Bitcoin, Mata Uang Virtual yang Banyak Diperdebatkan

Bitcoin, mata uang virtual yang banyak diminati investor tetapi banyak diperdebatkan. (REUTERS/Benoit Tessier)

Oleh: Annisa Ega Kurniare

Sejak muncul kasus peretasan oleh virus ransomware wannacry beberapa bulan lalu, bitcoin mulai banyak diperbincangkan. Para peretas meminta tebusan kepada korban dengan jenis mata uang ini.  Bitcoin menjadi tren baru dalam transaksi di dunia internet. Meskipun populer, tidak sedikit negara yang menolak penggunaan bitcoin, termasuk Indonesia. Sebenarnya, apa itu bitcoin dan bagaimana perkembangannya di negeri ini?

Bitcoin adalah mata uang digital yang tidak terikat kepada bank, serta memungkinkan penggunanya bertransaksi tanpa mengungkap jati diri mereka. Tidak seperti mata uang konvensional yang diatur oleh otoritas sentral, tak ada satu pun lembaga yang dapat mengatur peredaran bitcoin, sehingga nilainya selalu fluktuatif.  Nilai mata uang virtual ini hampir selalu meningkat dari waktu ke waktu.

Sistem di bitcoin menggunakan perhitungan matematika dan kriptografi yang tersebar di jaringan komputer peer to peer. Para pengguna “menambang” koin mereka dengan meminjamkan jaringan ini  untuk memverifikasi transaksi pengguna lainnya. Mereka mendapatkan bitcoin sebagai imbalannya.

Uniknya, koin digital ini bersifat cryptocurrency, yaitu dapat diperjualbelikan dan dapat ditukarkan dengan mata uang asli. Sistem transaksinya yang tidak bisa dilacak membuatnya populer di kalangan peretas jaringan komputer.

Dilansir cnnindonesia.com, Ketua Satuan Tugas Waspada Indonesia (SWI), Tongam Tobing, meminta masyarakat untuk tidak tergoda dengan iming-iming keuntungan investasi cryptocurrency (1/12). Menurutnya, investasi mata uang virtual ini menyesatkan, karena menjanjikan bunga tinggi yang tidak masuk akal yaitu 1–5 persen per harinya. Ditambah lagi, pembeli tidak menerima koin yang dibelinya sehingga tidak bisa melakukan pemantauan.

Bank Indonesia sendiri akan melarang transaksi menggunakan bitcoin pada tahun 2018. Dilansir kompas.com, Kepala Pusat Program Transformasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko mengatakan bahwa Peraturan Bank Indonesia (PBI) akan mengeluarkan regulasi tersebut dalam waktu dekat (5/12).

Tidak semua negara setuju terhadap sistem Bitcoin. Beberapa tempat yang menerima Bitcoin sebagai alat transaksi memiliki stiker penanda. (REUTERS)

Sebenarnya, BI sudah mengeluarkan kebijakan sejak Februari 2014 lalu yang menyatakan bahwa bitcoin dan mata uang virtual lainnya bukan alat pembayaran sah di Indonesia. Hal ini mengacu pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, serta UU Nomor 23/1999 yang kemudian diubah beberapa kali.

Namun, regulasi tersebut belum cukup spesifik. Bank Indonesia masih melakukan pengkajian secara mendalam, untuk mempertimbangkan apakah bitcoin akan dimasukkan dalam PBI tentang uang elektronik atau peraturan terpisah.

Oleh karena privasi para penggunanya yang terjamin, bitcoin berisiko diselewengkan untuk melakukan tidakan melawan hukum, misalnya peretasan, terorisme dan pencucian uang. Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK, Ivan Yustisia Pandana, menjelaskan bahwa alasan penggunaan bitcoin oleh para teroris cyber bertujuan untuk menghindari pantauan penegak hukum.

Di sisi lain, bitcoin sendiri telah diminati oleh banyak investor. Jumlah pengguna bitcoin bahkan mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan peningkatan nilai mata uang virtual tersebut dalam beberapa pekan terakhir, yaitu mencapai rekor tertinggi di angka Rp 261 juta (7/12).

CEO Bitcoin Indonesia, Oscar Dharmawan menyatakan bahwa pengguna bitcoin di Indonesia didominasi oleh generasi milenial, khususnya mahasiswa. Hal itu bisa terjadi karena kebanyakan orang yang memahami teknologi blockchain adalah mereka yang terpelajar dan masih muda.

Teknologi blockchain berjalan secara desentralisasi (peer to peer), sehingga tidak hanya bergantung pada satu server. Apabila transaksi tidak dapat dilakukan di Indonesia, pengguna dapat melakukan transaksi di negara lain. Generasi milenial hidup di era internet, yang tidak memandang batas negara.

Selain itu, generasi milenial cenderung menganggap emas sebagai instrumen investasi yang sedikit merepotkan untuk ditransaksikan. Jadi, mereka lebih tertarik dengan cryptocurrency, yang menawarkan kemudahan lewat akses digital, namun nilainya bahkan lebih tinggi dari emas.

Salah satu cuitan warganet yang antusias terhadap perkembangan fluktuasi bitcoin melalui twitternya @ariesadhar.

Bitcoin bukan satu-satunya cryptocurrency yang beredar di dunia. Selain Bitcoin, terdapat pula Ethereum, Ripple, Dogecoin, Litecoin dan Swiftcoin. Kehadiran bitcoin tidak hanya dipermasalahkan di Indonesia. Di beberapa negara, seperti China dan Rusia, bitcoin juga ditolak beredar. Sementara di Jepang, bitcoin diterima sebagai alat pembayaran yang sah.

Pada dasarnya, mata uang virtual tidak mendapat izin resmi dari pemerintah karena yang diakui sebagai alat pembayaran yang sah hanya rupiah. Pemerintah menganggap instrumen investasi yang digunakan masyarakat seharusnya sesuai dengan apa yang telah diatur, misalnya deposito dan saham. Selain itu, investasi dari masyarakat diharapkan dapat memberikan dampak pada pembangunan ekonomi negara, bukan sekadar mengejar bunga tinggi.

Masyarakat pro-kontra terhadap pemberitaan bahwa Bitcoin akan dilarang di Indonesia. Salah satunya cuitan akun @cloudni11801188 yang tetap mendukung mata uang tersebut.