Jogja Astro Club: Kenalkan Astronomi pada Masyarakat

Oleh: Nivita Saldyni Adiibah

Suasana Saturday Night Gathering yang diadakan di Markas JAC pada Sabtu lalu (10/3) dihadiri oleh 30 anggota.

Jogja Astro Club (JAC) mengadakan kajian rutin yang disebut Saturday Night Gathering. Kegiatan ini berlangsung di Markas JAC, Jl. Affandi Soropadan, Yogyakarta. Dengan tema “Lubang Cacing: Sains atau Sains Fiksi” dengan Wahyu Norrudin sebagai pembicara.

“Ini adalah salah satu upaya kami untuk meningkatkan dan memperdalam pengetahuan para anggota,” kata Mutoha Arkanuddin, pendiri JAC. Komunitas yang didirikan sejak Juli 2005 oleh Mutoha dan kawan-kawan ini adalah salah satu komunitas yang cukup aktif memperkenalkan astronomi kepada masyarakat.

Menurut Mutoha, mereka menyebut dirinya sebagai skylovers, skymania, starmania, stargazers, atau bisa dibilang astronom amatir. Astronom amatir di sini merupakan sebutan untuk para peminat astronom sebagai hobi, bukan sebagai seorang profesional. Sehingga muncullah istilah amatir.

Hingga saat ini, komunitas JAC baru berjalan dengan sistem organisasi yang baru. Agung L., ketua komunitas JAC mengatakan bahwa ia adalah kepengurusan yang pertama. “Dulu belum ada pengurus harian dan divisi-divisi, baru tahun ini dan di kepengurusan saya lah baru dibentuk,” kata Agung.

Hilal Tracker (kiri) adalah hasil rakitan anggota JAC yang digunakan untuk melihat hilal, sedangkan teleskop Newtonian Dauer Germani 8″/54″ (kanan) digunakan untuk kegiatan pengamatan bintang.

Sejak didirikannya, komunitas ini memang tidak dibentuk untuk mengikuti kompetisi. Namun hingga saat ini, ada salah satu alat yang berhasil menang meraih juara dua dalam kompetisi yang diadakan oleh LIPI di tahun 2007. Alat tersebut bernama Hilal Tracer, sebuah alat sederhana yang digunakan untuk melihat hilal.

“Sejauh ini, kegiatan kami hanya kegiatan rutin dalam komunitas. Kami juga sering ikut pameran, awal tahun ini kami telah mengikuti pameran di UGM. Kami juga sering mengikuti jambore nasional untuk komunitas astronom amatir se-Indonesia, dan kami rutin mengirim perwakilan tiap tahunnya,” kata Mutoha. Selain itu, masih banyak lagi agenda dari komunitas ini, mulai dari rukyatul hilal, sosialisasi astronomi, penerbitan jurnal kegiatan astronomi, star party (pesta bintang), stargazing (pengamatan bintang), astronomy day, astro camp, world space week, seminar dan workshop astronomi, kerjasama antar lembaga, dan pembinaan klub-klub astronomi di sekolah-sekolah.

“Kami sangat terbuka dalam penerimaan anggota, siapapun boleh bergabung,” kata Agung. Tidak ada kualifikasi khusus yang dibutuhkan untuk mendaftarkan diri sebagai anggota komunitas. Ia menambahkan bahwa komitmen dan ketertarikan dengan dunia astronomi adalah syaratnya.

JAC memiliki tingkatan dalam keanggotaannya, ada anggota pengurus yang merupakan anggota yang terpilih menjadi pengurus organisasi JAC selama periode sedang berjalan, anggota kehormatan yang merupakan lembaga/organisasi/individu/pakar astronomi yang dimohon kesediaannya untuk berpartisipasi membantu kelancaran program kerja JAC, anggota biasa yang merupakan masyarakat umum yang berusia 15 tahun ke atas dan memiliki ketertarikan dengan dunia astronomi, dan anggota club yang merupakan anggota atas nama sebuah club atau organisasi ekstra kulikuler sekolah, unit kegiatan kampus, pesantren, dan sebagainya. Sebagai anggota, fasilitas yang diberikan adalah hak untuk mengikuti segala aktivitas yang diselenggarakan oleh organisasi.

Hingga saat ini, tercatat 50 anggota aktif dalam komunitas. Namun, kesibukan masing-masing anggota adalah kendala utama. Agung mengatakan bahwa dalam setiap pertemuan, yang datang sekitar 20 hingga 30 orang. “Selain Saturday Night Gathering setiap dua minggu sekali, kami juga ada pertemuan rutin disela-sela itu untuk fokus membahas tentang hal-hal lainnya (nanti dilengkapi dari audio,” kata Agung.

Meskipun jumlahnya tak banyak, namun peralatan yang dimiliki JAC terbilang cukup lengkap. Di dalam gudang alat yang ada di Markas JAC, tersusun rapi berbagai inventaris yang dimiliki, mulai dari teleskop MEADE 8″ SCT 8″/2000 mm, teleskop Newtonian Novalux 114mm/910mm, teleskop Newtonian Dauer Germani 8″/54″, teleskop Refraktor – d=55 mm f= 400 mm (field 0,5 – 1 derajad) home Ade, teleskop Refraktor Sky Watcher f=900 diameter 80 mm, dan alat lainnya.

“Saya tidak ingin membebani para anggota untuk pengadaan alat. Namun untuk keberlangsungan kegiatan, memang anggota dibebaskan untuk menggalang dana maupun mengumpulkan dana pribadi. Biasanya mereka berjualan dan tidak pernah mengirimkan proposal pengajuan dana kemanapun,” kata Mutoha.

Selain kegiatan rutin, komunitas ini juga aktif dalam kegiatan-kegiatan yang bertepatan dengan kalender astronomi. Mereka akan berkumpul di suatu tempat yang minim polusi udara untuk mengamati fenomena-fenomena alam yang langka, seperti bintang jatuh dan gerhana bulan bersama.

Dengan motto Bring Astronomy to the People, komunitas ini memiliki semangat yang tinggi untuk mengenalkan, mengedukasi, serta memberikan manfaat bagi masyarakat dalam bidang astronomi. Mereka bahkan memiliki program street walk, di mana mereka mengamati langit dan gugusan bintang di jalanan. Program ini ingin melibatkan masyarakat secara langsung dengan cara mengajak setiap pejalan kaki yang lewat untuk mengamati langit menggunakan teleskop.

Agung berharap, JAC semakin berkembang dan memberikan kebermanfaat yang lebih ke pada masyarakat, sesuai dengan visi, misi, dan motto JAC. Begitupun dengan Bela, salah satu anggota JAC yang mengatakan,”Harapannya, JAC bisa semakin baik ke depannya dan lebih produktif.”

Mutoha mengatakan tidak ada target khusus baginya dan anggota komunitas lainnya. “Yang penting komunitas berjalan lancar dan kami mampu melaksanakan misi kami itu sudah menjadi target,” tutupnya.

 

(Editor: Hutri Cika Agustina Berutu/ *)