Membuka Jendela Pengetahuan untuk Anak-anak melalui Ruang Baca dan Desa Binaan

Komunitas Jendela Jogja terus bergerak dalam pengembangan literasi bagi anak-anak untuk membangun pengetahuan bagi masa depan. (Sumber: dokumentasi Jendela Jogja)

Oleh: M. Fadhil Pramudya P.

Komunitas Jendela Jogja, komunitas yang berfokus pada bidang pendidikan dan pengembangan literasi bagi anak, terus bergerak untuk menyiapkan masa depan anak dengan menyediakan perpustakaan di lima desa binaan. Desa binaan tersebut berada di Jetis, Ambarketawang, Monjali, Ringinharjo Bantul, dan Turgo Kaliurang.

Gisel (19), salah satu anggota Divisi Relawan komunitas Jendela Jogja mengatakan, bahwa dengan adanya desa binaan ini, sudah ada 100-150 anak yang merasakan manfaat keberadaan komunitas ini.

“Di tiap desa binaan ada 20-30 anak didik Komunitas Jendela,” katanya.

Nanang (32), salah satu pendiri komunitas Jendela Jogja, mengatakan bahwa anak-anak yang berada di desa binaan tersebut pada awalnya masih kurang memiliki antusiasme dan masih belum bisa menerima keberadaan perpustakaan tersebut dengan baik.

“Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab hal tersebut. Bisa karena masih belum kenal dengan tim relawan atau belum memiliki minat untuk berkegiatan,” katanya.

Namun, strategi dan metode pengajaran tetap dilakukan komunitas Jendela agar bisa meningkatkan minat baca anak-anak tersebut.

Ia mengatakan, metode yang biasa digunakan oleh komunitas Jendela Jogja adalah pendekatan sesuai dengan keinginan dan minat masing-masing anak-anak tersebut.

“Bisa jadi dalam satu bulan pertama agenda yang kami lakukan hanya bermain dengan anak-anak sebagai bentuk perkenalan dan pemetaan karakter atau kebutuhan dari mereka,” tambahnya.

Minat baca memang masih menjadi permasalahan khususnya di Indonesia. Jika melihat survei pada 2018 dari PISA (Programme for International Students Assessment), yang merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, untuk kategori kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 74 dari 79 negara. Artinya kategori kemampuan membaca Indonesia berada pada peringkat lima dari bawah. Sementara skor rata-rata Indonesia adalah 371, berada di bawah Panama yang memiliki skor rata-rata 377.

Bahkan, menurut survei yang dilakukan oleh UNESCO (2019), Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara di dunia pada level literasi baca. Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).

Hal ini juga dikatakan Nanang sebagai tantangan tersendiri dalam mengembangkan keberlanjutan ruang baca di desa binaan.

Ia menyebutkan, tantangan terbesar yang dihadapi komunitas Jendela Jogja sejatinya hampir sama tiap tahunnya, yaitu bagaimana menumbuhkan kemandirian untuk keberlanjutan ruang baca dan keberlangsungan kegiatan anak-anak di desa binaan tersebut.

Metode “bermain sambil belajar” yang dilakukan relawan dan anggota komunitas Jendela Jogja sebagai cara untuk meningkatkan minat anak dan menjaga keberlangsungan ruang baca di desa binaan (Sumber: dokumentasi Jendela Jogja).

Selain itu, untuk mendukung keberlangsungan ruang baca di desa binaan, komunitas Jendela Jogja juga rutin dalam melakukan sirkulasi buku. Nanang menyebutkan, bahwa sirkulasi buku selalu dilakukan dengan cara inventarisasi manual oleh relawan komunitas Jendela Jogja.

“Mengingat banyaknya buku yang terdapat di ruang baca Jendela Jogja, sirkulasi buku ini kami lakukan tentunya juga untuk memudahkan relawan dan anak-anak dalam kegiatan pembelajaran dan pembinaannya. Harapannya, selepas adanya pembinaan, kegiatan perpustakaan dapat terus berjalan dengan mandiri dan berkelanjutan,” tambahnya.

Buku-buku yang terdapat di perpustakaan setiap desa binaan komunitas Jendela Jogja sebagian besar juga berkaitan dengan anak-anak, mulai dari buku cerita anak, dongeng, ensiklopedia, novel anak, komik, buku pelajaran, hingga majalah anak. Setiap desa binaan komunitas Jendela Jogja memiliki 500 hingga 750 buku di ruang bacanya.

Ridho (20), salah satu anggota Divisi Eksternal komunitas Jendela Jogja mengatakan bahwa sirkulasi buku biasanya dilakukan dua minggu sekali dan diikuti beberapa program mengajar dari Komunitas Jendela. Ia menambahkan, selain melakukan sirkulasi buku untuk ruang baca di Komunitas Jendela, pihaknya juga membuka bantuan bagi komunitas lain yang membutuhkan pemasokan buku.

“Misalnya, pada beberapa waktu lalu, Jendela Jogja bekerjasama dengan teman-teman di Dusun Kemiriombo, Wonosobo. Komunitas Jendela membantu mendonasikan buku untuk perpustakaan Genetik yang akan dikelola oleh remaja di sana,” tambahnya.