Selebgram dan Content Creator Kuliner Jogja Semakin Eksis

Akun dyodoran merupakan salah satu akun Instagram selebgram kuliner asal Jogja yang paling banyak diikuti di antara pembuat konten kuliner lain dari Jogja

oleh Nadia Intan Fajarlie

Selebgram dan content creator kuliner dari Daerah Istimewa Yogyakarta semakin marak di media sosial Instagram. Mereka meninjau beragam kuliner di berbagai tempat makan sebagai profesi. Ada yang menjadikannya profesi tetap, namun ada juga yang menjadikannya sebagai pekerjaan sambilan.

Salah satu selebgram sekaligus pembuat konten kuliner di Instagram dari Jogja ialah Dyo Hendro Kumoro. Pria asal Wonosobo ini telah menjadikan selebgram sekaligus content creator kuliner sebagai profesi tetap. Sejak 2014, Dyo mulai menggeluti dunia Instagram. Di tahun 2016 pria kelahiran Magelang ini mulai menekuni pekerjaan sebagai peninjau di bidang kuliner dan menerima tawaran membuat rekomendasi (endorse) penjaja kuliner di DIY. “Awalnya kita yang nawarin. Dulu harus menjelaskan tentang digital yang masih asing buat pengusaha-pengusaha kuliner waktu itu,” terang Dyo.

Akun Instagram dyodoran telah diikuti lebih dari 532 ribu pengguna. Dyo yang awalnya hanya mengerjakan pembuatan konten sendiri, kini memiliki tim yang membantunya dalam merekam dan mengedit gambar, serta manajemen kerja sama. Ia mengatakan jika biaya endorse di akunnya bervariasi, tergantung daerah dan jenis konten. “Jogja dengan luar Jogja tentu beda pricelist-nya, foto dan video juga beda,” ungkapnya. Ia mengaku jika biaya endorse di akunnya mulai dari satu juta rupiah.

Berbeda dari  Dyo, seorang pembuat konten kuliner berdarah Sunda, Iqbal Galuh Hartono, mengaku jika content creator adalah pekerjaan sambilannya. Ketika lulus dari sebuah universitas swasta di Jogja tahun 2016, Iqbal mencoba memanfaatkan akun Instagramnya untuk membuat konten kulineran. “Awalnya ini buat iseng doang karena waktu itu aku nganggur setahun dan banyak fenomena foodgram di IG, yaudah aku ikuti,” ungkapnya. Pemilik akun Instagram gembulfoody ini kini telah memiliki pekerjaan di sebuah perusahaan yang berlokasi di Jalan Kaliurang. Menurutnya menjadi pembuat konten kuliner di media sosial itu fleksibel, bisa dilakukan di sela-sela kesibukaanya bekerja penuh waktu.

Iqbal tetap menyeimbangkan konten-konten dalam akun Instagramnya, antara endorse dengan hasil kulinerannya sendiri.

Saat pertama kali ditawari endorse kuliner, Iqbal mengatakan jika ia masih menerapkan sistem barter. Namun, semenjak Iqbal bergabung dalam paguyuban Jogja Foodies Association (JFA), banyak foodies (sebutan untuk peninjau kuliner di akun Instagram) lain di Jogja yang memberinya saran dan masukan. Foodies yang tergabung dalam JFA, kata Iqbal, saling berbagi informasi seputar dunia pembuat konten kuliner di Instagram.

Iqbal membenarkan jika ada dua jenis harga jasa melalui selebgram atau pembuat konten kuliner (foodgram), yaitu harga individu dan harga paket. “Kalau harga individu itu yang nentuin aku sendiri, kalau paket itu terbentuk dari beberapa foodgram yang jadi satu. Harganya kita turunkan sedikit,” imbuh Iqbal. Menurut foodgram yang punya tagline khas ‘nakdaek’ ini, bentuk paket lebih memudahkan pengusaha kuliner karena hanya perlu menghubungi satu akun saja.

Menurut Lidwina Mutia Sadasri, S.I.P, M.A, pengamat media sosial dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta peluang untuk menjadi selebgram atau content creator saat ini tergolong tinggi, terutama jika fokus pada kuliner untuk daerah tertentu, sebab ada beragam kuliner di Indonesia. Menurutnya, selebgram kuliner melibatkan praktik mengkonsumsi produk. Maka, menurut dia, jika dikhususkan untuk daerah tertentu akan lebih efektif loans jar, meski target marketnya juga akan lebih spesifik.

Mutia mengatakan bahwa salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam beriklan melalui media sosial adalah fitur-fitur yang tersedia (20/05).

“Selama platform instagram masih meraih banyak audiens, selama konten selebgram masih menarik audiens, selama interaktivitas selebgram dan follower masih tinggi, saya rasa selebgram masih akan menjadi tren,” imbuh Mutia.

Mutia menjelaskan bahwa selebgram dengan konten yang spesifik juga lebih “didengar” oleh konsumen atau calon konsumen, terutama jika kategori brand tersebut berkaitan dengan kategori konten atau karakteristik selebgram itu sendiri. “Perlu diperhatikan karakteristik selebgram, karakteristik followers selebgram tersebut apakah sudah sesuai dengan karakteristik produk yang diiklankan,” tambahnya.

Dosen Ilmu Komunikasi UGM ini juga menuturkan jika vendor kuliner sebaiknya memerhatikan karakteristik platform Instagram. Selain itu, ia menambahkan, masyarakat yang terpapar informasi terkait iklan kuliner dapat bersikap kritis, terlebih sejumlah platform media sosial yang digunakan sebagai media beriklan memberi kesempatan untuk dapat memberikan komentar atau umpan balik yang terbuka.

Diakui oleh Kristina Bintang, salah seorang follower akun selebgram kuliner asal Jogja, jika hadirnya akun-akun kuliner di Instagram memudahkannya mencari referensi tempat makan di Jogja. Menurutnya informasi yang penting untuk disampaikan oleh para selebgram maupun pembuat konten kuliner adalah harga makanan serta lokasi penjaja kuliner.

Damar Jalu, mahasiswa yang juga suka mengikuti akun-akun kuliner di Instagram, mengaku jika akun-akun tersebut membantunya mendapatkan informasi seputar street food. “Kalau aku lebih suka cari tahu tentang street food sih. Apalagi aku kan bukan orang Jogja, jadi kalau udah kepepet nggak tau mau ke mana, selebgram kuliner itu membantuku mencari rekomendasi tempat makan,” ungkap mahasiswa asal Karanganyar ini.