KOMPPAS, Menjembatani Paguyuban Pedagang Sunmor dengan UGM

KOMPPAS menata kurang lebih 50 tempat sampah yang terdiri dari kantong plastik dalam kerangka besi dan keranjang kayu yang tersebar setiap 100 meter di sepanjang jalur Sunmor.

Oleh: Nivita Saldyni Adiibah

Keresahan sejumlah mahasiswa UGM terhadap berbagai persoalan terkait Sunday Morning melahirkan KOMPPAS, atau Komunitas Peduli Pedagang Sunmor, pada 2004. Mereka mengurus pendataan pedagang untuk lapak mahasiswa, menata tempat sampah sepanjang jalur Sunmor, dan menjadi perantara mahasiswa yang membersihkan Sunmor dari jalan Sagan hingga jembatan Filsafat setiap minggunya. Namun, mereka belum mendapatkan cukup perhatian dari UGM.

Pasar kaget terpanjang dengan 25.000 pengunjung setiap Minggu ini terus mencoba memperbaiki dirinya dari segi penataan hingga masalah kebersihan. Salah satu yang berperan di dalamnya adalah KOMPPAS.

“Paguyuban pedagang sedikit banyak dibantu oleh KOMPPAS terkaitadministrasi pedagang mahasiswa hingga pengelolahan sampah di Sunmor bagian bawah (dari jalan Sagan hingga jembatan Filsafat),” kata Tondy, staf humas Paguyuban Pedagang Sunday Morning.

Damar, Ketua KOMPPAS, mengatakan, KOMPPAS tidak hanya mengurus masalah kebersihan, tapi juga membantu pendataan pedagang mahasiswa setiap hari Jumat, mendata para pedagang Sunmor di hari Minggu, menata tempat sampah sepanjang jalur Sunmor, dan menjadi perantara mahasiswa yang membersihkan Sunmor bagian bawah setiap minggunya.

Beberapa mahasiswa D3 Komputer UGM sedang menjalankan salah satu kegiatan KOMPPAS, membersihkan sampah Sunmor pada Minggu (19/2).

Namun dalam pelaksanaannya, ternyata KOMPPAS juga tak luput dari kesalahan. Kurangnya komunikasi yang baik antara mahasiswa (pedagang dan petugas kebersihan) dengan pihak KOMPPAS diutarakan oleh beberapa mahasiswa yang terlibat di dalamnya.

“Sistem pendataan pedagang yang mereka buat sudah bagus. Tetapi hal tersebut belum didukung dengan kinerja yang baik. Mereka tidak solutif dalam menyelesaikan masalah, salah satunya saya yang tidak dapat lapak padahal sudah daftar,” kata Syifa seorang pedagang musiman di Sunmor. Ia juga mengatakan bahwa pihak KOMPPAS tidak transparan perihal penggunaan biaya retribusi sebesar Rp 8.000 yang dikeluarkan setiap kali mendaftar.

Hal serupa juga diutarakan Achis, mahasiswa D3 Komputer UGM yang mendapat jadwal membersihkan Sunmor minggu kemarin (19/2). “KOMPPAS ini bagus tapi kurang publikasi. Selain itu peralatan kebersihan perlu diperbanyak dan diperbaiki. Komunikasi dengan tim pembersih dari mahasiswa juga perlu ditingkatkan,” kata Achis.

Kekurangan ini diakui oleh KOMPPAS. Damar mengatakan bahwa pihaknya juga terus berusaha untuk memperbaiki diri dan melakukan evaluasi setiap minggunya. Selain itu, tantangan yang dihadapi KOMPPAS adalah sumber daya manusia di dalamnya. “Setiap tahun kami selalu melakukan rekrutmen terbuka, tetapi kami juga sering ditinggalkan. Mungkin karena memang kerja kami yang bersifat sukarelawan, tidak ada yang bisa kami berikan kepada anggota kami selain pembelajaran,” ungkapnya.

“Sunmor merupakan salah satu ciri khas kerakyatannya UGM,” kata Damar. Sebagai ciri khas seharusnya ini menjadi aset bagi UGM, namun kenyataannya permasalahan isu Sunmor dan keberadaan mereka masih sangat minim perhatian dari UGM. “Kami berharap kami lebih dianggap ‘ada’, lebih dilibatkan dalam segala permasalahan Sunmor agar hubungan antara paguyuban, kami, dan UGM lebih erat lagi,” kata Karom, salah satu anggota KOMPPAS.

Pasar kaget Sunday Morning (Sunmor) di kawasan UGM telah muncul sejak 1984. Sunmor yang awalnya berada di sekitar perumahan dosen, timur UC, telah berkali-kali direlokasi. Nota kesepakatan terbaru antara UGM dan Paguyuban Pedagang Sunday Morning, yang melibatkan KOMPPAS sebagai perwakilan dari mahasiswa, menyepakati lokasi sementara Sunmor di wilayah lingkar timur UGM, untuk empat tahun ke depan.