Cloud Kitchen di Blitar, Inovasi di Tengah Pandemi

Aris (33) sedang mengolah pecel punten pesanan pelanggan (5/10).

Oleh: Brilliantine Yusfa Tri Ananda

Di berbagai kota di Indonesia, bisnis olahan makanan dengan konsep cloud kitchen bukan hal baru. Beberapa nama besar seperti GrabKitchen dan GoFood juga sudah menawarkan jasa tersebut.

Sementara itu di Blitar, fenomena cloud kitchen ini baru berkembang semakin pesat dalam kondisi pandemi. Hal ini disebabkan banyak orang saat ini lebih memilih pesan antar karena khawatir dengan risiko penyebaran virus Covid-19.

Kondisi tersebut membuat para pemilik usaha restoran di Blitar memutar otak agar bisnis mereka masih dapat berjalan. Caranya, dengan menyediakan jasa pengiriman olahan makanan ke rumah. Tidak hanya pemilik usaha restoran lama, banyak pebisnis olahan makanan baru yang mulai berdiri di tengah pandemi. Kebanyakan dari pebisnis baru tersebut kehilangan pekerjaan karena pandemi memaksa mereka dipulangkan dari tempat mereka bekerja sebelumnya.

Aris (33), salah satu pebisnis olahan makanan yang memanfaatkan konsep cloud kitchen di Blitar, membenarkan fenomena tersebut. Sebelumnya dia bekerja sebagai karyawan salah satu bisnis toko pakaian daring di Malang, namun dipulangkan saat pandemi mulai melanda. Cloud kitchen sendiri adalah restoran yang berbasis pesan antar dan tidak memiliki tempat fisik.

Enggan untuk menganggur dan ingin menambah penghasilan keluarga, Aris dan ibunya, Karmi (56), memutuskan untuk mulai berbisnis olahan makanan. Karmi sendiri telah memiliki nama di lingkungan tempat tinggalnya sebagai tukang masak. Dengan memanfaatkan grup jual beli di WhatsApp milik warga setempat dan juga Facebook, Aris dan Karmi dengan mudah memasarkan olahan makanan mereka ke warga sekitar. Mereka menyambut berbagai olahan makanan Aris dan Karmi dengan baik, terutama pecel punten dan nasi ampok (nasi jagung).

Selain masyarakat umum, para tenaga kesehatan dari RSUD Ngudi Waluyo Wlingi pun juga sering memanfaatkan layanan pesan antar olahan makanan Aris.

Kemudahan media sosial sebagai sarana untuk memasarkan olahan makanan juga dirasakan oleh Purnomo (40). Purnomo adalah salah satu pebisnis olahan makanan di Blitar yang juga memanfaatkan konsep cloud kitchen seperti Aris.

Purnomo (40) mengantar pesanan dengan mengutamakan protokol kesehatan (2/10).

Setelah sempat bekerja di luar negeri dan akhirnya pulang, Purnomo tidak ingin bekerja dengan orang lain, tetapi memang sulit untuk mencari pekerjaan di masa pandemi. Pada akhirnya Purnomo memutuskan untuk memanfaatkan kemudahan sosial media dan menjual olahan makanan dari rumah.

Pada bulan Juni, Purnomo memulai bisnis dengan menawarkan jajanan tradisional madumangsa dan wajik kletik melalui Facebook. Setelah mendapat respon positif dari masyarakat, pada bulan Agustus Purnomo mencoba untuk menawarkan ayam geprek. Purnomo lalu juga memasarkan olahan makanannya melalui status WhatsApp.

Salah satu pelanggan tetap ayam geprek Purnomo adalah Endang (56). Endang mengetahui bisnis pesan antar makanan milik Purnomo dari grup Facebook yang berisi berbagai macam bisnis daring. Dia mengatakan bahwa dengan membeli olahan makanan milik bisnis-bisnis yang baru dimulai di tengah pandemi akan ikut memberdayakan usaha masyarakat setempat.

“Saat pandemi ekonomi pedagang turun drastis, saya mulai mencoba untuk membeli berbagai makanan yang ditawarkan,” sebut Endang. Ia juga menjelaskan bahwa di saat pandemi seperti ini, pembeli juga merasa lebih aman dengan pesan antar makanan langsung ke rumah.

Catatan redaksi: Pada masa pandemi, banyak mahasiswa Dikom UGM yang menjadi jurnalis Warga Jogja tidak berada di Yogyakarta. Ini adalah salah satu liputan yang mengangkat cerita dari kota tempat mereka tinggal saat ini, daerah asal mereka.