Komunitas Patahkan Sekat: Menyuarakan Pentingnya Kesehatan Mental

 

Patahkan Sekat membahas program kegiatan bersama relawan baru di Pusat Studi Lingkungan Universitas Sanata Dharma (10/3).

Oleh: M. Fadhil Pramudya P.

Berdiri pada Desember 2018, komunitas Patahkan Sekat melakukan advokasi terhadap isu gangguan mental di DIY melalui berbagai kegiatan, mulai dari pengenalan komunitas kepada masyarakat, kegiatan pelatihan relawan, hingga kunjungan ke pondok orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Yolanda Simbolon, salah satu pendiri Patahkan Sekat, mengatakan komunitasnya menggunakan pendekatan caring, sharing, dan inspiring kepada mereka yang mengalami gangguan mental.

“Pertama, caring. Maksudnya itu lebih ke aksi nyata kami. Kedua, sharing, yaitu berbagi informasi terkait kesehatan mental, baik itu di media sosial maupun website kami. Terakhir, yaitu inspiring. Ini terkait dengan orang yang pernah menderita gangguan mental, dan sudah mau membuka dirinya, sehingga menjadi inspirasi bagi orang yang menderita gangguan mental,” katanya (25/2).

Yolanda berharap, melalui nama Patahkan Sekat, tidak ada lagi batas antara orang yang mengalami gangguan mental dan yang tidak mengalami gangguan mental. Karena, menurutnya, orang yang mengalami gangguan mental juga orang biasa dan jangan dipandang dengan sebelah mata.

Aksi nyata Patahkan Sekat dengan kunjungan ke Pondok Efata Yogyakarta di Condongcatur (8/12).
(Sumber: dokumentasi Patahkan Sekat)

Pada Desember 2019, Patahkan Sekat berkesempatan untuk mengadakan kegiatan dengan berbagi dan bermain bersama orang yang mengalami gangguan mental. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk aksi nyata Patahkan Sekat terhadap isu kesehatan mental.

“Kegiatan yang baru saja selesai kami lakukan yaitu kunjungan ke salah satu pondok orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Pondok Efata, yang kami sebut sebagai kegiatan One Day With Special People. Kami bermain, mewarnai bersama, dan bagi-bagi bingkisan juga. Untuk jumlah ODGJ yang kami layani waktu itu ada 24 orang” ujar Pepo, selaku Ketua Patahkan Sekat (25/2).

Kegiatan lain yang dilakukan oleh Patahkan Sekat antara lain soft launching komunitas dengan mengadakan Lomba Esai Tingkat Nasional. Peresmian ini sebagai bentuk pengenalan komunitas Patahkan Sekat kepada masyarakat. Selain itu, Patahkan Sekat juga mengadakan Leaderless Group Discussion (LGD) untuk menumbuhkan pengetahuan anggotanya mengenai kesehatan mental.

Yolanda menambahkan, untuk mendukung kegiatan operasional Patahkan Sekat, para relawan melakukan patungan yang dijadikan kas anggota. Selain itu, komunitas ini juga mengadakan usaha pengumpulan dana dengan menjual buku dan makanan, serta juga menerima sumbangan dan bantuan terbuka dari donatur, baik berupa uang maupun barang.

Sejak awal pendiriannya, Patahkan Sekat sudah mewadahi 16 relawan yang giat menyuarakan isu kesehatan mental hingga sekarang sudah menjadi pengurus. Pepo juga mengungkapkan, pada 6 Maret 2020 akan bertambah relawan baru sekitar 20 orang. Mereka akan tergabung ke dalam lima divisi, yaitu divisi development, divisi media, divisi finance, divisi riset, dan divisi public relations.

Febrian, kepala divisi development, mengungkapkan, yang bisa bergabung ke dalam komunitas ini adalah anak muda berusia 17-25 tahun. Untuk divisi riset, diutamakan yang memiliki latar belakang di bidang psikologi.

“Untuk rekrutmen relawan tahun ini, kami membuka divisi baru juga, yaitu divisi public relations. Ini merupakan bentuk inovasi yang kami lakukan. Diharapkan, dengan adanya divisi public relations, Patahkan Sekat bisa berkolaborasi dengan komunitas lain yang sejenis untuk menyuarakan isu kesehatan mental,” katanya (25/2).