Oleh: Ni Kadek Ayu Pratiwi
Berdiri sejak 2007, Bali Animal Welfare Association (BAWA) bekerja untuk menyelamatkan, melindungi, dan memperbaiki kehidupan hewan khususnya anjing dan kucing di Bali. Sebagai sebuah organisasi nirlaba, BAWA menjalankan kegiatan operasionalnya berkat adanya donasi dari sukarelawan. Pandemi Covid-19 turut berdampak pada dana operasional BAWA.
Donasi yang dihimpun BAWA selama ini berasal dari donasi suka rela sesama pecinta hewan, wisatawan, followers media sosial BAWA, dan Friends of BAWA yang berdonasi secara rutin setiap bulannya. Beberapa program juga mendapat dukungan dari International Fund for Animal Welfare (IFAW), Four Paws, dan Dogs Trust Worldwide, dalam jangka waktu tertentu.
Pandemi Covid-19 membawa dampak pada penurunan jumlah donasi yang diterima BAWA. Donasi dari wisatawan, seperti obat-obatan, shampoo, makanan, susu formula untuk anjing dan kucing, mainan, selimut, serta kebutuhan penting lainnya yang biasa dibawa dari luar negeri oleh pengunjung, kini hilang. Sejauh ini BAWA beruntung masih menerima donasi makanan anjing dan kucing semi-berkala dari beberapa perusahaan. Sehingga untuk program Street Feeding yang semakin diperluas sejak krisis akibat Covid-19, masih dapat dijalankan.
Tantangan utama BAWA saat ini adalah tidak sebandingnya sumber daya yang tersedia dan banyaknya jumlah hewan untuk dibantu. “Kami tidak menyangka program sterilisasi harus dihentikan sementara akibat COVID-19 sehingga ratusan anak anjing yang tidak diinginkan lahir setiap bulan. Jadi ini memang suatu tantangan karena tidak banyak warga yang siap mengadopsi,” kata Janice Girardi (60), pendiri BAWA.
BAWA banyak bergantung dari sponsor pendukung program dalam pendanaan. Pengeluaran terbanyak adalah dari program #RescueRehabRehome dan program Street Feeding yang digalakan BAWA. Selain itu, BAWA juga aktif memanfaatkan media sosial dalam membantu menggalang donasi untuk program tertentu. Para donatur bisa mengunjungi laman https://www.bawabali.com/donate-to-bawa/ untuk mendapatkan informasi lanjutan. Secara umum, dana donasi akan digunakan untuk biaya obat-obatan, vaksinasi, klinik, pengeluaran operasional seperti bensin, biaya sewa, staf, dan kebutuhan lainnya yang disesuaikan.
Selama pandemi, BAWA memfokuskan pengalokasian dananya lebih besar untuk program Street Feeding, pengadaan makanan anjing, dan obat-obatan. Tujuan utama BAWA adalah membantu mencegah sebanyak mungkin kelaparan, dan penderitaan bagi hewan, yang semakin berlarut di tengah anjloknya ekonomi di Bali. Anjloknya perekonomian Bali membuat semakin banyak hewan terlantar dan kelaparan di jalanan.
Tim Ambulans dan Hotline BAWA bekerja lebih keras, karena semakin banyaknya laporan yang diterima selama pandemi, terkait hewan sakit, terluka, dan menderita. Sumber makanan anjing dan kucing liar banyak hilang karena krisis ekonomi, sehingga sangat bergantung pada pengadaan makanan oleh Tim BAWA. Program Street Feeding diperluas BAWA untuk menjangkau lebih banyak wilayah kabupaten di Bali setiap harinya.
Tidak hanya berdampak secara keuangan, pandemi turut membatasi kegiatan BAWA, karena adanya kebijakan pematuhan protokol kesehatan. Dikatakan oleh Bonie (27), salah satu relawan BAWA, BAWA juga mengalami kekurangan jumlah relewan, sehingga staf yang terbatas bekerja lebih giat di situasi pandemi. Penyebab penurunan jumlah relawan adalah karena turut berkurangnya jumlah wisatawan asing yang biasanya ikut menjadi relawan, datang ke Bali. Alih fokus kegiatan relawan sekarang lebih difokuskan pada program Street Feeding dan Ambulans.
Senantiasa bekerja keras demi tercapainya tujuan organisasi, BAWA, menjadi pahlawan bagi hewan terlantar di Bali. “Tentunya BAWA dengan sumber daya seadanya atau terbatas, mereka mampu untuk terus berusaha mengutamakan kesehatan dan kesejahteraan hewan-hewan di Bali. Saya terkadang juga takjub. Ini merupakan suatu hal yang mulia dan Yayasan BAWA memberikan semampu mereka dengan sepenuh hati untuk hewan-hewan yang membutuhkan,” papar Cynthia (27) selaku Koordinator Acara, Penggalangan Dana, dan Komunikasi BAWA.
Catatan redaksi: Pada masa pandemi, banyak mahasiswa Dikom UGM yang menjadi jurnalis Warga Jogja tidak berada di Yogyakarta. Ini adalah salah satu liputan yang mengangkat cerita dari kota tempat mereka tinggal saat ini, daerah asal mereka.