Mimpi Besar Komsibar untuk Kesetaraan Pendidikan Indonesia

Kakak Komsibar mendampingi adik dalam memahami dan mempelajari materi sekolah di Sekretariat Komsibar di desa Plumbon, Kecamatan Temon, Kulon Progo, Yogyakarta (2/8) (Dokumen Komsibar)

Oleh: Renatta Karuna Dharani

Mimpi akan kesetaraan pendidikan di Indonesia membuat Shaffira Ayuning Byzhura (20) dan Triana Nur Soimah (19) mendirikan Komunitas Sinau Bareng (Komsibar) di Kulon Progo, DIY. Bersama pengurus dan relawan Komsibar yang berasal dari berbagai perguruan tinggi dan sekolah, mereka mendampingi anak-anak menjalani Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Berada di Desa Plumbon, Kecamatan Temon, Kulon Progo, pengurus Komsibar yang berjumlah 46 orang ini mengerahkan waktu dan tenaganya untuk mendampingi 30-40 anak, mulai dari PAUD hingga SMP. Mereka juga memiliki perpustakaan bernama Parahita yang menyediakan berbagai macam buku, mulai dari buku anak-anak, pelajaran SD, hingga buku persiapan SBMPTN. Buku yang didapatkan dari donatur ini juga digunakan untuk kegiatan belajar yang dilaksanakan setiap hari Sabtu dan Minggu pukul 09.00-11.00 WIB.

Kegiatan ini meliputi pendampingan secara akademis serta pembentukan soft skills melalui kegiatan yang menyenangkan, seperti belajar mengenal nilai uang dan cara mengembangkannya melalui games kewirausahaan, belajar bahasa Inggris melalui outbond, dan menanam tumbuhan bersama. Dari kegiatan ini, pengurus dan relawan yang tidak memiliki latar belakang pengajaran ini ditantang untuk belajar untuk berkomunikasi dengan adik-adik yang masih kecil.

Seperti slogan yang diusung Komsibar, “Dariku Untukmu Darimu Untukku”, anggota Komsibar mendampingi adik-adik bukan sebagai guru dan murid namun sebagai seorang pengajar yang juga pembelajar. “Dari proses pendampingan ini, saya jadi paham bahwa setiap anak itu spesial dan berbeda. Saya juga jadi belajar untuk sabar dan menumbuhkan rasa saling menyayangi,” kata Zhafran, anggota divisi Perpustakaan.

Dalam melaksanakan kegiatannya, Komsibar yang didirikan pada masa pandemi ini tetap menerapkan protokol kesehatan. Adik-adik yang akan ikut berkegiatan akan dicek suhunya terlebih dahulu, mencuci tangan, dan menggunakan masker. Mereka yang tidak memenuhi proses tersebut akan diminta untuk kembali ke rumahnya. Karena jumlah peserta yang cukup banyak, lokasi pembelajaran pun dibagi menjadi dua, yaitu di sekretariat dan di masjid yang berada dekat situ. Sekretariat Komsibar mengambil tempat di rumah milik Soim.

 

Pengecekan suhu oleh pengurus Komsibar sebelum memasuki tempat pembelajaran guna mencegah penyebaran Covid-19 (2/8). Dokumen Komsibar

Berangkat dari keresahan akan tidak efektifnya PJJ, Fira dan Soim berinisiatif untuk mendampingi proses pembelajaran tetangga mereka di rumah Soim. Seiring berjalannya waktu, peserta dan relawan pun bertambah. Atas usulan seorang tokoh masyarakat mereka kemudian memutuskan untuk menjadikan kegiatan ini resmi dan menamainya Komunitas Sinau Bareng.

Komunitas ini disambut baik oleh ibu-ibu, terutama mereka yang kurang mengerti tentang teknologi dan yang tidak memiliki waktu luang untuk mendampingi anaknya. Dukungan juga datang dari Bupati Kulon Progo dan Panewu (sebutan Camat di daerah Kabupaten di Provinsi DIY) yang memberikan izin dan sedikit dana untuk menjalankan komunitas. Mereka juga berpesan agar tetap melaksanakan protokol kesehatan.

Tak hanya itu, ada juga beberapa donatur yang turut membantu melalui donasi buku, pemasangan WiFi, papan yang kemudian diberdayakan menjadi rak buku, hingga tanaman aloe vera sebagai modal operasional komunitas. Pada usianya yang ke tiga bulan, Komsibar masih menerima donasi, baik berupa uang maupun buku dan sarana pembelajaran lainnya. Ke depannya, Komsibar berencana untuk membuka cabang baru, menambah fasilitas, dan kembali membuka rekrutmen bagi relawan ketika kondisi sudah semakin membaik.

 

Di minggu keenam, Komsibar melaksanakan agenda menggambar dengan tema “Jogja dalam Pandemi” yang bertujuan tidak hanya mengembangkan kreativitas anak tetapi juga menanamkan pemahaman anak tentang Covid-19 dan cara pencegahannya (18/8) (Dokumen Komsibar)

Di sisi lain, beberapa warga juga ada yang kontra terhadap keberadaan komunitas ini. Mereka mengkhawatirkan akan adanya klaster baru akibat kegiatan yang dilaksanakan Komsibar. Oleh karena itu, Komsibar kemudian menghentikan sementara kegiatan bagi relawan yang tinggal di luar Kulon Progo.

Meskipun baru berdiri dan beroperasi di Kulon Progo, komunitas yang kepengurusannya terdiri dari pengurus harian dan tujuh divisi ini memiliki mimpi dan harapan yang besar untuk Indonesia. “Dengan adanya Komsibar ini saya ingin menggerakkan teman-teman di pelosok nusantara agar dapat menjadi solusi bagi pemerataan pendidikan di Indonesia. Selain itu saya juga berharap bisa ada beasiswa,” kata Fira, Ketua Komsibar. Soim, Sekretaris Komsibar juga berharap Komsibar dapat berkembang, memiliki donatur tetap, dan lebih dikenal oleh masyarakat luas.