JMS, Gerakan Sipil Menghidupkan Museum

Peserta Tour D’ Museum mengunjungi Museum Ullen Sentalu bersama Jogja Museum Society (JMS) pada Sabtu (27/2). (Anisa Dwi Ariyani)
Peserta Tour D’ Museum mengunjungi Museum Ullen Sentalu bersama Jogja Museum Society (JMS) pada Sabtu (27/2). (Anisa Dwi Ariyani)

oleh Anisa Dwi Ariyani

Meskipun menyandang kota budaya dan pelajar, Yogyakarta memiliki museum-museum yang cenderung diabaikan pemerintah dan warga. Tanpa banyak berwacana, Jogja Museum Society (JMS) melakukan sejumlah kegiatan sebagai wujud kepedulian mereka terhadap museum. Mereka mengadakan tur museum, lomba pidato museum, pemilihan duta museum, dan peringatan hari museum internasional.

Pada Sabtu (26/3) pukul 07.30, sejumlah orang memadati halaman belakang Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta . Menggunakan dua bus bertuliskan Ayo ke Museum! milik dinas kebudayaan untuk mengikuti program Tour D’Museum menuju museum Affandi dan Soeharto. Tercatat 52 peserta mengikuti kegiatan tersebut. Kegiatan tur museum ini dilaksanakan setiap satu bulan sekali oleh Jogja Museum Society (JMS) bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan. Sampai Maret 2016, Tour D’Museum telah melaksanakan kunjungan sebanyak empat kali. Dengan daftar kunjungan museum di antaranya; Museum Merapi, Museum Tembi, Museum Tani, Museum Dewantara, Museum Monjali, Museum Ullen Sentalu, Museum Bahari, Museum Affandi, dan Museum Soeharto.

Jogja Museum Society (JMS) adalah salah satu komunitas peduli museum di Yogyakarta yang mengangkat konsep perbaikan dan penghidupan museum. Joedo Hanitianto, pendiri JMS, mengaku berinisiatif mendirikan JMS karena prihatin dengan kondisi museum yang tidak diperhatikan oleh pemerintah maupun masyarakat. Hal ini menurut Joedo butuh diisi dengan inovasi dan kreasi baru untuk mengembangkan fungsi museum sebagai edukator, informator, dan hiburan. Meskipun tergolong baru, komunitas JMS cukup mengambil perhatian masyarakat dengan jumlah pengikutdi jejaring sosial Facebook sebanyak seribu lebih.

“Pendiri museum kala itu bereuforia mendirikan museum. Namun mereka tidak menyadari konsekuensinya. Mereka tidak memikirkan kelanjutannya,bahwa museum butuh dipelihara. Di sinilah posisi Jogja Museum Society (JMS) sebagai pihak yang akan mengarahkan,” kata Joedo Hanitianto.

Menjalin hubungan dengan pengelola museum, Asosiasi Museum Indonesia (AMI), dan Dinas Kebudayaan Yogyakarta, JMS memiliki keunggulan dalam menyampaikan aspirasinya secara langsung pada pihak-pihak tersebut. Adanya kematangan perencanaan program inovatif seperti Tour D’Museum, pemilihan duta museum, lomba pidato museum, hari museum nasional dan internasional menarik dinas kebudayaan untuk memberikan dukungan pada JMS, yaitu dengan memberikan fasilitas dalam pelaksanaan program tersebut.

“Niat pemerintah menghidupkan museum sejak tahun lalu hanya wacana. Termasuk konferensi nasional yang diadakan tahun lalu, tidak ada kelanjutan setelah konferensi itu,” tambah Joedo saat ditanya soal konferensi nasional mengenai museum di tahun 2015 lalu.

JMS mencatat terdapat 55 museum di Yogyakarta. Jumlah yang berbeda dengan catatan milik Asosiasi Museum Indonesia (AMI) dan pemerintah, yaitu 47 dan 42. Menurut Joedo, inventarisasi itu merupakan salah satu keseriusan JMS dalam melestarikan koleksi bersejarah.

Perbedaan ini, menurut Joedo, karena pemerintah juga tidak memberikan kriteria yang jelas mengenai syarat bagaimana suatu tempat dikatakan museum. Kelima puluh lima museum di Yogyakarta ini akan menjadi tujuan awal kegiatan Tour D’Museum sebelum kemudian menuju luar daerah.

Dalam keanggotaannya, JMS menggunakan pin sebagai tanda pengenal anggota dan paspor sebagai tanda bukti kunjungan. Untuk mewujudkan cita-citanya menghidupkan museum, JMS mewajibkan setiap anggota membuat laporan berupa cerita, kritik, atau saran terkait museum yang telah dikunjungi. Setelah menulis laporan, setiap anggota akan mendapatkan pin dengan gambar museum yang sudah dikunjungi.

Untuk menarik minat masyarakat, JMS menawarkan satu kali kunjungan gratis. Setelah itu, untuk mengikuti rangkaian kegiatan rutin tiap bulan, seseorang harus mendaftar menjadi anggota dengan biaya pendaftaran Rp 50.000,- bagi pelajar dan Rp 100.000,- untuk masyarakat umum. Dengan nominal tersebut anggota juga memperoleh fasilitas berupa transportasi menuju museum, bebas biaya tiket masuk museum, pin, dan pembuatan paspor.

“JMS akan melebarkan sayap untuk mengunjungi museum museum di kota-kota lain, bahkan sampai ke luar negeri. Semua ini memungkinkan. Paspor yang dimiliki setiap anggota akan terdaftar sampai di luar negeri,” kata Joedo.