Komunitas Kemangteer Jogja, Kenalkan Pentingnya Mangrove

Peserta penanaman mangrove tidak hanya berasal dari dalam negeri (Sumber: dokumentasi Kemangteer Jogja).

Oleh: Atantya Wimbari Putri

Tomorrowland 2.0: Make Jogja Green Again (9/8) merupakan tajuk progam penanaman mangrove komunitas Kemangteer (Kesemat Mangrove Volunteer) Jogja dengan AISEC UGM yang berpusat di kawasan pesisir Pantai Baros, Bantul. Progam tersebut bertujuan merehabilitasi mangrove sekaligus mensosialisasikan pentingnya mangrove kepada warga sekitar.

Tomorrowland 2.0: Make Jogja Green Again  merupakan satu di antara berbagai kolaborasi  Kemangteer Jogja dengan berbagai komunitas. Kesemat adalah nama kelompok studi dari Unit Kegiatan Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang yang bergerak dalam bidang konservasi, penelitian, pendidikan, kampanye dan dokumentasi mangrove. Nama Kesemat tetap digunakan sebagai bentuk penghargaan karena dari kelompok studi tersebut awal mula terbentuknya Kemangteer.

“Kemangteer Jogja memang sering mengadakan kolaborasi tidak hanya dengan komunitas lingkungan, dengan berbagai instansi juga ada,” ungkap Bagus, Ketua Kemangteer Jogja (29/10).

Pada Mei 2019, Kamengteer Jogja berkesempatan berkolaborasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) Yogyakarta dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan penanaman 1.000 pohon di sepanjang pesisir pantai wilayah Kulon Progo, Yogyakarta. Penanaman pohon ini sebagai bentuk mitigasi vegetasi terhadap potensi bahaya tsunami yang mungkin berdampak pada Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo dan wilayah pesisir sekitarnya.

Pertemuan Kemangteer Jogja dengan Kepala BNBP Yogyakarta saat kolaborasi dalam penanaman mangrove di pesisir Pantai Kulon Progo, DIY. (Sumber: dokumentasi Kemangteer Jogja)

Fokus progam Kemangteer Jogja memang mengenalkan mangrove dan dampaknya bagi lingkungan.

“Kegiatan dari Kemangteer Jogja di antaranya gathering para kemangteer untuk mempererat silaturahmi, kampanye mangrove dan diskusi bersama, namun yang menjadi sasaran utama yaitu pembibitan dan penanaman mangrove,” ujar Kadek, selaku sekretaris Kemangteer Jogja (29/10).

Berdiri tahun 2014, Kemangteer Jogja merupakan sub-komunitas dari Kemangteer Pusat yang telah dibentuk pada 2009. Saat ini, Kemangteer hadir di 10 regional yang terbagi dalam berbagai wilayah di Indonesia.

”Awalnya bukan komunitas, tapi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di Universitas Diponegoro yang peduli pada isu lingkungan. Lama-kelamaan bertambah anggota, bahkan yang dari luar kampus tertarik untuk bergabung. Sehingga dibentuklah Kemangteer untuk mewadahi itu,” kata Kadek (29/10).

Kadek juga mengungkapkan, Kemangteer hadir sebagai bentuk kekhawatiran akan banyaknya lahan daratan di pantai yang digunakan untuk kepentingan komersial, khususnya di Yogyakarta. Air laut semakin naik, namun tidak ada benteng untuk menahan abrasi.

Gathering rutin anggota Kemangteer Jogja (29/10).

Penanaman mangrove sendiri menurut Hendri, salah satu anggota Kemangteer Jogja, cukup mudah.

“Bagi anggota yang tidak memiliki dasar keilmuan lingkungan, menurutku cukup mudah menanam mangrove. Aku learning by doing, awalnya sama sekali nggak tahu, takut ribet. Sampai lokasi, datang, lalu diajarin oleh yang lebih senior.” ujarnya (29/10).

Ketua Kemangteer Jogja menambahkan, tidak perlu teknis khusus dalam menanam mangrove. Hanya perlu ditanam, lalu diikat. Menurutnya, penanaman mangrove memang tergolong cukup mudah jika dibandingkan dengan tanaman lain.

Selama lebih dari lima tahun Kemangteer telah mewadahi sekitar lebih dari 50 relawan yang berasal dari berbagai latar belakang. Relawan yang telah bergabung dikoordinir oleh beberapa pengurus yang bertugas memberikan informasi seputar kegiatan melalui media sosial.

Instagram menjadi salah satu media sosial yang digunakan Kemangteer Jogja untuk mempublikasikan kegiatannya. (sumber: instagram @kemangteerjgj)

“Siapapun boleh bergabung, tidak usah menunggu open recruitment. Sampai saat ini, hampir seluruh anggota kami adalah mahasiswa, tapi sebenarnya kami juga terbuka untuk umum,” kata Kadek (29/10).

Hendri, anggota Kemangteer Jogja mengungkapkan bahwa Kemangteer merupakan tempat bertumbuh dari nol, terutama kepedulian terkait isu lingkungan.

“Kemangteer itu tidak hanya membuat kita paham tentang isu lingkungan, tapi juga tentang komitmen, karena ini komunitasnya tidak terikat. Selain itu juga sebagai tempat berbagi ilmu terutama tentang mangrove. Di sini juga tidak ada namanya senior dan junior, saling mengisi di Kemangteer,” ungkapnya (29/10).

Sagita, yang juga merupakan anggota Kemangteer Jogja dengan latar belakang pendidikan lingkungan mengungkapkan, ia tidak hanya ingin belajar tentang teori, tetapi juga praktik. Informasi baru yang tidak melulu mengenai lingkungan dan bisa melakukan kontribusi secara langsung merupakan sesuatu yang didapatkan ketika bergabung di Kemangteer.

Kadek menambahkan, saat ini Kemangteer Jogja tengah merencanakan program selanjutnya, yakni diskusi terbuka terkait mangrove untuk umum dan kolaborasi dengan sebuah brand di Yogyakarta untuk penanaman penanaman mangrove dengan para konsumen brand tersebut.

”Agenda ini diharapkan dapat menarik minat warga tentang kepedulian terhadap lingkungan secara lebih luas lagi. Pada intinya Kemangteer Jogja ingin menumbuhkan sikap sadar lingkungan, terutama mangrove. Karena, jika pantai abrasi dan daratan semakin tertutup air laut semua akan terdampak, baik secara langsung maupun tidak,” tandasnya.