Media Komunitas dalam Upaya Melawan Hoax

Hoax tidak terhindarkan namun, media komunitas berupaya meminimalisir penyebaran hoax yang akhir-akhir ini menjadi isu penting.

Oleh: Aldila Puriyanti

BANTUL, WARGAJOGJA.NET – Seiring meningkatnya penyebaran berita bohong atau hoax, kepercayaan masyarakat terhadap media semakin menurun. Tidak hanya terhadap media mainstream, tapi juga media komunitas. Media komunitas memiliki peran penting dalam melawan hoax dikarenakan kedekatannya dengan warga. 

Media komunitas adalah media yang dibuat dari, oleh, dan untuk warga. Komunitas ini ada untuk warga dan beranggotakan warga. Keberadaan media komunitas di tengah-tengah kehidupan warga membuat media komunitas memiliki kedekatan dengan warga. Namun, media komunitas tidak memiliki sertifikasi hukum seperti media-media nasional. Karena itu, kebenarannya kerap kali dipertanyakan.

Combine Resource Institution (CRI), merupakan lembaga nonpemerintah yang melakukan pengembangan sistem pengelolaan data dan informasi untuk komunitas, turut ikut andil dalam melawan hoax. Salah satu kegiatannya menyelenggarakan diskusi publik “Media Komunitas Melawan Hoax”, Sabtu (4/2), di University Club UGM.

Suasana menjelang diskusi publik “Media Komunitas Melawan Hoax” di University Club UGM, Sabtu (4/2).

Salah satu yang dibicarakan adalah sertifikasi barcode yang pada tahap awal diterapkan oleh Dewan Pers ke sekitar 70 media.

“Yang menjadi masalah buat kami (media komunitas) adalah barcode atau standar menjadi otoritas kebenaran. Dan Dewan Pers memberikan syarat yang mendapat (barcode) adalah media-media besar yang berbentuk perusahaan,” kata manajer unit pengelolaan informasi komunitas, Idha Sarawati, ketika dijumpai di kantor Combine Resource Institution. Ini dianggap melemahkan media komunitas.

Tidak memiliki sertifikasi hukum bukan berarti media komunitas tidak dapat dipercaya. Menurut Idha, media komunitas memiliki peran penting yang dapat menjadikannya garda terdepan untuk melawan hoax seperti mengajak warga agar lebih berhati-hati dengan informasi yang diterima dan menjadi alat atau sarana untuk membendung hoax agar tidak menyebar ke warga.

Selain itu, media komunitas ikut berperan mengangkat informasi yang ada di lingkungannya sehingga warga tidak terfokus dengan masalah yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan kehidupannya. “Masalah yang diangkat adalah masalah yang tidak akan diangkat oleh media-media mainstream karena fokus mereka ke Jakarta,” tutur Idha.

Radio Buku sebagai salah satu media komunitas yang ada di Yogyakarta turut memerangi hoax dengan mengajak masyarakat untuk membaca buku demi meningkatkan literasi media. Radio Buku juga memfasilitasi masyarakat dengan membangun perpustakaan kecil. Selain itu, Radio Buku kerap mengajak Booklovers, sapaan akrab kepada masyarakat terutama pecinta buku, untuk mendapatkan informasi dari sumber-sumber terpercaya.

Pada akhirnya, untuk menghindari hoax, warga harus dibekali dengan kemampuan untuk membedakan mana berita hoax dan bukan hoax. Fairuz memberikan beberapa saran dalam menghadapi hoax. Pertama, jangan latah mengeklik suatu berita di internet apalagi ketika melihat sumbernya tidak jelas atau tidak mencantumkan sumber. Kedua, menerapkan satu prinsip jurnalistik, yaitu curiga. Hal yang dicurigai adalah konten berita. Ini juga dapat melatih kekritisan kita. Ketiga, cek dan ricek berita tersebut dengan membandingkan dengan media-media lain.

Mutia Rofa, salah satu mahasiswi perguruan tinggi  di Yogyakarta, mengaku melakukan hal serupa ketika membaca berita. Ia tidak akan mudah percaya dengan sebuah berita terutama yang tidak mencantumkan sumber yang jelas. “Kalau mencantumkan sumber dari situs yang tidak meyakinkan atau semacam blog, berarti berita tersebut patut dicurigai,” kata Mutia.