Oleh: Eden Anugrah Hyang

Melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi kewajiban setiap Penyelenggara Negara (PN). Dari tahun ke tahun, persentase tingkat kepatuhan anggota legislatif dalam melaporkan LHKPN tertinggal jauh di bawa lembaga esksekutif dan yudikatif. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalankan berbagai upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Salah satunya dengan mengawasi PN melalui LHKPN. LHKPN berperan penting sebagai instrumen transparansi bagi pejabat publik. Dalam Laporan Tahunan KPK tahun 2017 disebutkan bahwa ketidakpatuhan PN dalam melaporkan LHKPN bisa menjadi indikasi adanya hal yang disembunyikan. Contohnya, beberapa tersangka kasus korupsi seperti Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Suwardiono dan Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur, M. Basuki yang terkena Operasi Tangkap Tangan KPK tahun 2017. Setelah diperiksa, keduanya sama sekali belum pernah melaporkan LHKPN.

Jenis-jenis kekayaan yang dilaporkan oleh penyelenggara negara kepada KPK.

LHKPN ditangani oleh Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN di bawah Deputi Bidang Pencegahan KPK. Sedangkan regulasi mengenai LHKPN diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. PN wajib melaporkan LHKPN pada KPK secara periodik dimulai dari 1 Januari hingga 31 Maret setiap tahunnya selama masa jabatan, atau maksimal tiga bulan setelah perubahan jabatan (pengangkatan, mutasi, pensiun).

Pada tahun 2016 KPK meluncurkan e-LHKPN yaitu aplikasi LHKPN elektronik yang dapat diakses online. Aplikasi ini bertujuan mempersingkat waktu bagi PN yang berada di daerah agar tidak perlu datang ke kantor KPK di Jakarta untuk menyampaikan berkas LHKPN. Selain itu data yang harus diisi dan dilampirkan pun disederhanakan. Awalnya terdiri dari 23 halaman dengan dua jenis formulir, menjadi 16 halaman dengan satu jenis formulir saja di e-LHKPN. Kemudian jenis dokumen pendukung yang harus dilampirkan, awalnya 14 dokumen, di e-LHKPN hanya perlu satu jenis saja.

Aplikasi e-LHKPN yang mempermudah sistematika pelaporan LHKPN diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan PN dalam melaporkan LHKPN. Selain itu, KPK juga memberikan akses pada masyarakat untuk dapat mengakses pengumuman LHKPN melalui e-LHKPN dan turut mengawasi kinerja PN.

Upaya yang dilakukan KPK ini membuahkan hasil yang cukup signifikan melihat angka kepatuhan pelaporan LHKPN dari tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami peningkatan. Persentase kepatuhan keseluruhan meningkat dari 69,5 persen menjadi 75 persen. Kemudian pada 2017 meningkat lagi menjadi 77,4 persen. Namun angka ini mengalami penurunan drastis pada tahun 2018 menjadi 61,9 persen.

Di antara para penyelenggara negara pada ketiga lembaga tinggi negara, anggota DPR paling malas melaporkan kekayaan ke KPK.

Pelaporan kekayaan pribadi oleh para anggota MPR, DPD, DPR dan DPRD selalu mencapai persentase terrendah sejak 2015 hingga 2018. Pada 2018, dari keempat lembaga legislatif tersebut, DPR merupakan lembaga paling tidak patuh dalam hal pelaporan LHKPN. Dari 524 anggota DPR, hanya 21,46 persen atau 115 orang saja yang taat melapor. Jumlah ini sangat mempengaruhi rendahnya angka kepatuhan pelaporan LHKPN pada tahun 2018 secara keseluruhan.

Dari 2015 hingga 2017 lembaga yudikatif memiliki tingkat kepatuhan tertinggi dibanding eksekutif dan legislatif, yaitu selalu di atas 80 persen. Prestasi ini menurun drastis pada 2018, angka kepatuhan lembaga yudikatif mencapai 48 persen. Namun penurunan angka ini tidak lebih rendah dibanding persentase kepatuhan legislatif. (Editor: Firza Prima Putra/*).