Oleh: Hutri Cika Agustina Berutu
Yogyakarta sebagai Kota Pelajar tampaknya juga cukup pantas dijuluki sebagai Kota Inovasi. Hal ini terlihat dari banyaknya bisnis start-up yang muncul dan berkembang di sini, salah satunya Wemary. Melalui situs tersebut, calon mempelai dapat mengumumkan rencana pernikahan dan berbagi foto.
Wemary merupakan salah satu dari banyaknya bisnis start-up yang berdiri di Yogyakarta. Didirikan pada tahun 2013, wemary memilih untuk fokus pada bisnis yang berkaitan dengan pernikahan. Saat ini, bersama dengan beberapa bisnis start-up binaan Inovative Academic lainnya, kantor Wemary berlokasi di Blok H-6 Bulaksumur, Depok, Sleman, DI Yogyakarta.
Sebelumnya, Wemary beroperasi di gedung Enterpreneurship Development Service (EDS) UGM untuk menjalani proses inkubasi. Setelah Wemary mengalami perkembang, Innovative Academic memutuskan memindahkannya ke kantor baru. Perpindahan ini merupakan proses dari program inkubasi oleh Innovative Academic.
Sebagai perusahaan start-up yang menyediakan jasa pembuatan situs pernikahan, Wemary memiliki beberapa fitur layanan andalan, yaitu live streaming. Layanan ini memungkinkan pengguna menyaksikan pernikahan temannya secara langsung melalui media online.
“Ide untuk membuat layanan live streaming di Wemary terinspirasi dari pengalaman saya ketika kuliah. Dulu saya sering tidak bisa hadir ke pernikahan teman karena lokasi yang terlalu jauh,” kata Mugi Rahayu Wilujeng, atau akrab dipanggil Ajeng (07/03), salah satu pendiri sekaligus CEO Wemary saat ini.
Lebih lanjut, Ajeng menjelaskan tentang sejarah berdirinya Wemary dan mengapa ia tertarik dengan bisnis start-up. Ajeng mengaku bahwa sejak SD, dia sudah terbiasa berjualan es untuk membantu orang tua. Saat kuliah, ia mencoba membuka sebuah kios kecil yang menjual makanan. Namun, kios tersebut digusur karena lahannya akan dijadikan sebagai lahan pembangunan hotel. Oleh karena itu, Ajeng menutup kiosnya karena biaya sewa kios terlalu mahal.
“Tapi saya tidak berhenti di sana untuk tetap menjalankan bisnis. Di kampus, saya mengikuti sebuah pelatihan tentang bisnis marketting multilevel, kemudian langsung tertarik karena saya pikir bisnis start-up tidak membutuhkan ruang fisik sebagai tempat kerja,” tutur Ajeng.
Setelah menyadari dirinya tertarik dengan bisnis start-up, Ajeng kemudian bergabung dengan dua temannya, Anjar dan Anas, untuk mendirikan sebuah bisnis start-up. Ide untuk membangun Wemary berawal di tahun 2014. Saat itu, Ajeng berperan sebagai CEO, Anjar sebagai Web Developer, dan Anas bekerja dibagian desain dan finansial.
Setelah Wemary berdiri, seorang pelanggan dari Jakarta bernama Mail menghubungi agar bisnis start-up ini menyediakan jasa untuk pernikahannya. Wemary memutuskan untuk tidak memungut biaya untuk menyediakan jasa pernikahan Mail karena bisnisnya belum resmi dan masih pertama kali beroperasi.
Pada 2015, tim Wemary melakukan riset untuk tahu apakah fokus bisnis mereka akan diterima pasar atau tidak. Setelah itu, mereka memutuskan untuk membuat media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan Blog, demi menjalin kedekatan dengan calon pelanggan.
Pada 2016, perusahaan dengan jargon “Make your own website” ini mulai dirilis dan diperkenalkan ke publik. Saat itu, jasa pembuatan situs pernikahan oleh Wemary dilakukan secara manual. Calon pelanggan harus memesan situs terlebih dahulu, lalu situs yang dipesan akan dibuatkan oleh Wemary.
Namun pada 2017, Wemary melakukan perubahan layanan dengan membuat otomatisasi pembuatan situs pernikahan. Jadi, pelanggan dapat membuat situs sendiri melalui jasa Wemary. Fasilitas yang diberikan sesuai dengan paket yang dipesan oleh pelanggan. Di sini terdapat tiga paket yang tersedia, yaitu Basic, Premium, dan Exclusive.
Paket Basic tersedia secara gratis dan pelanggan akan mendapatkan fasilitas berupa countdown (penghitung mundur waktu pernikahan), RSVP, dan galery (kumpulan foto-foto calon mempelai). Sementara, dengan memesan paket Premium seharga Rp150.000,00, pelanggan akan memperoleh fasilitas paket Basic ditambah Love Story, yaitu fasilitas di mana calon mempelai dapat berbagi kisah cinta mereka dengan semua pembaca, dan #Instagram, yaitu fasilitas di mana setiap hastag teman di Instagram yang berkaitan dengan pernikahan mempelai dapat masuk secara otomatis ke situs yang telah dibuat. Terakhir, paket Exclusive seharga Rp2.500.000,00. Dengan memesan paket ini, pelanggan akan mendapatkan fasilitas Premium ditambah kesempatan untuk bisa memilih desain dan domainnya sendiri.
Seiring berjalannya waktu, orang-orang yang terlibat dalam bisnis Wemary berubah-ubah dan jumlahnya semakin banyak. Saat ini, tim Wemary ada dua belas orang dan hanya Ajeng yang masih bertahan dari awal.
Pada Januari 2018, Wemary mulai melakukan rekrutmen untuk mencari awak magang yang dapat mengisi konten blog dan media sosial, mengurus soal administrasi, merancang situs, dan membuat desain untuk konten media sosialnya.
“Saya bergabung dengan Wemary karena melihat Wemary bikin iklan di Instagram. Kebetulan saya memang tertarik dengan dunia start-up dan punya cita-cita untuk bikin bisnis start-up kalau sudah lulus,” kata Rhenita, awak magang yang berperan sebagai desain grafis di Wemary.
Senada dengan Rhenita, Tiara Wardhani, awak magang bagian administrasi, juga menyatakan ketertarikannya untuk bergabung dengan Wemary. “Di sini saya belajar banyak tentang dunia start-up, mulai dari masalah administrasi, pemasaran, bahkan pembangunan relasi dengan orang-orang di media sosial. Ternyata itu semua tidak semudah yang saya bayangkan,” kata Tiara.
Selanjutnya, tim Wemary berencana untuk menambah fasilitas layanan yang disebut wish list. Dengan adanya fasilitas ini, calon mempelai dapat menuliskan kado pernikahan yang mereka harapkan. Harapannya, orang-orang yang diundang juga tidak akan kebingungan memikirkan kado apa yang akan mereka berikan pada mempelai yang menikah.
Ajeng berharap, Wemary dapat menjadi andalan pengantin di seluruh Indonesia. “Untuk mengembangkan bisnis start-up, kita tidak perlu menunggu bisnis kita sempurna. Jalan saja terus hingga bisnis start-up kita semakin berkembang,” katanya.
(Editor: Nivita Saldyni Adiibah)