Old Dish Tip Top: Citra Lawas, Gaya Hari Ini

Old Dish Tip Top, yang berdiri pada 20 September 2016, merupakan “cucu” dari Tip Top Ice Cream.

Oleh: Namira Putri

Tip Top Ice Cream, yang berdiri pada 1936, tak lagi menempati bangunan lamanya di Jalan Mangkubumi. Dengan konsep baru yang lebih “anak muda”, Tip Top berubah menjadi Old Dish Tip Top di Jalan Prof. Yohanes No. 52A, Sagan.

Old Dish Tip Top didirikan oleh Johan Paramasatya, cucu dari pendiri Tip Top, untuk melanjutkan bisnis keluarga dengan gaya yang sesuai kebutuhan anak muda. Perubahan ini terutama untuk pilihan menu dan desain interior kedai.

Sajian utama dari kedai ini, yaitu es krim, kini semakin beragam. Jika Tip Top hanya memiliki sembilan rasa, Old Dish memiliki 16 rasa. Pilihannya  antara lain Green Tea, Sweet Plum, Cheesecake, dan Mango. Menu lama khas Tip Top seperti Tutty Fruity, Mont Blanc, dan Cassata masih dipertahankan. Menu lama tersebut menjadi favorit pengunjung.

Perubahan lokasi dan interior dilakukan Johan dengan pertimbangan kenyamanan. “Dulu orang mengunjungi  Tip Top Ice Cream di Mangkubumi untuk melepas kangen, nostalgia tempat pacaran. Sisi negatifnya, bangunan itu tidak pernah direnovasi dan kurang memadai. Untuk kedai di Sagan, kami buat lebih bersih dan nyaman. Bukan masalah tampilan lama atau modern, kami lebih mementingkan kenyamanan orang supaya betah,” kata Johan.

Interior Old Dish Tip Top tetap memiliki sentuhan klasik dengan penyesuaian terhadap kenyamanan pengunjung.

Menurut Johan, mempertahankan merk “Tip Top” dimaksudkan untuk “menjual” sejarahnya, sedangkan kata Old Dish ditambahkan untuk menarik pelanggan-pelanggan baru sembari menetralisir anggapan mengenai harga es krim Tip Top yang mahal. Menurut Johan, kini harga keseluruhan menu di Old Dish Tip Top telah dimodifikasi agar dapat bersaing, mulai dari sembilan ribu rupiah untuk makanan dan 25 ribu rupiah untuk satu scoop es krim.

Sebagai kedai es krim yang telah berdiri cukup lama, Tip Top Ice Cream memiliki banyak pelanggan tetap berusia 35 tahun ke atas yang mengikuti tumbuh kembang usaha ini sejak awal. Perubahan nama dan lokasi kedai ini tak pelak membuat mereka kebingungan.

“Mereka lihat kata ‘Old Dish’ tapi nggak sadar ada ‘Tip Top’ karena memang ukuran huruf ‘Tip Top’ lebih kecil. Akhirnya mereka menelepon, kemudian saya jelaskan,” kata Johan. Johan mengaku sangat menjaga pelanggan-pelanggan yang loyal ini karena konsistensi mereka dalam memilih Tip Top meski banyak kedai es krim baru muncul di Yogya.

Bisnis Johan memang memiliki sejarah panjang. Pada 1930-an, bermodalkan sebuah gerobak, kakek Johan berjualan es lilin ke kampung-kampung. Lalu pada 1936, toko Tip Top Ice Cream berdiri, itupun melalui proses yang cukup kompleks. “Dulu tidak langsung berjualan es krim. Sempat tokonya jadi restoran, jualan makanan seperti bakso. Sekitar tahun 1940-an baru beralih ke es krim. Pegawainya cuma dua, satu sebagai koki dan lainnya sebagai pelayan, seperti kebanyakan model usaha zaman dahulu,” ujar Johan.

Dari segi menu, Old Dish Tip Top juga mengembangkan variasi makanan dan minuman. “Ada pengembangan menu kopi. Untuk makanan awalnya hanya lumpia dan pastel. Sekarang  ada menu Pancake, Churros, French Fries, Pasta, dan Waffle,” kata Johan. Menurut Vivi, staf bagian dapur di Old Dish Tip Top, menu Waffle berasal adonan khusus buatan tangan. “Kesulitannya adonan ini hanya bertahan lima hari, jadi penjualannya harus efektif,” ujar Vivi.

Bagaimanapun, favorit pengunjung adalah es krimnya. “Rasa es krimnya enak dan teksturnya tidak terlalu kasar, terutama yang hard ice cream,” kata Jane Kasia (19), pengunjung yang baru pertama kali mengunjungi Old Dish Tip Top.

Hard ice cream adalah es krim berbahan dasar 100% susu dengan tekstur keras. “Hard ice cream dibuat dari dua scoop es krim yang dipadatkan, dimasukkan ke dalam freezer, kemudian disajikan,” kata Johan Paramasatya.

Berbagai pengembangan variasi rasa dari kedai lama Tip Top antara lain Cheesecake, Sweet Plum, Mocca Raisin, dan Caramellate.

Meski mengalami berbagai modifikasi, Johan Paramasatya berkata tak ingin menjadikan Old Dish Tip Top sebagai restoran serba ada. Hal ini demi menjaga kualitas makanan dan minuman yang disajikan. “Lebih baik menunya sedikit tapi benar-benar enak daripada banyak menu tapi kualitasnya acak,” ujar Johan.

Di tengah geliat persaingan usaha es krim dan gelato di Yogyakarta, Johan mengatakan bahwa ciri khas harus dipertahankan. “Kalau ada kedai es krim baru, saya fokus saja melihat pengembangan mereka, bukan rasa. Alasannya rasa itu nggak boleh dibanding-bandingkan, tiap kedai punya ciri khas masing-masing,” kata Johan.