Oleh: Nabila Hanum
Farrah Fauziyyah (23) adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan UGM tapi ia justru menjalankan bisnis penjualan tas dengan brand “Zakwoow” sejak 2016. Toko yang beralamat di Jalan Komjoyo No. 8, Caturtunggal itu menjual produk tas dengan motif etnik berbahan kain Troso.
Kain Troso yang berasal dari Desa Troso, Jepara, Jawa Tengah menjadi bahan utama tas Zakwoow. Kain Troso dipilih karena selain memiliki harga yang jauh lebih terjangkau, bentuk motif yang lebih beragam menjadi kelebihan lainnya.
Bisnis ini dimulai ketika Farrah mengikuti KKN (Kuliah Kerja Nyata) pada tahun 2016. Ia bersama Candra memulai bisnis dari ketidaksengajaan.
“Ketika KKN, saya dan Candra ingin membuat tas etnik untuk dipakai sehari-hari. Akhirnya kami membeli satu kain tenun Troso. Karena di konveksi tas minimal pemesanan sebanyak 20 pcs, maka kami menjual sisanya. Ternyata respon dari teman-teman lain positif, dan kami melanjutkan ini sebagai bisnis,” kata Farrah.
Pada tahun pertama, Farrah dan Candra berjualan via online, kemudian pada akhir tahun 2017 ia menyewa sebuah toko untuk mengembangkan bisnisnya.
”Dengan harga kain Troso yang terjangkau, kami berani menjual dengan harga murah diantara yang lain. Kalau untuk kualitas, kami ada di medium,” kata Farrah.
“Dari segi bahan, untuk ukuran 2 x 1,7 meter harganya 110 ribu rupiah – 150 ribu rupiah, tergantung dari kualitasnya. Berbeda dengan bahan tenun lainnya, dengan ukuran yang sama, harganya di atas 500 ribu rupiah bahkan sampai 1 juta,” kata Farrah, owner Zakwoow.
Zakwoow dalam prosesnya, pernah mengganti bahan dengan tenun Lombok dan kain Ulos, namun tidak berlanjut. “Harga kain tenun Lombok terhitung mahal, kami tidak berani produksi banyak. Selain itu motif dan warna-warnanya juga sedikit,” kata Farrah.
Zakwoow memberikan jaminan motif tas yang ia produksi kecil kemungkinan untuk bisa sama dengan yang lainnya.
“Dalam sekali produksi, kami memproduksi 100 tas. Kita membagi kainnya agar tidak ada motif yang sama dalam sekali produksi,” kata Indah Pratiwi, salah satu karyawan konveksi Zakwoow.
Selain menggunakan tenun Troso, bahan pada tas juga menggunakan kulit sintesis.
“Omset yang bisa kami peroleh sekitar 13-14 juta rupiah dalam sebulan. Tapi terkadang juga pernah dibawah itu,” kata Farrah.
(Editor: Alzaki Tristi/ *)
Selain tas, toko Zakwoow juga menjual produ baju dan ikat kepala.
“Saat ini kami memproduksi tas dan baju. Untuk ikat kepala itu barang titipan teman yang dijual di toko,” kata Farrah
Saat ini Zakwoow memiliki total tujuh karyawan. Dua di bagian administrasi dan lima di bagian konveksi.
Nita, salah satu konsumen Zakwoow mengatakan bahwa ia suka dengan kualitas dari produk Zakwoow dan akhirnya berlangganan.
“Awalnya saya beli satu tas. Barangnya bagus, walaupun harganya murah tapi tidak murahan. Karena motifnya yang tidak biasa, banyak teman yang suka. Akhirnya saya beli lagi, udah langganan juga,” kata Nita.
Nita juga menambahkan, untuk harga produk dari Zakwoow tergolong murah, yaitu kisaran 60 ribu rupiah -150 ribu rupiah.
Farrah mengatakan, walaupun ia sudah lulus sarjana, namun tetap harus menjalani koas. Hal tersebut membuat ia terkadang merasa sulit untuk membagi waktu. Masih harus menjalani kewajiban koas juga menjadi salah satu hambatan Farrah dalam menjalani bisnisnya.
“Saya masih koas, masih sulit membagi waktu. Ini menjadi salah satu alasan pendapatan di Zakwoow tidak bisa semaksimal pengusaha-pengusaha muda, yang mereka memulai bisnis ketika sudah lulus,” kata Farrah
Editor: Muhammad Alzaki Tristi