Ekspresi Anak Muda Yogyakarta dalam @JogjaStreetStyle

Jogja Street Style bukan sekadar gaya, namun gambaran kreativitas anak muda Yogyakarta (Dok. @jogjastreetstyle).

Oleh: Christian Theo Dwi Hartono

Dibuat pada 2016 oleh Gilang Chandra dan Swastati Dipta, @jogjastreetstyle memberikan inspirasi dan motivasi bagi anak muda untuk berekspresi melalui gaya berpakaian.

Gil & Tita, pencetus @jogjastreetstyle.
Dok. pribadi

Berangkat dari kecintaan terhadap fesyen sejak remaja, Gil dan Tita membuat akun Instagram @jogjastreetstyle yang memotret dan membagikan gaya berpakaian unik orang-orang yang mereka temui. Menurut mereka, anak muda Yogyakarta memiliki keunikan cara berekspresi yang berbeda dibandingkan kota lain.

“Yogyakarta punya diversitas yang tinggi dalam bidang fesyen, mungkin salah satunya karena anak muda Yogyakarta bisa berasal dari berbagai daerah, jadi banyak faktor dan latar belakang yang mempengaruhi cara mereka berpakaian,” ungkap Tita.

Ekspresi streetstyle bisa sangat unik dan beragam bagi setiap orang. Tidak hanya sekadar mengekspos gaya berpakaian yang unik, beberapa kali mereka mencoba mengulik alasan personal di balik setiap pilihan cara berpakaian seseorang.

Saat mengadakan pameran bertajuk “Style, Story, Statement #1” pada 2016 yang lalu, Gilang dan Tita sempat mewawancarai beberapa anak muda Yogyakarta dengan style unik sebagai bahan pameran. Mereka melihat bahwa di balik setiap gaya busana, setiap orang bisa memiliki kisah unik yang mempengaruhi pilihan gaya tersebut.

“Dulu ada orang yang menggimbal rambutnya, semata-mata karena ia mencintai alam. Rambut gimbalnya adalah representasi dari akar pohon,” ungkap pria yang akrab disapa Gil ini.

 

Salah satu konten dalam akun @jogjastreetstyle

Akun @jogjastreetstyle mampu mempengaruhi anak muda Yogyakarta untuk lebih berani berekspresi dan berkreasi. Hanif Mufadlilah, salah satu pengikut akun ini, menyetujui pernyataan tersebut.

Saat ditanya soal @jogjastreetstyle, Hanif mengaku mendapat motivasi untuk berekspresi dari akun tersebut. “Aku jadi lebih berani untuktampil tidak mainstream. Selain itu, aku juga jadi tahu uniknya kaos kaki warna-warni!,” ungkap Hanif pada wargajogja.net .

Tren streetstyle yang meningkat ikut membangkitkan semangat wirausaha anak muda Yogyakarta. Menurut Gil, harga jual bisnis pakaian bekas sekarang semakin meningkat.

“Dulu dengan uang Rp 500 ribu, aku bisa dapat 10 pakaian, sekarang cuma dapat lima,” ungkap Gil. Selain itu, peluang usaha di bidang kerajinan dan aksesoris turut menjamur. Hal ini terlihat juga dari maraknya bazaar atau creative market yang memfasilitasi wirausahawan muda untuk menawarkan karyanya, misalnya dalam acara Festival Kesenian Yogyakarta.

Menurut Gil dan Tita, streetstyle merupakan mode yang awalnya muncul sebagai bentuk counter dari tren fesyen runway. Seiring berjalannya waktu, tren ini kemudian diadopsi di berbagai negara yang umumnya memiliki budaya berjalan kaki untuk bepergian seperti Jepang, Amerika, dan sebagainya. Oleh karena itu, mode ini disebut sebagai streetstyle karena kerap ditemui di jalanan.

Gil mengaku terinspirasi gaya fesyen era 70-90an.
Dok. Penulis

Meski demikian, tren streetstyle juga digandrungi negara yang tidak terbiasa dengan budaya jalan kaki seperti Indonesia. Di Yogyakarta, mode streetstyle akan lebih mudah ditemui dalam acara-acara kreatif anak muda seperti pameran, konser, pagelaran seni, dan lain sebagainya. Hal ini karena acara-acara semacam itu terbuka terhadap kreativitas liar anak muda dalam berpakaian, sehingga orang tidak perlu malu atau sungkan untuk berekspresi. Keterbukaan semacam itu mencerminkan budaya toleransi terhadap orang lain yang dihidupi oleh anak muda Yogyakarta.

Melalui @jogjastreetstyle, Gil dan Tita ingin mengajak anak muda Yogyakarta untuk berani berekspresi, sekaligus mengapresiasi dan menghargai pilihan-pilihan ekspresi orang lain.