Menikmati Kopi Tanpa Gula di Klinik Kopi

Firmansyah “Pepeng” selaku pemilik, barista dan storyteller Klinik Kopi (29/10).

Oleh: Brigita Laras Purbosanti

Dibuka sejak 2013, Klinik Kopi hadir sebagai kedai kopi yang menawarkan cita rasa kopi dari berbagai wilayah di nusantara dan disajikan tanpa bantuan gula, susu, ataupun penambah rasa lainnya.

Jika di Yogyakarta banyak bertebaran kedai kopi dengan menu andalan kopi susu, Klinik Kopi justru melawan arus tersebut dengan menu tanpa gula maupun susu. Firmansyah, atau yang kerap disapa Pepeng, memulai bisnis kedai kopi ini karena kesenangannya terhadap kopi. Hobi minum kopi mengantarkannya kepada keputusan untuk  keluar dari kantor pada 2012 dan menekuni bisnis kopi sejak 2013 sampai saat ini.

“Bisnis kami tidak seperti Starbucks, tetapi lebih ke personal independen. Lebih seperti hobi, tetapi tetap menghidupi. Kalau hobi saja berarti hanya mengeluarkan uang terus menerus. Tetapi dalam bisnis kami, hobi tetap tersalurkan sekaligus memberi penghasilan,” kata Pepeng, saat dijumpai di Klinik Kopi yang beralamat di Jalan Kaliurang km. 7,8, Gang Bima, Sinduharjo, Ngaglik, Sleman.

Berbagai pilihan menu kopi di Klinik Kopi (29/10).

Di Klinik Kopi, tidak akan dijumpai menu semacam cappucino, latte, atau varian kopi susu lainnya karena Pepeng hanya menyediakan beberapa pilihan biji kopi yang sudah melalui proses roasting. Pembeli yang datang akan mendapat nomor antrean dan dipanggil satu persatu untuk memesan kopi. Pepeng akan menanyakan kopi seperti apa yang diinginkan pembeli. Dengan sabar, ia juga akan menjelaskan bagaimana karakteristik masing-masing kopi lengkap dengan asal-usul pembuatannya. Inilah mengapa, Pepeng lebih kerap dianggap sebagai storyteller daripada barista.

“Yang bikin unik adalah lama kami memanggang biji kopi. Kami hanya light roast, tidak sampai medium. Biji kopi rata-rata dipanggang selama 10 menit agar tidak menimbulkan rasa pahit,” kata pepeng.

Namun, pembeli tidak perlu khawatir karena di Klinik Kopi juga tersedia berbagai macam cemilan yang dapat meredam rasa kopi yang tidak manis. Di sini tersedia berbagai cemilan seperti chessecake, brownies, hingga donat yang dibuat sendiri oleh istri Pepeng dengan harga mulai dari Rp10.000,00.

Perihal biji kopi, ia dapatkan dari berbagai pelosok daerah di tanah air. Pepeng bahkan menceritakan bagaimana perjalanannya ke berbagai daerah mulai dari Papua hingga Sumatera Utara untuk menemui petani-petani kopi. Stok menu kopi yang ada di Klinik Kopi pun digilir sesuai dengan biji kopi yang Pepeng dapatkan dari hasil pencarian. Biasanya ia melakukan pembelian untuk kurun waktu satu tahun. Untuk saat ini, menu yang tersedia yakni kopi dari Banjarnegara, Aceh, Jawa Barat, dan Ciawigede.

Klinik Kopi juga menginisasi program One Shot One Kill yang merupakan program musiman dengan menjual biji kopi dari daerah tertentu dalam jumlah terbatas dan dalam waktu satu bulan saja. Ciawigede merupakan salah satu produk One Shot One Kill. Melalui melalui program ini, Pepeng berharap mampu membuka kesempatan bagi para prosesor kopi baru agar lebih dikenal masyarakat.

Dibantu hanya dengan seorang staf, Pepeng beserta sang istri mengelola Klinik Kopi secara mandiri. Mereka membeli kopi dari para petani dalam bentuk green bean, sisanya mulai dari roasting hingga brewing dilakukan sendiri tanpa menggunakan banyak mesin.

Klinik Kopi juga melayani jual-beli online. Melalui Tokopedia, Klinik Kopi mencoba menjangkau konsumen yang lebih luas dengan menjual biji kopi yang sudah dipanggang dalam bentuk kemasan hingga berbagai merchandise seperti kaos dan tottebag yang didesain sendiri oleh istri Pepeng.

Merchandise yang dapat dibeli di Klinik Kopi maupun online store Klinik Kopi (29/10).

Klinik Kopi buka setiap hari Senin hingga Sabtu mulai pukul 16.00 hingga 20.00. Kendati jam operasionalnya hanya empat jam per hari, Klinik Kopi sukses menjadi kedai kopi favorit bagi pencinta kopi yang ingin menikmati kopi sambil lesehan. Kedai Kopi yang merangkap rumah dimanfaatkan Pepeng semaksimal mungkin dengan memanfaatkan ruang yang ada. Lantai dua untuk hunian dan lantai bawah full untuk kedai kopi. Berlokasi dalam gang, Klinik Kopi menawarkan suasana ngopi yang asri berkat tanaman-tanaman yang diletakan di sisi-sisi kedai kopi.

“Suasananya enak, seperti di rumah. Nggak seperti kedai kopi kebanyakan yang ramai. Ke sini ya cuma buat ngopi, bukan buat nugas atau WiFi-an,” kata salah satu pengunjung, Septiana.

Para turis mancanegara pun kerap mendatangi Klinik Kopi, mulai dari Australia, Jerman, hingga New Zealand. Mereka yang berkunjung ke Klinik Kopi umumnya adalah yang sudah tahu kopi, punya alat kopi, dan ingin mengetahui lebih dalam soal kopi. Oci, salah satu pengunjung, mengungkapkan bahwa alasannya mengunjungi Klinik Kopi karena penasaran dengan teknik pengolahannya yang mampu menyamarkan rasa pahit kopi tanpa bantuan gula.

Dengan mengeluarkan Rp25.000,00 pembeli dapat mencicipi secangkir kopi buatan Pepeng. Harga yang tidak terlalu mahal, tempat yang nyaman, dan sensasi minum kopi sesungguhnya menjadi poin utama mengapa kedai kopi ini menjadi salah satu tujuan ketika ke Yogya. Bahkan, sutradara kenamaan Riri Riza pun kerap menyambangi Klinik Kopi. Alhasil, Klinik Kopi sempat diikutkan dalam project film Ada Apa Dengan Cinta 2 tahun 2016 lalu sebagai salah satu lokasi syuting.

Klinik Kopi juga menginisiasi acara Ngopi di Museum, sebuah festival kopi yang digelar tiga kali dalam setahun dan selalu diadakan di salah satu museum di Yogya. Ngopi di Museum bertujuan mengenalkan kepada masyarakat berbagai konsep bisnis kopi rumahan. Selain itu, sekaligus mengajak masyarakat agar mengunjungi museum karena masih banyak museum di Yogya yang belum dieksplor. Ngopi di Museum di tahun ini akan diadakan pada 17 November di Museum Monumen Jogja Kembali. Tiket bisa dipesan secara online atau datang langsung ke Klinik Kopi.