Mengenal Si Manis Yangko Kotagede

Proses pemberian tepung pada Yangko Bu Tjip, Balong Kidul, yang siap dikemas (1/11)

Oleh: Rr. Shafira Putri Ramadhani

Terletak di barat daya Yogyakarta, Kotagede tebarkan pesona wisatanya. Selain perak, jajanan pasar khas Kotagede juga terkenal, salah satunya yangko. Terbuat dari beras ketan, yangko mampu merangkum manisnya suasana Kotagede dalam setiap potongannya.

Salah satu produsen yangko adalah Toko Roti Ngudi Roso. Toko yang beralamat di Jalan Masjid Besar Kotagede itu menyajikan yangko aneka rasa dengan satu kotak seharga 18000 rupiah.

Toko Roti Ngudi Roso menjajakan oleh-oleh khas Kotagede telah berdiri lebih dari lima puluh tahun (4/11).

Arif, salah satu penerus toko oleh-oleh Ngudi Roso, mengatakan yangko sudah mereka produksi dan jual lebih dari lima puluh tahun. Resep yangko didapat  turun-temurun dan masih sama, hanya saja ada penambahan variasi rasa.

“Yang khasnya Kotagede kan yangko dan kipo,” kata Arif.

Selain yangko terdapat oleh-oleh lain seperti wingko, ukel, roti waron, lempeng,  dan bakpia.

“Bakpia itu (di dapat dari) setoran, kalo yangko produksi sendiri. Biasanya (yangko) disetorkan juga ke Giwangan sama Gambiran,” kata Arif.

Yangko Ngudi Roso rasa Framboze (4/11)

Selain di Toko Ngudi Roso, rupanya Kampung Balong Kidul juga memproduksi yangko Kotagede. Yangko Bu Tjip menjadi salah satu rumah yang setiap hari memproduksi yangko. Usaha yang berawal dari coba-coba tersebut justru malah bertahan lebih dari tiga puluh tahun.

“Awal berdiri yangko dari coba-coba bikin yangko. Sedikit-sedikit tapi kok laku,” kata Sarmi salah satu pekerja Yangko Bu Tjip.

Setelah Bu Tjip rupanya rumah-rumah di sekitar berbondong membangun usaha yangko. Bedanya mereka hanya memproduksi setiap lebaran.

“Di sini ternyata ada lima rumah yang bikin (yangko). Tapi yang produksi tiap hari milik ibu,” kata Ranti, anak dari Bu Tjip.

Ranti mengatakan awal mula usaha yangko dipilih karena bahannya mudah didapat yaitu beras ketan, gula, dan perisa.  Bu Tjip dan keluarga membuat yangko di rumah setiap setelah solat Asar hingga sebelum Magrib.

“Proses pembuatan yangko, beras didang (ditanak)  terus dijemur. Habis dijemur terus dipisah-pisah jadi beras lagi, terus disangrai, digoreng dan ditepung. Jadi nggak pakai minyak, nggak pakai uyah (garam),” kata Sarmi.

Pengepakan Yangko Bu Tjip untuk didistribusikan (1/11)

Banyak penjual oleh-oleh yang memesan dan memasarkan yangko Bu Tjip di Pasar Beringharjo. Jika banyak pesanan dalam sehari Bu Tjip bisa menghasilkan 700 sampai 800 kotak, dengan satu kotak berisi tiga puluh potong yangko.

“Hari biasa bisa 400 kotak, semua tergantung pesanan,” kata Ranti.

Bahkan konsumen yang berlangganan akan langsung datang ke Balong Kidul untuk membeli yangko Bu Tjip. Konsumen Yangko Bu Tjip berasal dari Sumatera,  Jakarta, Kalimantan, dan Bali. Keistimewaan Yangko Bu Tjip daripada yang lain yaitu lebih tahan lama dan memiliki aneka rasa.

“(Produsen) Yangko yang lain kadang baru tiga hari sudah berair, Yangko Bu Tjip tidak. Ada rasa kacang, coklat, durian, nangka, dan stroberi,” kata Sarmi.

Harti, salah satu langganan Yangko Bu Tjip memilih yangko sebagai oleh-oleh karena unik dan khas.

“Karena Yogyakarta tak melulu soal bakpia,” kata Harti.