Bisnis Manis Bakpia, Penganan Khas Yogyakarta

Setelah matang, bakpia panas diangkat dari kompor pemanggang untuk diangin-anginkan di atas sebuah tampah bambu sebelum nanti dikemas ke dalam kotak (29/5).

oleh Mario Stephen Hadiwijaya

Bisnis industri bakpia memiliki pasar yang menjanjikan di Yogyakarta. Bahkan, bakpia sudah menjadi jenis kudapan sehari-hari yang diterima oleh masyarakat maupun wisatawan sehingga lekat sekali sebagai oleh-oleh khas dari kota pelajar ini. Dengan terus mengikuti selera masyarakat dan perubahan zaman, bisnis bakpia terus berkembang melalui inovasi dalam produksi serta pemasaran.

Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito, peneliti senior di Lembaga Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa bisnis bakpia sudah dimulai sejak kedatangannya dari negeri Tiongkok pada tahun 1940-an di Kampung Pathook, Ngampilan, Kota Yogyakarta. Kaum Tionghoa kala itu menjajakan bakpia berisi kacang hijau lembut dan manis dari pintu ke pintu. Bakpia-bakpia itu ditempatkan di dalam wadah-wadah bambu atau besek. 

Rasa yang manis membuat bakpia mulai diterima di masyarakat Yogyakarta sehingga pada tahun 1990-an industri ini mulai berkembang dan mencapai popularitasnya sebagai oleh-oleh khas. Hampir setiap rumah tangga di Kampung Pathuk memproduksi dan menjual bakpia. Kondisi ini membuat pada tahun 2000-an harga bakpia anjlok. Semua berlomba-lomba menawarkan bakpia termurah. Imbasnya kualitas bakpia ikut menurun.

Sejak tahun 1990-an jalan Karel Sasuit Tubun atau biasa yang lebih dikenal dengan kampung Pathook menjadi pusat produksi sekaligus pemasaran industri bakpia di kota Jogja (28/5).

Namun, perubahan zaman membuat citra bakpia kembali bangkit. Modernisasi dan perubahan selera masyarakat memunculkan fenomena inovasi kuliner pada bakpia. Bisnis bakpia kembali bermunculan dengan semangat modern dan inovasi. “Macam-macam variasi rasa serta teknik masak yang baru juga diterapkan sebagai strategi bisnis untuk menarik konsumen,” tambah Prof. Murdijati (28/3)

A. Doni Tyas Agung Nugroho, pebisnis bakpia dengan merek dagang “Bakpia Citra Premium” menilai bahwa daya tarik berbisnis bakpia dipengaruhi oleh faktor Jogja sebagai pasar yang menjanjikan bagi industri ini untuk berkembang. Karakteristiknya sebagai tujuan wisata membuat permintaan akan oleh-oleh menjadi sangat tinggi. Apalagi bakpia sudah menjadi oleh-oleh khas yang identik dengan Yogyakarta. “Itu yang membuat bakpia ini tidak akan pernah habis untuk dijadikan sebagai komoditas,” jelas Doni (25/5).

Hal senada juga disampaikan Heri Irawan, pebisnis bakpia dengan merek dagang “Bakpia 5555”. Menurutnya bakpia sudah menjadi ikon makanan dari Yogyakarta yang digemari dan dicari. Popularitas bakpia ini membentuk pasar yang kuat dan besar sehingga menjadi daya tarik para pebisnis untuk memanfaatkan keadaan. “Maka dari itu bisnis industri bakpia baru terus bermunculan di Jogja,” tukas pria asli Bantul saat dihubungi lewat telepon (15/5).

Dilihat berdasarkan analisis kuliner, Murdjiati menjelaskan bahwa terdapat empat poin daya tarik berbisnis bakpia sebagai produk oleh-oleh. Pertama, bakpia dapat bertahan beberapa hari sehingga memungkinkan untuk dibawa wisatawan sampai kembali ke tempat asalnya. Kedua, sebagian besar kuliner Indonesia memiliki cita rasa manis, sehingga bakpia lebih universal dalam kesukaan. Ketiga, memiliki variasi kemasan yang menarik dan unik. Keempat, bentuk serta ukuran bakpia ergonomis sehingga praktis untuk dimakan. Keempat poin inilah yang membuat bakpia digemari sebagai oleh-oleh sehingga bakpia menjadi bisnis yang menjanjikan.

 

Terdapat dua jenis bakpia populer yakni bakpia basah dan kering. Perbedaan utama kedua jenis bakpia ini terletak pada cara pembuatan kulitnya (28/5).

Tentu saja bisnis industri bakpia yang berkembang saat ini tetap harus memperhatikan selera masyarakat serta perubahan zaman. Murdjiati mengingatkan bahwa salah satu cara untuk terus menangkap pasar bakpia adalah dengan memelihara keputusan konsumen untuk membeli produk. “Yang harus diperhatikan adalah kebosanan dan rutinitas karena karakteristik wisatawan yang datang ke Jogja selalu mencari pengalaman baru dalam kuliner. Untuk itu produk bakpia harus terus dikembangkan dari masa ke masa baik macam variasi bakpia, bentuk ataupun bahan,” tukas ahli kuliner yang baru saja menerima penghargaan dari Ubud Food Festival 2019 ini.