Cacing Sutra: Kebutuhan Tinggi dengan Pasokan yang Masih Kurang

Budidaya cacing sutra oleh Kelompok Tani Mina Sekawan dimulai pada Desember 2016 atas masukan dari Pemerintah Sleman, Yogyakarta.

Oleh: Almara Jati

Budidaya cacing sutra merupakan bisnis menjanjikan dengan pengelolaan yang relatif mudah. Pasokan cacing sutra masih sangat rendah, sementara kebutuhannya sangat besar, yakni para petani ikan di DIY yang memanfaatkannya sebagai pakan larva ikan.

Budidaya cacing sutra pertama di Yogyakarta dikelola oleh kelompok tani Mina Sekawan yang dimulai pada Desember 2016. Pada awalnya, petani ikan di Dusun Kruwet, Sumberagung, Moyudan, Sleman hanya membiarkan orang-orang dari luar dusun mengambil cacing sutra di wilayah tersebut. Setelah diberikan pemahaman oleh Dinas Perikanan Sleman bahwa cacing sutra merupakan bisnis yang sangat menguntungkan, dimulailah pembudidayaan cacing sutra.

Menurut Winardi, Ketua Kelompok Tani Mina Sekawan, inti dari perikanan ada di cacing sutra. Ketika ikan masih berbentuk larva, mereka membutuhkan cacing sutra untuk bisa hidup sampai siap panen. “Dibandingkan kutu air dan makanan alami lainnya, cacing sutra adalah makanan yang paling bagus dengan protein mencapai 57% tiap cacingnya,” kata Winardi.

Reza, salah satu petani ikan hias di Kalasan, Sleman, menyatakan bahwa bisnis ikan hiasnya sangat terbantu dengan adanya budidaya cacing sutra di Mina Sekawan. “Meskipun cacing sutra bisa didapat dari penjual eceran, tapi ketersediaan di Mina Sekawan lebih pasti dibanding penjual eceran. Pakan alami yang lain bisa menggunakan kutu air tetapi ketersediaannya tidak tentu. Artemia (sejenis zooplankton) juga bisa tapi harganya lebih mahal,” jelas Reza.

Bisnis cacing sutra pun tidak memakan biaya yang besar. Hanya dibutuhkan media berkembang biak berupa kolam berlumpur yang mengandung bahan organik dengan arus air yang tidak deras. Winardi dan anggota kelompok memanfaatkan limbah dari kolam lele untuk memberi makan cacing sutra. Selain itu, pakan untuk cacing sutra juga bisa berasal dari sisa nasi, ampas olahan singkong, pisang yang sudah busuk, daun-daun, dan ampas tahu.

 

 

Meskipun biaya budidaya kecil, bisnis ini bisa menghasilkan untung yang besar. Mina Sekawan menjual cacing sutra per liter seharga Rp 20 ribu. Dalam satu hari, mereka bisa menjual antara 15 hingga 30 liter. Jika rutin, keuntungan yang didapat dalam kurun waktu satu bulan bisa mencapai Rp 12 juta.

Namun, budidaya cacing sutra bukanlah tanpa masalah. Air hujan menjadi ancaman bagi Winardi dan anggota lainnya. “Kalau hujan nanti cacingnya ikut terbawa arus, lumpurnya juga. Harus menunggu dua sampai tiga hari sampai lumpurnya terkumpul lagi,” kata Winardi.

Ke depannya, Winardi dan anggota Mina Sekawan berencana untuk membuat pintu air yang mengatur masuk dan keluarnya air serta menyaring sampah-sampah agar tidak masuk ke kolam budidaya.

Pasokan ke pembeli juga menjadi masalah baru karena Mina Sekawan merupakan pembudidaya cacing sutra satu-satunya di Yogyakarta. Permintaan yang masuk dari hampir seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta membuat Mina Sekawan kewalahan. Pasalnya, media budidaya kolam seluas 500 meter persegi rupanya belum bisa memenuhi permintaan pasar yang melebihi kapasitas tersebut.

“Kami memang belum bisa memenuhi permintaan pasar dan belum berani jika harus mengirim ke luar Yogyakarta, tetapi kami sering mengadakan pelatihan agar para petani bisa membudidayakan cacing sutranya sendiri. Lalu jika nanti ketersediaan cacing sutra mereka berlebih dan bingung akan dijual ke mana, mereka bisa menjualnya ke Mina Sekawan,” kata Winardi.

Menurut Wilyada, Kepala Seksi Bina Produksi Perikanan Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Sleman, belum banyak yang tertarik untuk membudidayakan cacing sutra terutama di Kabupaten Sleman sendiri. Maka dari itu, dinas, bekerjasama dengan Mina Sekawan, mengusahakan pelatihan-pelatihan pembudidayaan cacing sutra kepada para petani ikan di Sleman agar mereka juga bisa membudidayakan sendiri.

“Potensi bisnis cacing sutra itu sangat bagus karena budidaya perikanan di Sleman yang maju adalah bagian pembenihan atau saat ikan memasuki fase larva. Pembenihan sendiri sangat membutuhkan cacing sutra terutama bagi larva ikan-ikan karnivora seperti gurami, lele, dan sebagian besar ikan hias,” kata Wilyada.

Cacing sutra merupakan komoditas yang mudah dibudidayakan dengan biaya yang tidak besar dan keuntungan yang menjanjikan sehingga diharapkan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan para petani ikan. Dengan adanya sosialisasi, diharapkan budidaya cacing sutra juga bisa berkembang di luar Mina Sekawan sehingga para petani ikan tidak harus keluar biaya lebih banyak hanya untuk pakan larva ikan.