G-Screen, Komunitas Pencinta Film yang Lahir Lewat Program Radio

Sejumlah anggota komunitas G-Screen berfoto bersama sebelum agenda nonton bareng film The Perfect Husband (22/4).

Oleh: Adelia Rahma S.

Berawal dari program ulasan film di Radio Geronimo, G-Screen kini berkembang menjadi komunitas pecinta film dengan berbagai kegiatan menarik dan lebih dari enam puluh anggota aktif.

Para anggota G-Screen merupakan audiens setia program tersebut yang berasal dari berbagai latar belakang dan tak saling kenal. Kini, komunitas G-Screen menjadi tempat bertemu yang menyatukan para audiens program radio ini atas dasar ketertarikan yang sama, film.

Berangkat dari minat personal pada film, Ella Arlika—produser program radio tersebut sekaligus pendiri komunitas G-Screen—menggagas program radio G-Screen pada 2010. Program tersebut mengulas berbagai film menarik yang direkomendasikan tim kreatif G-Screen sebagai referensi bagi audiens Radio Geronimo dalam menonton film.

Melihat antusiasme audiens terhadap programnya yang semakin meningkat dari hari ke hari, Ella berinisiatif untuk membentuk komunitas yang berbasis dari audiens program tersebut mulai pertengahan tahun 2017.

Ella Arlika—pendiri komunitas G-Screen—berhasil menjalin kerjasama dengan sejumlah pelaku industri perfilman di Indonesia, termasuk di antaranya adalah Ifa Isfansyah, sineas asal Yogyakarta.

Fakta bahwa G-Screen lahir dari sebuah instansi media menjadikan komunitas ini sedikit unik dan berbeda dari komunitas-komunitas pecinta film pada umumnya. Melalui jaringan dari Radio Geronimo, Ella berhasil membangun kerjasama dengan banyak produsen film terkemuka di Indonesia.

Berbagai kerjasama tersebut membuat para anggota komunitas G-Screen pun hampir tak pernah harus mengeluarkan biaya pribadi untuk nonton bareng yang rutin mereka adakan hampir setiap bulan.

Salah satu agenda yang baru-baru ini mereka laksanakan adalah nobar film 22 Menit pada akhir Juli lalu di Cinema XXI Ambarukmo Plaza. Tak hanya nobar, acara yang dihadiri oleh puluhan anggota komunitas G-Screen itu juga diisi dengan kuis yang berhadiah merchandise resmi dari rumah produksi film. Nobar komunitas G-Screen kali itu juga dimeriahkan dengan kehadiran SelosoSelo, kelompok komedi lokal di Yogyakarta.

Tangkapan layar dari dokumentasi kegiatan nobar serta meet and greet komunitas G-Screen dengan para pelaku industri perfilman yang diunggah di media sosial Instagram.

Selain nobar¸ anggota komunitas G-Screen juga kerap mendapat free pass dalam berbagai acara meet and greet dengan para sineas maupun aktor film ternama yang difasilitasi oleh Radio Geronimo.

Mike Putri, anggota yang bergabung dengan G-Screen sejak akhir 2017, mengilas balik pengalamannya pada Desember tahun lalu ketika ia dan beberapa anggota G-Screen mengikuti meet and greet dengan para pemeran film Chrisye.

“Paling berkesan ya waktu ketemu langsung sama Vino G. Bastian dan Velove Vexia itu,” kenangnya dengan berseri-seri.

Mike merasa bahwa G-Screen telah memungkinkan ia untuk bertemu banyak kawan baru dengan latar belakang yang beragam. Ia menyebutkan bahwa atmosfer pertemanan di dalam G-Screen sangat positif.

“Semua yang di komunitas, orangnya asyik-asyik. Semua suka bercanda, jadi makin betah di G-Screen,” jelas Mike.

Senada dengan pernyataan Mike, anggota komunitas G-Screen lain, Moulydha, yang biasa dipanggil Ida, menjelaskan bahwa ia merasa senang bisa menjadi bagian dari komunitas G-Screen. Namun, tak hanya memperluas jaringan pertemanannya, Ida merasa terlebih penting lagi G-Screen juga telah banyak mengubah sejumlah perspektifnya mengenai film, terutama film-film produksi Indonesia.

“G-Screen mengembalikan rasa banggaku pada film Indonesia. Aku sebenarnya penggemar film action luar negeri. Kalau lihat film Indonesia, aku suka nyinyir dan jarang mau nonton. Setelah gabung di G-Screen, kuantitas film Indonesia yang aku tonton sama banyaknya dengan film luar negeri. Ternyata banyak sekali film Indonesia yang bagus dan layak tonton,” ungkap Ida.

Penuturan tersebut, menariknya, sesuai dengan visi yang mendorong Ella pada saat awal mendirikan G-Screen. Saat itu, ia mengamati bahwa masih banyak warga yang memandang sebelah mata beberapa jenis film, seperti film-film festival, film arthouse, maupun film-film produksi Indonesia. Padahal, sebagian film tersebut menurut Ella sebenarnya memiliki kualitas sinematik yang sangat baik.

“Orang sering bilang ‘Ah nggak mau nonton film Indonesia. Pasti jelek’. Padahal zaman sekarang film-film Indonesia sangat bagus,” jelas Ella. “G-Screen dibuat salah satunya untuk mengedukasi anggota bahwa beberapa jenis film yang nggak mereka sukai itu ternyata juga bagus.”

Filosofi dari komunitas G-Screen sesungguhnya amat sederhana. Ella meyakini bahwa langkah awal untuk menumbuhkan ketertarikan anggota pada film-film berkualitas adalah melalui kegiatan yang santai namun menyenangkan seperti nobar.

“Kami berusaha bersenang-senang dengan nonton film bagus,” kata Ella.

Keberadaan komunitas G-Screen sendiri semakin menambah banyak jajaran komunitas di Yogyakarta yang menggelorakan minat warga terhadap dunia perfilman. Untuk selanjutnya, Ella dan para anggota G-Screen berencana untuk memperluas jaringan kerjasama mereka, termasuk dengan berbagai komunitas film lain yang ada di Yogyakarta.