Toko Djoen, Toko Roti Legendaris di Yogyakarta

Toko roti legendaris yang sudah berusia 76 tahun tersebut terletak di seberang Ramai Mall, tepatnya di selatan Griya Busana Muslim Al-Fath

Oleh :Nizmi Nasution

Pada 1942, Tan Qian Ngau mendirikan “Perusahaan Roti Kuwe Makanan & Minuman Djoen”  di Jl. Ahmad Yani nomor 50 Yogyakarta. Plakat bertuliskan nama toko dalam ejaan lama itu adalah saksi bisu tuanya toko ini. Pada plakat tercantum nomor telepon yang mungkin sudah tidak aktif lagi karena hanya terdiri dari empat digit nomor. Pemberian nama toko yang ditempalkan pada tembok semacam ini merupakan ciri khas dari pertokoan pada masa lalu. Jika dilihat lebih dekat, cat tembok yang menjadi tempat merekatnya plakat mulai terkelupas dimakan usia.

Peralatan-peralatan kuno masih dipertahankan dan dimanfaatkan. Mulai dari loyang-loyang besi berkarat dan pemanggang roti super besar seperti tungku perapian pada rumah-rumah bergaya Eropa yang menempel di tembok. Namun kini Toko Djoen tidak menggunakan kayu bakar karena sangat sulit dicari. Meskipun dari segi rasa, roti yang dibuat dengan menggunakan kayu bakar rasanya berbeda dan khas.

“Kalau pake kayu bakar, rotinya lebih tanak dan punya aroma tersendiri,” kata Sunarpo, pembuat roti di Toko Djoen.

Resep roti dan kue tidak ada perubahan, tetap dipertahankan seperti yang dulu. Toko roti lawas ini tidak memakai bahan-bahan tambahan pangan modern seperti pengawet, pengembang, dan pewarna. Sekalipun tanpa bahan tambahan, roti tetap bisa empuk. Untuk membuat roti empuk, Sunarpo mengaku hanya memakai ragi. Oleh karena itu, empuknya Roti Djoen pun tidak seperti empuknya roti pabrik. Roti ini cukup mengenyangkan karena memang tidak memakai pengembang.

Tia Destiani, salah seorang pembeli asal Yogyakarta mengaku sudah mengetahui keberadaan Toko Roti Djoen ini sejak lima tahun silam dari rekannya. Roti favoritnya adalah roti buaya.

“Menurutku roti jadul punya rasa yang khas kalau dibandingkan sama roti modern. Roti buaya ini teksturnya padat dan sedikit keras, namun lembut saat dikunyah. Meskipun roti buaya ini gak punya varian rasa atau topping, tapi aroma roti cukup khas, dan gurihnya margarin begitu terasa,” ujarnya.

Selain rasanya yang khas, kejujuran pedagang menjadi penyebab Andika Setiawan, wisatawan asal Sragen, untuk selalu datang ke Toko Roti Djoen jika berkunjung ke Jogja.

“Setiap saya membeli roti, Ibu Hartina atau karyawan toko selalu memberitahu kepada saya, meskipun tanpa diminta, kapan roti tersebut diproduksi dan bisa bertahan berapa lama. Semisal rotinya diproduksi kemarin atau dua hari yang lalu, tetap diberitahu,” ucapnya.

Selain roti buaya, roti bantal juga menjadi primadona karena banyak diburu pembeli. Roti tawar berbentuk pipih oval dan ditaburi wijen di atasnya ini juga merupakan varian pertama roti di  Toko Roti Djoen. Seiring berjalannya waktu, toko ini kemudian menjual berbagai varian roti, baik basah maupun kering. Beberapa varian untuk roti basah misalnya, ada roti isi cokelat, kelapa, pisang, daging, dan masih banyak lagi. Harga dari roti-roti ini beragam, mulai dari Rp. 4000,oo sampai Rp 70.000,00 pun ada. Perbedaan harga ini tergantung pada jenis roti dan ukurannya.

Toko Roti Djoen beroperasi setiap hari pukul 12.00-20.00 WIB. Jam bukanya memang lebih siang jika dibandingkan dengan bakery atau toko roti lain. Ini karena roti baru selesai dimasak pada siang hari, alias fresh from the oven.

 

Suasana Toko Djoen pada Senin (19/3).

Liem Yoe Tjwan, seorang pengamat bisnis mengatakan bahwa bisnis kaum Tionghoa bertahan lama dan konsisten karena adanya proses regenerasi yang sangat baik. Bukan hanya mewariskan bisnis dan resep rahasia keluarga, tapi penanaman tiga pilar utama menuju kesuksesan juga menjadi bagian penting regenerasi ini. Tiga pilar tersebut adalah kerja keras, hidup hemat, dan putarkan uang yang ada. Pendiri Toko Roti Djoen,Tan Qian Ngau juga demikian. Dia memberi hak waris kepada anaknya, Haryono Waluyowati. Sekarang toko roti legendaris ini dikelola oleh Ibu Hartina yang merupakan generasi keempat Djoen.

Adik Haryono juga mendirikan toko roti yang diberi nama Toko Roti Djoen Moeda. Toko ini terletak di Jalan Kolonel Sugiyono 70C, Brontokusuman, Mergangsan Yogyakarta. Bedanya, toko roti ini sudah lebih modern. Peralatan masak yang digunakan bukanlah peninggalan keluarga. Varian rotinya pun menyesuaikan dengan roti-roti yang umumnya dijual di bakery. 

Sebagai toko roti legendaris, Toko Djoen memang memiliki beberapa persamaan dengan toko roti tempo dulu di Indonesia. Yakni, produksinya skala rumahan, jarang membuka cabang, tidak memakai bahan pengawet dan skala distribusinya tidak luas. Namun demikian, toko-toko seperti ini ternyata masih laris dan diminati masyarakat. Tak jarang para pembeli mengaku bahwa rasa dari roti yang diproduksi toko legendaris ini jauh lebih enak dibanding roti pabrik. Selain itu, rasa dan suasana tokonya yang khas juga membantu mereka bernostalgia dengan masa lalu.

(Editor Veronica Pasaribu/ *)